Kedamaian dalam QS Dhuha Ayat 3: Penegasan Rabb yang Tidak Pernah Meninggalkan

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ (Ringkasan visual ayat) Ilustrasi visual ketenangan di waktu Dhuha.

Surat Ad-Dhuha merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang memiliki kandungan makna yang sangat mendalam, khususnya bagi mereka yang sedang merasakan kegelisahan, kekecewaan, atau rasa ditinggalkan. Surat ini diturunkan sebagai penghibur dan peneguh hati Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami jeda wahyu sesaat. Di antara ayat-ayatnya yang menenangkan, terdapat penegasan yang sangat kuat dalam QS Dhuha ayat 3.

Teks dan Terjemahan QS Dhuha Ayat 3

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى

(Maa wadda'aka Rabbuka wa maa qalaa)

Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) membencimu.

Ayat ketiga ini adalah inti dari ketenangan yang ditawarkan oleh Surah Ad-Dhuha. Kata "wadda'a" berarti meninggalkan, menelantarkan, atau berpisah. Sementara "qalaa" berarti membenci atau tidak menyukai. Jadi, terjemahan langsungnya menegaskan dua hal fundamental: Allah SWT tidak pernah meninggalkan hamba-Nya, dan Allah SWT tidak pernah membenci hamba-Nya.

Konteks Penurunan dan Pesan Utama

Ketika wahyu dari Jibril berhenti selama beberapa waktu, hati Nabi Muhammad SAW merasa sangat sedih dan khawatir. Muncul bisikan setan dan keraguan bahwa mungkin Allah telah meninggalkan beliau. Kekhawatiran ini sangat manusiawi, dan turunlah Surah Ad-Dhuha sebagai respons ilahi.

QS Dhuha ayat 3 berfungsi sebagai obat mujarab. Ia langsung menampar keraguan tersebut dengan kepastian mutlak. Ayat ini berbicara tentang janji eksklusif antara Rabb (Pemelihara) dan hamba-Nya. Bagi seorang Nabi, penegasan ini sangat vital. Namun, maknanya meluas universal hingga kepada setiap umat yang beriman. Ketika kita merasa sendirian, ketika doa terasa tidak sampai, atau ketika kesusahan datang bertubi-tubi, ayat ini mengingatkan kita bahwa Rabb kita sedang mengawasi, meskipun kita tidak merasakannya secara langsung.

Implikasi Psikologis dan Spiritual

Penegasan bahwa Allah tidak meninggalkan (Maa wadda'aka) memberikan landasan kuat bagi stabilitas spiritual. Rasa ditinggalkan adalah salah satu ketakutan eksistensial terbesar manusia. Dalam konteks iman, rasa ditinggalkan oleh Tuhan sering kali terasa lebih berat daripada masalah duniawi. Ayat ini membatalkan premis tersebut. Tidak ada jeda permanen dalam perhatian ilahi. Jeda yang dirasakan mungkin adalah ujian kesabaran, bukan tanda pengabaian.

Selanjutnya, penolakan bahwa Allah membenci (wa maa qalaa) memberikan jaminan kasih sayang tanpa syarat. Kebencian ilahi hanya muncul akibat kemaksiatan yang disengaja dan terus-menerus ditolak peringatannya. Namun, bagi seorang mukmin yang berjuang dan mencari keridhaan-Nya, bahkan dalam keadaan lalai sekalipun, kasih sayang dasar (rahmat) Allah selalu mendahului kemurkaan-Nya. Ayat ini mengajak kita untuk menimbang kembali perspektif kita terhadap kesulitan. Kesulitan bisa jadi adalah cara Allah untuk mengangkat derajat, bukan hukuman langsung.

Hubungan dengan Ayat-ayat Sebelumnya

Pemahaman terhadap QS Dhuha ayat 3 menjadi lebih kuat jika dikaitkan dengan ayat 1 dan 2: "Demi waktu Dhuha dan demi malam apabila telah sunyi." Ayat-ayat awal ini menetapkan dua saksi waktu: waktu cerah (Dhuha) dan waktu gelap (malam sunyi). Kedua waktu ekstrem ini, yang seringkali mewakili kebahagiaan dan kesedihan, dijadikan sumpah. Sumpah ini kemudian dibalas dengan penegasan di ayat 3 bahwa Pemelihara yang menjadikan pergantian siang dan malam ini tidak akan pernah meninggalkan dan membenci Rasul-Nya—dan secara implisit—umat-Nya.

Ketika cahaya Dhuha muncul setelah kegelapan malam, ia melambangkan harapan baru dan janji bahwa kesulitan pasti akan berlalu. Dan inti dari harapan itu adalah kepastian bahwa dukungan ilahi selalu ada, tersembunyi di balik tirai ujian. Jika Allah tidak meninggalkanmu saat malam paling pekat, bagaimana mungkin Dia meninggalkanmu saat pagi mulai menyingsing?

Mengaplikasikan Pesan dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk benar-benar merasakan manfaat dari QS Dhuha ayat 3, kita perlu menginternalisasi pesan ini. Ketika kita menghadapi kegagalan bisnis, kehilangan orang terkasih, atau merasa terisolasi dalam perjuangan dakwah, kita harus secara aktif mengingat bahwa Rabb kita menyaksikan dan tidak pernah berpaling.

Kepercayaan penuh bahwa kita tidak ditinggalkan mendorong kita untuk lebih proaktif dalam ibadah, karena kita tahu ada yang mendengarkan setiap bisikan doa. Rasa tidak dibenci mendorong kita untuk segera bertaubat tanpa merasa putus asa, karena pintu rahmat selalu terbuka. Surah Ad-Dhuha, khususnya ayat ini, adalah jaminan ketenangan sejati yang bersumber dari hubungan teguh dengan Sang Pencipta.

Pada akhirnya, Surah Ad-Dhuha mengingatkan bahwa Allah tidak meninggalkan kekasih-Nya di masa sulit, dan Dia pasti akan memberikan apa yang membuat Nabi-Nya ridha (sebagaimana disebutkan pada ayat berikutnya). Ini adalah janji yang relevan dan berlaku untuk setiap jiwa yang menambatkan harapannya pada Ilahi.

🏠 Homepage