Menganalisis Makna Mendalam Al-Kahfi Ayat 97: Dinding Penjaga dan Pelajaran Abadi

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang memiliki kedudukan istimewa dalam Al-Qur'an. Dikenal dengan kisah-kisah luar biasa yang sarat makna, seperti Ashabul Kahfi (Penghuni Gua), kisah Nabi Musa dan Khidir, serta kisah tentang Zulqarnain. Dari semua kisah tersebut, cerita Zulqarnain menjadi salah satu yang paling memukau, terutama terkait pembangunan dinding kokoh yang disebutkan dalam Al-Kahfi ayat 97. Ayat ini secara spesifik menggambarkan kekokohan dinding tersebut dan ketidakmampuan Yajuj dan Majuj untuk menembusnya, baik dengan mendaki maupun melubanginya.

Ayat ini bukan sekadar narasi tentang sebuah bangunan fisik, melainkan mengandung hikmah yang sangat dalam tentang kekuatan ilahiah, usaha manusia, pertahanan dari kejahatan, dan tanda-tanda akhir zaman. Mari kita telaah lebih lanjut konteks, makna, dan pelajaran yang dapat kita petik dari ayat ini, serta relevansinya dalam kehidupan modern.

Kisah Zulqarnain dan Konteks Ayat 97 Surah Al-Kahfi

Surah Al-Kahfi, yang berarti "Gua," adalah surah ke-18 dalam Al-Qur'an dan terdiri dari 110 ayat. Surah ini seringkali direkomendasikan untuk dibaca setiap Jumat karena mengandung perlindungan dari fitnah Dajjal dan pelajaran penting tentang keimanan, kesabaran, dan ilmu. Kisah Zulqarnain, yang diceritakan mulai dari ayat 83 hingga 101, adalah salah satu pilar utama surah ini.

Siapa Zulqarnain?

Zulqarnain adalah seorang raja yang saleh dan bijaksana, yang diberikan kekuasaan besar dan sarana untuk mencapai segala sesuatu di bumi oleh Allah SWT. Nama "Zulqarnain" berarti "pemilik dua tanduk" atau "dua zaman," yang menunjuk pada kekuasaan luasnya yang meliputi timur dan barat, atau kehidupannya di dua era penting. Meskipun identitasnya secara historis masih menjadi perdebatan di kalangan ulama (beberapa mengaitkannya dengan Aleksander Agung, yang lain dengan raja-raja Himyar di Yaman, atau bahkan sosok lain), yang terpenting adalah sifat-sifatnya yang mulia dan pelajaran dari kisahnya.

  • Kekuasaan dan Ilmu: Zulqarnain bukan hanya seorang penakluk, tetapi juga seorang pemimpin yang berilmu dan adil. Allah memberinya "sebab-sebab" (sarana) untuk melakukan segala sesuatu. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan tanpa hikmah dan ilmu bisa menjadi bencana, namun kekuasaan yang dipadukan dengan keduanya adalah anugerah.
  • Keikhlasan dan Ketaatan: Sepanjang perjalanannya, Zulqarnain selalu mengembalikan segala kemuliaan dan keberhasilan kepada Allah. Ia tidak sombong dengan kekuatannya, melainkan menggunakannya untuk menolong kaum yang lemah dan menyebarkan keadilan.
  • Tiga Perjalanan: Al-Qur'an mengisahkan tiga perjalanan utama Zulqarnain:
    1. Perjalanan ke Barat (tempat terbenamnya matahari): Di sana ia menemukan kaum yang dizalimi dan menegakkan keadilan.
    2. Perjalanan ke Timur (tempat terbitnya matahari): Di sana ia menemukan kaum yang tidak memiliki pelindung dari terik matahari dan membantu mereka.
    3. Perjalanan ke sebuah daerah di antara dua gunung: Di sinilah ia bertemu dengan kaum yang mengadu tentang kejahatan Yajuj dan Majuj.

Permohonan Kaum yang Terisolir

Dalam perjalanan ketiganya, Zulqarnain tiba di sebuah tempat yang terpencil, di antara dua gunung. Di sana, ia bertemu dengan suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataannya karena perbedaan bahasa. Namun, dengan bantuan penerjemah atau melalui isyarat, mereka berhasil menyampaikan keluhan mereka tentang Yajuj dan Majuj. Kaum ini adalah orang-orang yang lemah dan terus-menerus menderita kerusakan yang ditimbulkan oleh Yajuj dan Majuj, yang kerap kali menyerang mereka dari balik gunung.

