Simbol keberagaman dan persatuan Indonesia.
Indonesia, sebuah zamrud khatulistiwa yang terbentang luas, adalah mozaik kehidupan yang tak terhingga. Di negeri ini, ribuan pulau menjadi rumah bagi ratusan suku bangsa, masing-masing dengan kekayaan budaya, bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang unik. Keberagaman inilah yang menjadi denyut nadi bangsa, seni indah yang terukir dalam setiap jengkal tanah air. Namun, di balik perbedaan yang begitu kaya, terdapat benang merah yang mengikat kuat, yaitu semangat persatuan dalam bingkai kebangsaan. Semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" bukan sekadar untaian kata, melainkan sebuah filosofi hidup yang mencerminkan esensi keberadaan Indonesia. Semboyan ini mengingatkan kita bahwa perbedaan bukanlah pemecah belah, melainkan sumber kekuatan, kekayaan, dan keindahan yang menjadikan Indonesia istimewa di mata dunia.
Menggambarkan keberagaman Indonesia dalam sebuah puisi adalah upaya untuk merangkai kembali serpihan-serpihan keindahan yang tersebar, menyatukannya dalam bait-bait yang menggambarkan harmoni. Puisi tentang Bhinneka Tunggal Ika berusaha menyentuh hati, mengajak setiap insan Indonesia untuk merenungkan betapa berharganya persatuan yang terjalin di tengah segala perbedaan. Inilah sebuah persembahan dalam tiga bait, mencoba menangkap esensi dari semboyan agung ini, dalam bahasa yang merangkul, dalam nada yang mempersatukan.
Dari Sabang hingga Merauke terbentang, Berjuta warna, berjuta bahasa lantang. Rambut lurus, keriting, kulit sawo matang, Tari berbeda, irama hati yang sama datang.
Pakaian adat penuh makna nan megah, Rumah adat berdiri kokoh bersemangat. Doa bergema dari beraneka arah, Satu Ibu Pertiwi, cinta takkan punah.
Bagaikan pelangi setelah badai mereda, Indah bersinar, tak terpisahkan tiada. Bhinneka Tunggal Ika, jiwa bangsa Indonesia, Satu dalam perbedaan, jaya selamanya.
Bait pertama puisi ini berusaha melukiskan lanskap geografis dan kultural Indonesia yang sangat luas dan beragam. Penyebutan "Dari Sabang hingga Merauke" menegaskan cakupan wilayah yang amat lebar, sementara frasa "Berjuta warna, berjuta bahasa lantang" secara puitis menggambarkan kekayaan suku, etnis, dan bahasa yang ada. Ciri fisik yang beragam, seperti "Rambut lurus, keriting, kulit sawo matang," menjadi simbol konkret dari perbedaan yang menyambut mata. Lebih jauh, puisi ini menyentuh aspek seni dan budaya melalui "Tari berbeda," namun segera menyatukannya kembali dengan kesamaan rasa dan semangat di balik semua perbedaan itu, "irama hati yang sama datang." Ini adalah pengingat bahwa di balik manifestasi lahiriah yang berbeda, terdapat kesamaan rasa kemanusiaan dan kebangsaan yang mengikat.
Memasuki bait kedua, fokus beralih pada simbol-simbol konkret dari kekayaan budaya material dan spiritual. "Pakaian adat penuh makna nan megah" dan "Rumah adat berdiri kokoh bersemangat" merupakan representasi visual dari keberagaman warisan budaya yang dijaga turun-temurun. Ini bukan hanya tentang keindahan semata, tetapi juga tentang nilai-nilai luhur dan identitas yang terkandung di dalamnya. Bait ini juga menyentuh aspek spiritualitas melalui "Doa bergema dari beraneka arah." Ini menandakan bahwa Indonesia adalah negara yang plural dalam keyakinan agama, namun semua doa tersebut pada akhirnya ditujukan pada satu tujuan mulia, yaitu kebaikan dan keberlangsungan bangsa. Frasa "Satu Ibu Pertiwi, cinta takkan punah" menjadi penegas bahwa seluruh perbedaan tersebut tetap berada dalam satu wadah, satu tanah air yang dicintai dengan sepenuh hati.
Bait ketiga dan penutup puisi ini merangkum seluruh makna Bhinneka Tunggal Ika dengan sebuah metafora yang kuat: "Bagaikan pelangi setelah badai mereda." Pelangi, dengan spektrum warnanya yang beraneka rupa namun hadir dalam satu lengkungan indah setelah hujan badai, adalah simbol sempurna dari persatuan dalam keberagaman. Warna-warni yang berbeda justru membuat pelangi tampak lebih memukau dan istimewa. Frasa "Indah bersinar, tak terpisahkan tiada" menegaskan bahwa keindahan pelangi justru terletak pada keberagaman komponennya yang saling melengkapi. Kemudian, puisi ini secara eksplisit menyebutkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika, jiwa bangsa Indonesia," menjadikannya inti sari dari seluruh pemaparan. Kalimat terakhir, "Satu dalam perbedaan, jaya selamanya," menjadi harapan dan janji bahwa Indonesia akan terus berdiri tegak dan jaya selama masyarakatnya mampu merangkul perbedaan sebagai sumber kekuatan, bukan kelemahan. Ini adalah ajakan untuk terus merawat persatuan, menghargai setiap perbedaan, dan mengembangkan potensi bangsa demi kejayaan yang abadi.