Lingkungan hidup adalah rumah kita, sebuah anugerah yang tak ternilai harganya. Keindahan alam, udara segar yang kita hirup, air jernih yang mengalir, dan keanekaragaman hayati yang menakjubkan adalah bagian dari ekosistem yang menopang kehidupan kita. Namun, seringkali kita lupa untuk menjaga dan merawatnya. Polusi, penebangan hutan, dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan telah mengancam keseimbangan ekosistem. Melalui puisi, kita bisa menyuarakan kepedulian dan mengingatkan diri sendiri serta orang lain akan pentingnya menjaga kelestarian alam untuk generasi mendatang.
Pagi merekah, embun menari,
Di dedaunan hijau yang bermandikan mentari.
Bumi berbisik, lembut menyapa,
Dengarkanlah, wahai insan, suara alam merana.
Sungai yang dulu jernih berkelok, kini muram diselimuti sampah. Hutan yang rimbun, paru-paru dunia, kini merintih, terluka akibat kerakusan. Burung-burung bersiul riang, kini kehilangan rumahnya. Lautan yang luas, kini menjerit, tercekik oleh plastik yang tak terurai. Ini bukan dongeng, ini adalah realitas yang sedang kita hadapi. Setiap tetes air yang tercemar, setiap pohon yang tumbang, adalah luka bagi bumi.
Akarku merentang, menahan bumi,
Batangku kokoh, penaduh mentari.
Dahulu riuh, suara satwa bergema,
Kini sepi, hanya tangis alam merana.
Keindahan alam seringkali hanya kita nikmati tanpa membalasnya dengan rasa syukur dan penjagaan. Kita terlena dalam kemajuan teknologi dan kenyamanan modern, melupakan akar kehidupan kita. Puisi ini adalah refleksi atas kerusakan yang telah terjadi, sebuah renungan tentang bagaimana kelalaian kita telah membawa bencana. Namun, di tengah keputusasaan, selalu ada secercah harapan. Harapan bahwa manusia akan bangkit, menyadari kesalahannya, dan mulai bertindak.
Ombak berkejaran, buih menari,
Menyimpan cerita, masa lalu abadi.
Kini terbungkam, kelam terhias,
Oleh tangan manusia, luka tak terbalas.
Puisi tentang lingkungan hidup bukan sekadar rangkaian kata yang indah, melainkan sebuah seruan, sebuah ajakan. Ajakan untuk membuka mata, melihat lebih dalam, dan merasakan denyut nadi bumi yang semakin melemah. Ajakan untuk berhenti sejenak dari kesibukan duniawi dan merenungi betapa rapuhnya alam yang kita tinggali. Setiap bait dalam puisi ini berusaha menggambarkan betapa alam telah berkorban untuk kita, dan kini saatnya kita berkorban untuk alam.
Mari kita mulai dari hal kecil: mengurangi sampah plastik, menggunakan transportasi umum, menanam pohon, menghemat energi, dan mendaur ulang. Setiap tindakan, sekecil apapun, akan memberikan dampak besar bagi kelestarian lingkungan. Jadikan puisi ini sebagai pengingat, motivasi, dan jembatan menuju aksi nyata. Lindungi bumi, karena bumi adalah kehidupan kita.