Mereka memohon kepada Zulqarnain untuk membangunkan dinding (bendungan) yang kokoh sebagai penghalang antara mereka dan Yajuj dan Majuj. Mereka bahkan menawarkan upah kepadanya. Namun, Zulqarnain, dengan keikhlasan dan tawadhu'nya, menolak upah tersebut seraya berkata bahwa apa yang telah diberikan Allah kepadanya (kekuasaan dan harta) lebih baik daripada upah mereka. Ia hanya meminta bantuan tenaga dan material untuk membangun dinding tersebut.

Proses Pembangunan Dinding

Zulqarnain kemudian memerintahkan mereka untuk membawa bongkahan-bongkahan besi. Setelah bongkahan besi terkumpul hingga memenuhi celah di antara kedua gunung, ia memerintahkan mereka untuk meniup api pada besi-besi tersebut hingga memerah seperti bara. Selanjutnya, ia meminta mereka untuk membawa cairan tembaga mendidih untuk dicurahkan ke atas besi yang membara itu, sehingga membentuk sebuah dinding yang sangat kokoh dan rapat. Proses ini merupakan contoh aplikasi ilmu metalurgi tingkat tinggi pada masa itu.

Dinding Kuat
Ilustrasi Dinding Kokoh yang Dibangun Zulqarnain

Dinding ini bukan sekadar benteng fisik, melainkan manifestasi dari kehendak Allah melalui usaha manusia yang saleh. Dinding ini menjadi pelindung bagi kaum yang lemah dari gangguan Yajuj dan Majuj, yang pada saat itu menjadi ancaman besar bagi peradaban.

Teks Al-Kahfi Ayat 97 dan Terjemahnya

Setelah pembangunan dinding selesai, Allah SWT menegaskan kekuatannya melalui ayat ini:

فَمَا اسْطَاعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا۟ لَهُۥ نَقْبًا

Artinya: "Maka Yajuj dan Majuj tidak dapat mendakinya, dan tidak (pula) dapat melubanginya." (QS. Al-Kahfi: 97)

Ayat ini adalah inti dari pembahasan kita. Ini adalah penegasan ilahi tentang kekuatan dan ketahanan dinding yang dibangun oleh Zulqarnain. Kata "فَمَا اسْطَاعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ" (fama asta'u an yazharuhu) berarti mereka tidak mampu menaikinya atau mendakinya hingga ke puncak. Sedangkan "وَمَا اسْتَطَاعُوا۟ لَهُۥ نَقْبًا" (wama astaṭā'ū lahu naqban) berarti mereka tidak mampu melubanginya, menembusnya, atau menghancurkannya.

Siapa Yajuj dan Majuj?

Yajuj dan Majuj (Gog dan Magog dalam tradisi Yahudi-Kristen) adalah dua suku bangsa yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Mereka dikenal sebagai perusak dan pembuat kekacauan di muka bumi. Kisah mereka memiliki dimensi historis, geografis, dan eskatologis.

Karakteristik dan Sifat Merusak

Dari keterangan Al-Qur'an dan Hadis, Yajuj dan Majuj digambarkan sebagai kaum yang memiliki sifat-sifat berikut:

  • Perusak: Mereka gemar membuat kerusakan di bumi, menjarah, membunuh, dan tidak segan-segan melakukan kejahatan. Inilah yang menyebabkan kaum di antara dua gunung meminta perlindungan dari Zulqarnain.
  • Jumlah yang Sangat Banyak: Hadis Nabi SAW menyebutkan bahwa jumlah mereka sangatlah besar, bahkan ketika mereka muncul di akhir zaman, mereka akan melimpah ruah di bumi.
  • Cepat dan Kuat: Mereka memiliki kekuatan fisik dan kemampuan untuk bergerak dengan cepat, sebagaimana digambarkan dalam hadis tentang keluarnya mereka dari dinding.
  • Fitnah Akhir Zaman: Kemunculan mereka adalah salah satu tanda besar Hari Kiamat.
Kekacauan
Simbolisasi Kekacauan yang Disebabkan Yajuj dan Majuj

Penyebutan dalam Al-Qur'an dan Hadis

Selain dalam Surah Al-Kahfi, Yajuj dan Majuj juga disebutkan dalam Surah Al-Anbiya' ayat 96-97:

حَتَّىٰٓ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُم مِّن كُلِّ حَدَبٍ يَنسِلُونَ . وَاقْتَرَبَ ٱلْوَعْدُ ٱلْحَقُّ فَإِذَا هِىَ شَٰخِصَةٌ أَبْصَٰرُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ يَٰوَيْلَنَا قَدْ كُنَّا فِى غَفْلَةٍ مِّنْ هَٰذَا بَلْ كُنَّا ظَٰلِمِينَ

Artinya: "Hingga apabila dibukakan (tembok) Yajuj dan Majuj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): 'Aduhai celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim'." (QS. Al-Anbiya': 96-97)

Ayat ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Yajuj dan Majuj akan keluar pada suatu waktu yang dekat dengan Hari Kiamat. Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW juga memberikan detail lebih lanjut tentang kemunculan mereka. Salah satu hadis yang populer menceritakan bahwa setiap hari mereka berusaha melubangi dinding tersebut, dan ketika hampir berhasil, salah satu dari mereka berkata, "Kita akan lanjutkan besok." Namun, ketika mereka kembali keesokan harinya, dinding itu kembali seperti semula. Ini terjadi terus-menerus sampai pada suatu hari, salah seorang dari mereka berkata, "Insya Allah, kita akan lanjutkan besok." Dengan menyebut nama Allah, dinding itu tidak akan kembali seperti semula, dan mereka pun berhasil keluar.

Kemunculan mereka akan menjadi salah satu tanda besar kiamat, setelah kemunculan Dajjal dan turunnya Nabi Isa AS. Mereka akan membuat kerusakan yang luar biasa di bumi, dan hanya Nabi Isa AS, dengan doa dan pertolongan Allah, yang dapat menghentikan mereka.

Inti Al-Kahfi Ayat 97: Kekokohan Dinding dan Kekuasaan Ilahi

Ayat 97 Surah Al-Kahfi adalah puncak dari kisah pembangunan dinding oleh Zulqarnain. Ia menjadi penegas akhir bahwa upaya Yajuj dan Majuj untuk melewati atau merusak dinding tersebut adalah sia-sia. Ada beberapa poin penting yang dapat digali dari ayat ini:

1. Ketidakmampuan Mendaki (ظَهَرُوهُ - *yazharuhu*)

Kata yazharuhu memiliki makna mendaki atau menaiki sesuatu hingga sampai ke puncaknya. Ini mengindikasikan bahwa dinding tersebut sangat tinggi dan curam, sehingga tidak mungkin bagi Yajuj dan Majuj, meskipun mereka banyak dan kuat, untuk mendakinya. Kekokohan konstruksi, yang terbuat dari besi dan tembaga cair, kemungkinan besar juga membuat permukaannya licin dan tidak ada celah untuk berpijak.

Ini bukan hanya tentang tinggi dinding, tetapi juga tentang desainnya yang tidak memungkinkan mereka untuk mendapatkan pijakan atau celah untuk memanjat. Ini menunjukkan kebijaksanaan Zulqarnain dalam mendesain, serta pertolongan Allah dalam menyempurnakan benteng tersebut.

2. Ketidakmampuan Melubangi (نَقْبًا - *naqban*)

Kata naqban berarti melubangi, menembus, atau membuat terowongan. Ini menunjukkan bahwa dinding tersebut juga sangat tebal dan padat, terbuat dari material yang sangat keras (besi yang diperkuat tembaga). Tidak peduli seberapa kuat dan gigihnya Yajuj dan Majuj, mereka tidak mampu menembus material sekeras itu dengan alat atau kekuatan fisik yang mereka miliki.

Ayat ini secara jelas memisahkan dua bentuk upaya penetrasi: secara vertikal (mendaki) dan secara horizontal (melubangi). Keduanya tidak mampu mereka lakukan. Ini menegaskan bahwa dinding tersebut adalah benteng yang sempurna, baik dalam ketinggian maupun ketebalan.

