Dalam menjalani kehidupan, ada dua aspek fundamental yang sangat memengaruhi kualitas diri dan hubungan kita dengan orang lain, yaitu hati dan lisan. Keduanya ibarat pedang bermata dua yang bisa membawa kebaikan tak terhingga atau kehancuran yang mendalam. Pepatah bijak "Jagalah hati, jagalah lisan, agar kau tidak hidup dalam penyesalan" bukanlah sekadar kata-kata kosong, melainkan sebuah panduan hidup yang sarat makna.
Hati adalah pusat dari segala perasaan, niat, dan keyakinan kita. Ia adalah kompas moral yang memandu setiap tindakan. Ketika hati terjaga, ia dipenuhi dengan kebaikan, kejujuran, empati, dan rasa syukur. Sebaliknya, hati yang lalai bisa dipenuhi oleh kebencian, iri dengki, kesombongan, dan prasangka buruk. Kerusakan hati seringkali menjadi akar dari berbagai masalah, mulai dari konflik internal hingga permusuhan antar sesama.
Menjaga hati berarti melatih diri untuk selalu berprasangka baik, memaafkan kesalahan orang lain, menumbuhkan rasa cinta kasih, dan menjauhi segala bentuk kedengkian. Ini adalah proses kontinyu yang membutuhkan kesabaran dan kesadaran diri. Hati yang bersih akan memancarkan aura positif, membuat diri merasa damai, dan mampu melihat keindahan dalam setiap situasi. Ketika kita bisa mengendalikan gejolak emosi negatif dan menggantinya dengan ketenangan, kita selangkah lebih dekat untuk terhindar dari penyesalan. Penyesalan seringkali muncul karena keputusan yang diambil dari hati yang sedang diliputi emosi negatif, seperti amarah yang membabi buta atau keserakahan yang tak terkendali.
Lisan adalah alat komunikasi kita yang paling utama. Melalui lisan, kita bisa menyampaikan ide, mengungkapkan perasaan, membangun hubungan, dan bahkan menyebarkan kebaikan. Namun, lisan juga bisa menjadi sumber malapetaka jika tidak dijaga. Kata-kata yang keluar dari lisan bisa menyakiti hati, merusak reputasi, memicu pertengkaran, bahkan menghancurkan sebuah bangsa. Seringkali, kita tidak menyadari betapa besar dampak dari kata-kata yang kita ucapkan, terutama di era digital saat ini di mana informasi menyebar begitu cepat.
Menjaga lisan berarti berpikir sebelum berbicara. Pertimbangkan apakah perkataan kita akan membawa manfaat atau justru mudharat. Apakah ucapan kita akan membangun atau meruntuhkan? Apakah ia akan mendamaikan atau memecah belah? Berbicara dengan jujur, santun, dan penuh hikmah adalah kunci. Hindari ghibah, fitnah, perkataan kasar, dan janji palsu. Lisan yang terjaga akan menjadi aset berharga yang mendekatkan kita pada kebaikan dan menjauhkan kita dari penyesalan yang mendalam akibat kata-kata yang tak pantas.
"Sungguh, seorang hamba terkadang mengucapkan satu kalimat yang dianggapnya biasa saja, padahal itu membangkitkan murka Allah, dan karena itu ia dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Keterkaitan antara hati, lisan, dan penyesalan sangatlah erat. Hati yang tidak terkendali akan memicu lisan yang liar. Perasaan dendam dalam hati bisa terucap menjadi kata-kata penghinaan. Kesombongan hati bisa terucap menjadi kesombongan lisan. Ketika kita menyakiti orang lain, baik melalui tindakan maupun perkataan, penyesalan seringkali datang kemudian. Penyesalan ini bisa datang sesaat setelah kejadian, atau bertahun-tahun kemudian ketika luka yang ditimbulkan tak kunjung terobati.
Sebaliknya, hati yang bersih dan lisan yang terjaga akan menghasilkan hubungan yang harmonis dan kehidupan yang damai. Ketika kita mampu mengendalikan diri, memilih kata-kata yang baik, dan memancarkan ketulusan dari hati, kita akan jarang merasakan beban penyesalan. Kehidupan yang dijalani dengan menjaga dua aspek penting ini akan terasa lebih bermakna, terhindar dari drama yang tidak perlu, dan kita bisa tidur nyenyak tanpa dihantui oleh kesalahan masa lalu.
Untuk mewujudkan kehidupan yang bebas dari penyesalan karena hati dan lisan yang lalai, beberapa langkah dapat kita ambil:
Mulailah dari sekarang, jaga hati dan lisanmu. Jadikan setiap ucapanmu membawa manfaat dan setiap niatmu dilandasi kebaikan. Dengan begitu, engkau akan terhindar dari jurang penyesalan yang dalam dan menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia.