Dalam setiap sholat fardhu maupun sunnah, setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca surat Al-Fatihah, terdapat sebuah amalan sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu membaca Doa Iftitah. Doa ini sering kali disebut sebagai 'doa pembuka' sholat, yang berfungsi untuk memulai percakapan dengan Allah SWT dengan pujian, pengagungan, dan permohonan. Meskipun hukumnya sunnah, memahami dan mengamalkan Doa Iftitah membawa keberkahan dan menambah kekhusyukan dalam ibadah, seolah-olah kita mempersiapkan diri secara spiritual untuk berbicara langsung kepada Sang Pencipta. Ini adalah langkah awal yang krusial untuk mengikat hati dan pikiran pada ibadah, menjauhkan diri dari segala gangguan duniawi, dan sepenuhnya fokus pada Dzat Yang Maha Kuasa.
Artikel ini akan mengupas tuntas tentang Doa Iftitah, mulai dari pengertian, hukum, berbagai versi doa yang shahih dari Rasulullah SAW, waktu pelaksanaannya, hingga hikmah dan manfaat di baliknya. Kita akan menjelajahi kedalaman makna setiap lafazh, memahami konteks penggunaannya, serta menyingkap kekayaan warisan kenabian yang terkandung di dalamnya. Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan kita dapat melaksanakan sholat dengan lebih sempurna, lebih bermakna, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pembahasan ini juga akan mencakup perbedaan pandangan antar madzhab fiqih mengenai Doa Iftitah, memberikan gambaran utuh tentang keluasan syariat Islam dan pentingnya berpegang pada sunnah Nabi Muhammad SAW.
Secara bahasa, kata "Iftitah" (الافْتِتَاحُ) berasal dari kata dasar "fataha" (فَتَحَ) yang berarti "membuka" atau "memulai". Maka, Doa Iftitah dapat diartikan sebagai "doa pembuka" sholat. Ini adalah serangkaian pujian dan permohonan yang diucapkan seorang muslim setelah takbiratul ihram (takbir pembuka sholat) dan sebelum membaca ta'awwudz (أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) serta surat Al-Fatihah. Posisinya yang strategis di awal sholat menjadikannya sangat penting sebagai gerbang spiritual menuju inti ibadah.
Pentingnya Doa Iftitah terletak pada fungsinya sebagai jembatan spiritual antara niat sholat yang diikrarkan dalam hati dan dimantapkan dengan takbiratul ihram, menuju pembacaan Al-Fatihah yang merupakan rukun sholat yang paling fundamental. Doa ini bukan sekadar formalitas yang bisa dilewatkan, melainkan sebuah kesempatan emas untuk:
Mengabaikan Doa Iftitah berarti kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan momen-momen awal sholat yang penuh berkah. Ini adalah permulaan yang indah untuk dialog spiritual yang mendalam antara hamba dan Rabb-nya, sebuah fondasi kokoh untuk sholat yang berkualitas dan diterima di sisi Allah SWT.
Para ulama Ahlusunnah Wal Jama'ah dari berbagai madzhab fiqih sepakat bahwa hukum membaca Doa Iftitah adalah sunnah, bukan wajib. Ini berarti sholat seseorang tetap sah dan tidak batal meskipun ia tidak membacanya. Namun, hukum sunnah ini bukan berarti tidak penting atau boleh diabaikan. Dalam konteks fiqih, ada tingkatan sunnah, dan Doa Iftitah termasuk dalam kategori sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW, sehingga sangat disayangkan jika ditinggalkan tanpa alasan yang syar'i.
Kesunahan Doa Iftitah berlaku baik dalam sholat fardhu maupun sholat sunnah, khususnya bagi imam dan makmum yang tidak khawatir tertinggal bacaan imam atau sholat jamaah. Bagi orang yang sholat sendirian, tentu sangat ditekankan untuk membacanya, karena tidak ada kekhawatiran untuk mendahului imam atau tertinggal bacaan.
Dalil-dalil yang menunjukkan kesunahan Doa Iftitah sangat banyak dan bersumber dari hadits-hadits shahih yang menceritakan bagaimana Rasulullah SAW memulai sholatnya setelah takbiratul ihram. Beliau tidak langsung membaca Al-Fatihah, melainkan membaca doa-doa tertentu yang kini kita kenal sebagai Doa Iftitah. Kebiasaan Nabi ini menjadi hujjah kuat akan kesunahannya.