3. Kombinasi Usaha Manusia dan Kekuatan Ilahiah

Pembangunan dinding ini adalah contoh sempurna dari bagaimana usaha keras manusia, yang didasari keimanan dan ilmu, dapat diberkahi dan diperkuat oleh kekuasaan Allah. Zulqarnain tidak hanya berdoa, tetapi juga bekerja keras, mengerahkan sumber daya, dan menerapkan ilmu pengetahuan. Hasilnya adalah sebuah benteng yang begitu kokoh sehingga Allah sendiri yang menyatakan ketidakmampuan Yajuj dan Majuj untuk menembusnya.

Ini adalah pelajaran penting bahwa pertolongan Allah datang kepada mereka yang berusaha. Dinding itu bukan dibangun dengan mukjizat semata, melainkan melalui kerja keras dan perencanaan yang matang, yang kemudian diberikan keberkahan dan kekokohan oleh Allah SWT.

Zulqarnain
Simbolisasi Kebijaksanaan dan Kepemimpinan Zulqarnain

Tafsir Para Ulama Mengenai Al-Kahfi Ayat 97

Para ulama tafsir telah banyak mengulas ayat 97 Surah Al-Kahfi ini, dan pandangan mereka seringkali memperkaya pemahaman kita tentang dimensi-dimensi yang terkandung di dalamnya.

1. Tafsir Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa setelah Zulqarnain menyelesaikan pembangunan dinding, ia menyerahkan segala urusan kepada Allah. Ia menjelaskan bahwa dinding itu dibuat sangat kuat sehingga Yajuj dan Majuj tidak mampu menembusnya. Ibnu Katsir menekankan bahwa ini adalah tanda kebesaran Allah yang mengarahkan Zulqarnain untuk membangun benteng tersebut demi melindungi kaum yang lemah.

Beliau juga menyoroti aspek bahwa dinding itu tidak akan mampu ditembus sampai waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Ini mengaitkan kisah ini dengan takdir dan waktu yang telah ditetapkan bagi setiap peristiwa, termasuk kemunculan Yajuj dan Majuj di akhir zaman.

2. Tafsir At-Tabari

Imam At-Tabari, dalam tafsirnya yang luas, juga menjelaskan detail pembangunan dinding dan menafsirkan ayat 97 sebagai penegasan mutlak akan ketidakmampuan Yajuj dan Majuj untuk menembus atau mendaki. Beliau mengumpulkan berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi'in yang menjelaskan lokasi dan material dinding tersebut, meskipun sebagian besar riwayat ini bersifat Israiliyat dan perlu disikapi dengan hati-hati.

At-Tabari menekankan bahwa frasa "fama asta'u an yazharuhu" (mereka tidak dapat mendakinya) dan "wama astaṭā'ū lahu naqban" (mereka tidak dapat melubanginya) menunjukkan dua jenis usaha yang berbeda, dan keduanya dihalangi oleh kekuatan dan kekokohan dinding tersebut.

3. Tafsir Modern (Misalnya Quraish Shihab)

Ulama kontemporer seperti Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam "Tafsir Al-Misbah" seringkali mencoba menyelaraskan narasi Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan modern, tanpa menghilangkan esensi spiritualnya. Terkait dinding Zulqarnain, beliau menafsirkan ayat 97 sebagai bukti kecanggihan teknologi yang dimiliki Zulqarnain, yang berhasil menciptakan paduan material yang sangat kuat.

Beliau juga menafsirkan Yajuj dan Majuj sebagai simbol kekuatan destruktif yang bisa muncul dalam berbagai bentuk, baik sebagai bangsa yang merusak secara fisik maupun sebagai sifat-sifat negatif dalam diri manusia atau masyarakat yang bisa menyebabkan kekacauan. Interpretasi ini menawarkan perspektif alegoris yang relevan dengan tantangan zaman modern.

Lokasi Dinding dan Yajuj-Majuj

Meskipun Al-Qur'an secara jelas menggambarkan pembangunan dinding, lokasi geografis pastinya tidak disebutkan. Ini telah memicu banyak spekulasi di kalangan sejarawan dan ulama:

  • Pegunungan Kaukasus: Salah satu teori populer adalah bahwa dinding ini berada di wilayah Pegunungan Kaukasus, yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Kaspia, di mana terdapat celah sempit seperti Gerbang Derbent atau Darial Gorge. Beberapa sejarawan menghubungkan Zulqarnain dengan Cyrus Agung atau Alexander Agung, yang membangun benteng pertahanan di wilayah tersebut.
  • Pegunungan Asia Tengah: Ada juga teori yang menunjuk ke wilayah Asia Tengah, di mana terdapat banyak pegunungan tinggi dan sejarah migrasi suku-suku nomaden yang agresif.
  • Interpretasi Simbolis: Sebagian ulama dan pemikir modern cenderung menafsirkan lokasi ini secara simbolis, menyatakan bahwa yang terpenting adalah pelajaran dari kisah tersebut, bukan mencari lokasi fisiknya yang mungkin sudah berubah atau bahkan tidak ada dalam peta geografis modern karena perubahan geologi.

