Simbol interaksi dan koneksi digital.
Di jagat maya yang terbentang luas, Media sosial hadir bagai nafas. Setiap hari, jemari menari, Menyusuri lorong waktu yang tak henti.
Sebuah layar, jendela dunia terbuka, Menampilkan cerita, suka, duka, segala rupa. Dari kopi pagi hingga senja merona, Detik demi detik, terabadikan semena-mena.
Dinding virtual tempat kita mencurahkan rasa, Status singkat, gambar penuh makna. Di sanalah puisi-puisi tersembunyi tercipta, Dalam barisan kata, terselip rindu dan cinta.
Kita bagikan tawa, canda, juga keluh kesah, Menyaksikan hidup orang lain, tanpa rasa lelah. Ada yang memamerkan pundi, ada yang meratap pilu, Semua larut dalam arus informasi yang tak jemu.
Media sosial telah menjadi kanvas tak terbatas, Tempat kita melukis diri, dengan segala kebebasan. Kita pilih sudut terbaik, filter terhalus terpasang, Mencipta persona, yang mungkin tak selalu terbayang.
Di balik layar kaca yang bersinar,
Tersembunyi dunia yang samar.
Ada pujian, ada pula caci,
Hati manusia bergetar di sini.
Setiap like, setiap komentar,
Menjadi penanda, kadang menghantar.
Senyum semu, tatapan kosong,
Dalam bingkai digital yang terpotong.
Jaringan pertemanan melebar tanpa batas, Dari ujung negeri hingga benua yang melintas. Kita saling menyapa, berbagi kabar, Merasa terhubung, meski terpisah jarak membakar.
Namun, di balik seribu teman maya, Terkadang kesepian itu kian terasa nyata. Percakapan dangkal, sapaan yang terburu, Tak mampu mengisi relung hati yang rindu.
Kita terpaku pada notifikasi yang berdering, Menghabiskan waktu berjam-jam, tanpa henti berguling. Dunia nyata perlahan memudar terganti, Dalam genggaman gawai, kita terbuai mimpi.
Kecanduan adalah jerat yang mengintai, Menguras energi, waktu, hingga akal terurai. Kita menjadi budak algoritma yang haus, Mencari validasi, dalam setiap unggahan yang terhapus.
Jari menari di atas layar,
Mencari cinta, mencari kabar.
Ribuan teman, tak terhitung,
Namun hati seringkali tak tertolong.
Senyum palsu tersemat indah,
Saat kesepian menyapa, begitu gagah.
Keterikatan semu, janji hampa,
Di dunia maya, di mana kita.
Media sosial adalah cermin, yang memantulkan banyak hal. Ia bisa menjadi alat pembelajaran, inspirasi, atau sekadar hiburan. Namun, ia juga bisa menjadi sumber kecemasan, iri hati, dan ketidakpuasan.
Penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan, Menggunakan teknologi ini dengan bijak dan penuh kesadaran. Jangan biarkan diri terperangkap dalam ilusi, Ingatlah bahwa kehidupan sejati ada di luar sana, yang harus dijalani.
Setiap postingan, setiap interaksi, adalah jejak yang tertinggal. Jejak digital yang merefleksikan siapa kita, apa yang kita pikirkan, dan bagaimana kita memandang dunia. Mari gunakan media sosial bukan hanya untuk eksistensi semata, tetapi juga untuk koneksi yang tulus, inspirasi yang berarti, dan pertumbuhan diri yang berkelanjutan.
Puisi ini hanyalah secuil renungan tentang kompleksitas dunia maya yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Ia adalah pengingat untuk terus bersikap kritis, menjaga kesehatan mental, dan tidak melupakan esensi hubungan antarmanusia yang sesungguhnya.