Sebagai contoh, Imam Nawawi, seorang ulama besar dari madzhab Syafi'i, dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab menyatakan, "Mazhab kami (Syafi'i) dan mazhab mayoritas ulama salaf dan khalaf (seperti Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad, dan lainnya) berpendapat bahwa doa iftitah itu sunnah." Beliau menambahkan bahwa tidak ada kewajiban untuk membacanya, namun meninggalkannya berarti kehilangan pahala sunnah yang besar dan keutamaan yang terkandung di dalamnya.
Meskipun sunnah muakkadah, terdapat beberapa kondisi khusus yang menjadi pengecualian, di mana Doa Iftitah tidak disunnahkan untuk dibaca atau disunnahkan untuk ditinggalkan:
Kesimpulannya, Doa Iftitah adalah amalan yang sangat dianjurkan untuk mendulang pahala, menambah keberkahan, dan menyempurnakan sholat. Kita dianjurkan untuk senantiasa melaksanakannya kecuali ada penghalang syar'i sebagaimana yang telah dijelaskan. Dengan mengamalkannya, kita menunjukkan penghormatan kita kepada sunnah Nabi SAW dan memperkaya pengalaman spiritual dalam ibadah.
Salah satu kekayaan khazanah Islam adalah adanya beragam riwayat Doa Iftitah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diamalkan oleh para sahabat. Ini menunjukkan keluwesan dalam beribadah dan memungkinkan setiap muslim memilih versi yang paling dihafal, paling dipahami maknanya, atau yang paling menyentuh hatinya. Namun, yang paling penting adalah memastikan versi yang dipilih adalah shahih (autentik) dari Nabi SAW. Berganti-ganti versi Doa Iftitah dari waktu ke waktu juga merupakan sunnah, karena ini berarti mengamalkan seluruh ajaran Nabi SAW dan memperkaya pengalaman spiritual dalam sholat. Berikut adalah beberapa versi Doa Iftitah yang paling sering diamalkan dan diriwayatkan secara shahih:
Ini adalah versi yang paling dikenal dan banyak diajarkan di Indonesia, serta diamalkan oleh mayoritas kaum muslimin, khususnya yang mengikuti madzhab Syafi'i. Doa ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA dan juga dari Jabir bin Abdullah RA.
Penjelasan Singkat: Doa ini dimulai dengan pengagungan Allah (takbir), dilanjutkan dengan pujian (tahmid) yang berlimpah, dan pensucian (tasbih) di setiap waktu. Kemudian, seorang hamba menyatakan pengarahan total dirinya kepada Sang Pencipta alam semesta, menjauhkan diri dari syirik, dan menegaskan bahwa seluruh aspek kehidupannya – sholatnya, ibadahnya, kehidupannya, dan kematiannya – dipersembahkan hanya untuk Allah, Rabb semesta alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Ini adalah deklarasi tauhid yang kuat di awal ibadah.
Versi ini diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA dan juga Aisyah RA, serta diamalkan oleh sebagian ulama, khususnya dalam madzhab Hanafi dan Hanbali. Doa ini lebih ringkas namun padat makna, fokus pada pengagungan dan pensucian Allah.
Penjelasan Singkat: Doa ini fokus pada tasbih (menyucikan Allah dari segala kekurangan), tahmid (memuji-Nya atas segala kesempurnaan), pengakuan akan keberkahan nama-Nya yang penuh rahmat dan hikmah, serta pengakuan akan keagungan-Nya yang Maha Tinggi. Diakhiri dengan penegasan tauhid yang fundamental, yaitu tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah SWT. Ini adalah fondasi utama akidah yang ditekankan di awal sholat.
Versi ini sedikit lebih panjang dan mengandung permohonan perlindungan dari setan. Dalam beberapa riwayat, bagian kedua ini dianggap sebagai ta'awwudz yang langsung mengikuti doa iftitah yang lebih singkat. Meskipun demikian, ia tetap sering disebut dalam konteks permulaan sholat.
Penjelasan Singkat: Doa ini menggabungkan pengagungan Allah (seperti versi Umar) dengan permohonan perlindungan dari setan. Perincian "hamzihi, wa nafkhihi, wa nafatsihi" menunjukkan kesadaran Nabi SAW akan berbagai bentuk gangguan setan yang dapat merusak iman dan kekhusyukan ibadah. Hamz merujuk pada bisikan atau godaan yang membuat seseorang marah atau lupa. Nafkh adalah hembusan yang menimbulkan kesombongan. Sedangkan nafats adalah tiupan yang bisa menyebabkan sihir atau perkataan kotor. Dengan berlindung dari semua ini, seorang hamba mempersiapkan dirinya untuk ibadah yang bersih dari campur tangan setan.