Terlepas dari lokasi fisiknya, yang utama adalah pesan yang disampaikan oleh Al-Kahfi ayat 97: dinding itu adalah penghalang yang efektif terhadap kejahatan Yajuj dan Majuj, atas izin dan kehendak Allah.

Hikmah dan Pelajaran dari Al-Kahfi Ayat 97

Al-Kahfi ayat 97, bersama dengan keseluruhan kisah Zulqarnain, mengandung mutiara hikmah yang relevan untuk setiap zaman.

1. Kekuasaan dan Kehendak Allah SWT

Pelajaran paling mendasar adalah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Allah. Dinding itu kokoh karena Allah menghendakinya demikian. Meskipun dibangun dengan usaha manusia, keberhasilan dan ketahanannya adalah atas izin Allah. Ini mengingatkan kita bahwa tidak ada kekuatan yang melebihi kekuatan Allah, dan segala sesuatu terjadi atas takdir-Nya.

Zulqarnain sendiri, setelah menyelesaikan pembangunan, berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku." Ia tidak mengklaim kesuksesan itu sebagai miliknya, melainkan mengembalikannya kepada Sang Pemberi Kekuatan. Ini adalah contoh tawadhu' yang luar biasa dari seorang pemimpin yang berkuasa.

2. Pentingnya Ilmu, Kebijaksanaan, dan Usaha

Kisah Zulqarnain menunjukkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki ilmu, kebijaksanaan, dan mau berusaha keras. Zulqarnain menggunakan pengetahuannya tentang metalurgi dan strategi pertahanan untuk membangun dinding. Ia tidak pasif menunggu mukjizat, melainkan aktif mencari solusi dengan sarana yang diberikan Allah.

Ini mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, kita harus berusaha mencari ilmu, merencanakan dengan bijaksana, dan mengerahkan segala upaya yang terbaik, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberkahi usaha kita.

3. Perlindungan dari Kejahatan dan Kerusakan

Dinding Zulqarnain adalah simbol perlindungan dari kejahatan dan kerusakan. Dalam skala yang lebih luas, ini mengajarkan kita tentang pentingnya membangun "dinding" perlindungan dalam kehidupan kita, baik secara fisik maupun spiritual. Dinding tersebut dapat berupa:

  • Perlindungan Fisik: Membangun sistem keamanan, pertahanan negara, atau lingkungan yang aman.
  • Perlindungan Sosial: Menciptakan masyarakat yang adil, hukum yang ditegakkan, dan lembaga yang melindungi hak-hak warga.
  • Perlindungan Moral dan Spiritual: Membangun nilai-nilai moral, etika, dan keimanan yang kuat dalam diri dan masyarakat untuk membentengi diri dari pengaruh buruk dan kerusakan akhlak.

Yajuj dan Majuj adalah representasi dari kekuatan destruktif yang tak mengenal lelah. Dinding tersebut menjadi simbol bahwa dengan kehendak Allah dan usaha manusia, kejahatan dapat dibatasi, meskipun tidak sepenuhnya dihilangkan sampai waktu yang ditentukan.

4. Konsep Akhir Zaman dan Takdir

Ayat 97 juga secara implisit mengaitkan dengan kemunculan Yajuj dan Majuj di akhir zaman. Meskipun dinding itu kokoh dan tidak dapat ditembus pada masanya, Al-Qur'an (Surah Al-Anbiya') dan Hadis Nabi SAW menjelaskan bahwa pada akhirnya, dinding itu akan terbuka dan Yajuj dan Majuj akan keluar. Ini adalah bagian dari takdir ilahi dan tanda-tanda besar Hari Kiamat.