Doa ini diriwayatkan dari Aisyah RA, di mana Nabi SAW biasa membacanya terutama dalam sholat malam (qiyamul lail). Namun, para ulama juga memperbolehkan membacanya dalam sholat fardhu, mengingat keumuman sunnah dan kandungan doanya yang sangat mendalam dan komprehensif.
Penjelasan Singkat: Doa ini dimulai dengan memanggil Allah dengan menyebutkan nama-nama malaikat agung (Jibril sebagai pembawa wahyu, Mikail sebagai pembawa rezeki/hujan, dan Israfil sebagai peniup sangkakala hari kiamat) yang memiliki peran penting dalam tatanan alam semesta. Ini menunjukkan pengakuan akan kekuasaan Allah yang mencakup segala aspek kehidupan dan alam ghaib. Kemudian diikuti dengan pujian kepada Allah sebagai Pencipta dan Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan yang nyata. Bagian terpenting adalah permohonan petunjuk kepada kebenaran di tengah perselisihan, sebuah doa yang sangat relevan bagi umat Islam yang mencari kejelasan dalam masalah agama dan kehidupan. Ini adalah doa yang menunjukkan kerendahan hati seorang hamba di hadapan ilmu Allah yang tak terbatas.
Ibnu Abbas RA menceritakan bahwa Nabi SAW jika berdiri sholat malam, beliau mengucapkan doa ini setelah takbiratul ihram. Doa ini adalah salah satu versi Doa Iftitah yang paling panjang dan komprehensif, mencakup banyak aspek tauhid, iman, dan permohonan ampunan.
Penjelasan Singkat: Doa ini adalah deklarasi keimanan yang sangat mendalam dan menyeluruh. Dimulai dengan tiga kali pujian kepada Allah sebagai cahaya, pengatur, dan Tuhan seluruh alam semesta, baik di langit maupun di bumi. Kemudian, doa ini menegaskan enam pilar kebenaran dalam akidah Islam: Allah, janji-Nya, firman-Nya (Al-Qur'an), pertemuan dengan-Nya (di akhirat), surga, neraka, dan hari kiamat. Selanjutnya, seorang hamba menyatakan totalitas penyerahan diri (Islam), keimanan (Iman), tawakal, tobat (inabah), dan penyerahan segala urusan hukum dan perdebatan kepada Allah. Diakhiri dengan permohonan ampunan atas segala jenis dosa (yang telah lalu, akan datang, tersembunyi, maupun terang-terangan) dan penegasan tauhid yang tak tergoyahkan. Meskipun sering digunakan dalam qiyamul lail karena panjangnya, tidak ada larangan syar'i untuk mengamalkannya dalam sholat fardhu, terutama bagi yang mampu menghafal dan merenungkan maknanya.
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika takbiratul ihram, beliau diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah. Lalu Abu Hurairah bertanya, "Ya Rasulullah, demi bapak dan ibuku, apa yang engkau baca saat diam antara takbir dan bacaan?" Beliau menjawab dengan doa ini. Doa ini berfokus pada permohonan ampunan dan penyucian diri dari dosa-dosa.
Penjelasan Singkat: Doa ini adalah manifestasi kerendahan hati seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya dan sangat mengharapkan ampunan serta penyucian dari Allah SWT. Dengan perumpamaan jarak timur dan barat, ia memohon agar dosa-dosanya dijauhkan sejauh-jauhnya. Dengan perumpamaan pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran, ia berharap disucikan dari noda dosa hingga bersih tak bernoda. Dan dengan perumpamaan air, salju, serta embun, ia memohon agar Allah membersihkan dosa-dosanya dengan cara yang paling murni dan menyegarkan jiwa. Ini adalah doa yang sangat indah dan sarat makna tentang pengakuan akan kefanaan diri dan kebutuhan mutlak akan ampunan Ilahi, mempersiapkan diri untuk munajat yang lebih serius kepada Allah dengan hati yang bersih.