Pelajaran di sini adalah bahwa segala sesuatu memiliki batas waktu. Perlindungan yang diberikan oleh dinding itu tidak bersifat abadi di dunia ini. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu bersiap menghadapi akhirat dan tidak terlalu terpaku pada kenikmatan dunia yang sementara. Takdir Allah akan selalu berlaku, dan kita dianjurkan untuk mempersiapkan diri menghadapi apa yang akan datang.

5. Kesabaran dan Keimanan

Kisah Zulqarnain secara keseluruhan mengajarkan kesabaran. Kaum yang terisolir bersabar menunggu datangnya pertolongan. Zulqarnain sendiri bersabar dalam perjalanan dan pembangunan dinding. Keimanan kepada Allah adalah kunci dari semua ini, karena hanya dengan keimananlah seseorang dapat menghadapi kesulitan dan tetap berharap akan pertolongan-Nya.

Dalam konteks Yajuj dan Majuj, kesabaran juga terlihat dari upaya mereka yang terus-menerus melubangi dinding setiap hari, dan kesabaran kaum yang terlindungi menunggu hari kiamat datang. Ini adalah gambaran dari perjuangan abadi antara kebaikan dan kejahatan.

6. Simbolisme Dinding: Batasan Moral dan Pertahanan Diri

Di luar interpretasi literal, dinding dalam kisah ini juga dapat diinterpretasikan secara simbolis. Dinding tersebut bisa melambangkan batasan-batasan moral, etika, dan hukum yang harus kita bangun dalam diri kita dan masyarakat untuk mencegah "Yajuj dan Majuj" internal atau eksternal yang merusak.

  • Dinding Hati: Melindungi hati dari bisikan syaitan, hawa nafsu, dan penyakit hati seperti iri, dengki, atau kesombongan.
  • Dinding Masyarakat: Membangun sistem pendidikan yang kuat, penegakan hukum yang adil, dan nilai-nilai agama yang kokoh untuk melindungi masyarakat dari korupsi, kejahatan, dan disintegrasi sosial.
  • Dinding Ilmu: Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk kemaslahatan, bukan untuk kerusakan.

Setiap orang memiliki Yajuj dan Majuj-nya sendiri dalam bentuk godaan, kelemahan, atau ancaman dari luar. Ayat 97 mengajarkan kita untuk senantiasa membangun "benteng" spiritual dan intelektual yang kokoh untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut.

7. Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Kisah Zulqarnain adalah contoh bagaimana seorang khalifah (pemimpin) yang baik harus bertindak. Ia menggunakan kekuasaan dan sumber daya yang diberikan Allah untuk menegakkan keadilan, membantu yang lemah, dan mencegah kerusakan. Ia tidak menzalimi atau menyalahgunakan kekuasaannya. Ini adalah model kepemimpinan yang ideal, yang bertanggung jawab di hadapan Allah dan manusia.

Dinding yang ia bangun bukan untuk kepentingan pribadinya, melainkan untuk kemaslahatan umat. Ini adalah esensi dari peran manusia sebagai khalifah: membangun dan memelihara bumi, serta melindungi kebaikan, bukan merusaknya.

Relevansi Al-Kahfi Ayat 97 dalam Kehidupan Modern

Meskipun kisah Zulqarnain dan Yajuj dan Majuj terjadi di masa lalu dan memiliki dimensi eskatologis, pesan dari Al-Kahfi ayat 97 tetap sangat relevan dengan tantangan yang kita hadapi saat ini.

1. Membangun Pertahanan Terhadap Ancaman Kontemporer

Di era modern, "Yajuj dan Majuj" dapat diinterpretasikan secara luas sebagai segala bentuk kekuatan destruktif yang mengancam perdamaian dan stabilitas. Ini bisa berupa:

  • Ideologi Ekstremisme: Paham-paham radikal yang merusak tatanan sosial dan memecah belah umat.
  • Korupsi dan Ketidakadilan: Sistem yang merusak moral bangsa dan menghambat kemajuan.
  • Kerusakan Lingkungan: Eksploitasi alam yang berlebihan yang mengancam keberlangsungan hidup manusia.
  • Invasi Budaya Negatif: Arus informasi dan budaya yang merusak nilai-nilai luhur suatu bangsa.
  • Penyalahgunaan Teknologi: Teknologi yang seharusnya membawa manfaat, justru digunakan untuk kejahatan siber, penyebaran hoaks, atau manipulasi.

Al-Kahfi ayat 97 mengajarkan kita untuk tidak pasrah terhadap ancaman-ancaman ini, melainkan untuk aktif membangun "dinding" pertahanan melalui pendidikan yang berkualitas, penegakan hukum yang kuat, pengembangan etika digital, dan penguatan nilai-nilai moral dan agama.

2. Kolaborasi dan Solidaritas Global

Pembangunan dinding oleh Zulqarnain melibatkan kolaborasi antara seorang pemimpin yang kuat dan berilmu dengan kaum yang lemah dan terancam. Ini adalah pelajaran tentang pentingnya kolaborasi dan solidaritas. Dalam menghadapi masalah global seperti pandemi, perubahan iklim, atau konflik internasional, tidak ada satu negara atau pemimpin pun yang bisa menyelesaikannya sendiri. Diperlukan kerja sama lintas batas untuk membangun "dinding" perlindungan bersama.

Seperti halnya Zulqarnain tidak meminta upah, melainkan meminta bantuan tenaga, ini menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati adalah melayani dan menginspirasi orang lain untuk bergotong royong demi kebaikan bersama.

3. Pentingnya Keteguhan Iman di Tengah Tantangan

Kisah ini menegaskan bahwa iman adalah fondasi utama dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk ancaman Yajuj dan Majuj. Dengan iman, Zulqarnain dapat melihat visi yang jelas dan melaksanakannya dengan bantuan Allah. Dengan iman pula, kaum yang teraniaya dapat berharap akan datangnya pertolongan.

Di tengah hiruk pikuk dan ketidakpastian zaman modern, keteguhan iman menjadi "dinding" spiritual yang melindungi individu dari keputusasaan, kegelisahan, dan godaan-godaan duniawi yang menyesatkan.

4. Peringatan Akan Keterbatasan Kekuatan Manusia

Meskipun dinding itu sangat kokoh, kisah ini juga mengingatkan bahwa pada akhirnya, dinding itu akan hancur pada waktu yang telah ditentukan Allah. Ini adalah pengingat bahwa tidak ada bangunan atau kekuasaan manusia yang bersifat abadi. Semua akan kembali kepada Allah.

Hal ini mendorong kita untuk tidak terlalu bergantung pada pencapaian duniawi atau kekayaan materi. Sebaliknya, kita harus berinvestasi pada hal-hal yang abadi, yaitu amal saleh dan keimanan, yang akan menjadi bekal kita di akhirat.

5. Memahami Konsep Ilmu dan Teknologi yang Berkah

Zulqarnain menggunakan ilmu dan teknologi (metalurgi) untuk tujuan yang baik: melindungi kaum yang lemah. Ini adalah teladan bagi kita untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diberkahi, yaitu yang digunakan untuk kemaslahatan umat manusia, menjaga bumi, dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk dominasi, kerusakan, atau keserakahan.

Ilmu tanpa hikmah bisa menjadi bumerang. Dinding besi dan tembaga adalah bukti nyata bagaimana ilmu yang dipadukan dengan niat tulus dan ketaatan kepada Allah dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan bermanfaat bagi banyak orang.

Penutup: Sebuah Refleksi Abadi

Al-Kahfi ayat 97 bukanlah sekadar sebuah narasi historis atau ramalan masa depan. Ia adalah sebuah refleksi abadi tentang hakikat kekuasaan, kebijaksanaan, perjuangan antara kebaikan dan kejahatan, serta pentingnya berserah diri kepada Allah SWT. Dinding yang dibangun oleh Zulqarnain adalah metafora universal tentang upaya manusia untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di dunia yang penuh fitnah.

Melalui ayat ini, kita diajarkan untuk senantiasa membangun benteng keimanan dan ketakwaan dalam diri kita, mengedepankan ilmu dan kebijaksanaan dalam setiap tindakan, serta berkolaborasi untuk melawan segala bentuk kerusakan dan kezaliman. Ketahanan dinding tersebut, yang ditegaskan oleh firman Allah, mengingatkan kita bahwa dengan pertolongan-Nya, tidak ada tantangan yang terlalu besar untuk dihadapi, meskipun pada akhirnya, segala sesuatu akan tunduk pada kehendak dan takdir-Nya di Hari Akhir. Semoga kita termasuk golongan yang selalu mengambil pelajaran dari setiap ayat-ayat-Nya dan mengamalkannya dalam kehidupan.

🏠 Homepage