Penting untuk diingat: Seorang muslim disunnahkan untuk membaca salah satu dari doa-doa iftitah yang shahih ini. Tidak harus membaca semuanya dalam satu sholat, dan juga tidak harus terpaku pada satu versi saja seumur hidup. Justru, berganti-ganti versi Doa Iftitah dari waktu ke waktu adalah sunnah, karena ini berarti mengamalkan seluruh ajaran Nabi SAW, menghidupkan berbagai sunnah beliau, dan mendapatkan manfaat dari kekayaan makna yang terkandung dalam setiap doa. Pemilihan doa bisa disesuaikan dengan kemampuan hafalan, kebutuhan spiritual, atau keinginan untuk mengamalkan sunnah secara menyeluruh.
Doa Iftitah memiliki waktu dan posisi yang spesifik dalam rangkaian sholat, yang perlu dipahami agar amalan ini menjadi sempurna sesuai sunnah Rasulullah SAW. Pelaksanaan yang tepat waktu dan posisi tidak hanya memastikan keabsahan sholat (meskipun hukumnya sunnah), tetapi juga memaksimalkan pahala dan kekhusyukan. Waktu dan posisinya adalah sebagai berikut:
Alur Lengkap Rakaat Pertama (bagi yang sholat sendiri atau imam):
Pemahaman akan urutan ini membantu menjaga tartil (urutan) sholat yang benar sesuai sunnah Nabi SAW, serta memastikan setiap bagian sholat dilaksanakan dengan sempurna dan penuh kesadaran.
Meskipun hukumnya sunnah, Doa Iftitah bukanlah sekadar pelengkap tanpa makna. Di balik setiap lafazhnya terkandung hikmah dan manfaat yang besar, baik secara spiritual maupun praktis, yang dapat meningkatkan kualitas sholat seorang hamba. Mengamalkan Doa Iftitah dengan penghayatan adalah investasi spiritual yang akan berbuah pahala besar dan kekhusyukan yang mendalam. Berikut beberapa hikmah dan manfaat tersebut:
Doa Iftitah adalah pembuka yang indah untuk memulai percakapan dengan Allah SWT. Kebanyakan versinya dimulai dengan pujian, tasbih, dan tahmid kepada Allah. Ini adalah adab yang mulia ketika kita akan berbicara dengan Dzat Yang Maha Agung dan Maha Pencipta. Layaknya seseorang yang hendak menghadap raja atau penguasa, ia akan memulai dengan memuji keagungan dan kekuasaan raja tersebut. Demikian pula seorang hamba yang hendak bermunajat kepada Raja Diraja, Allah SWT, memulai sholatnya dengan memuji, mensucikan, dan mengagungkan-Nya. Dengan memulai sholat dengan pujian, hati akan lebih siap untuk menerima kehadiran Ilahi dan lebih khusyuk dalam sholat.
Misalnya, dalam doa "Allahu Akbar Kabira...", kita langsung menyatakan kebesaran Allah yang tak terbatas. Dalam doa "Subhanakallahumma...", kita menyucikan Allah dari segala kekurangan dan memuji-Nya atas kesempurnaan-Nya. Ini adalah bentuk pengakuan tulus akan keesaan dan kesempurnaan-Nya, yang secara otomatis membuka pintu hati untuk koneksi spiritual yang lebih dalam dan mengarahkan seluruh jiwa raga kepada-Nya.
Setelah takbiratul ihram, ada jeda singkat sebelum Al-Fatihah. Jeda ini diisi dengan Doa Iftitah yang berfungsi untuk mengalihkan pikiran dari hiruk pikuk duniawi dan memusatkannya sepenuhnya pada Allah. Doa ini membantu seorang muslim untuk "menyalakan" kesadaran bahwa ia sedang berdiri di hadapan Tuhannya, sehingga menguatkan niat dan meningkatkan fokus ibadah sejak awal. Ini adalah semacam "pemanasan" mental dan spiritual.
Dengan membaca doa-doa yang mengagungkan Allah dan menyatakan ketundukan, seorang hamba diingatkan kembali akan tujuan utama sholatnya, yaitu beribadah hanya kepada-Nya semata. Ini sangat membantu dalam menghadapi gangguan pikiran atau bisikan setan yang seringkali muncul di awal sholat, mengalihkan perhatian dari tujuan utama ibadah.
Beberapa versi Doa Iftitah, khususnya versi yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib (yang populer di madzhab Syafi'i), secara eksplisit mengandung penegasan tauhid (keesaan Allah) dan penolakan terhadap syirik (menyekutukan Allah). Ini adalah fondasi utama agama Islam yang terus dikukuhkan dalam setiap sholat.
Lafazh ini adalah deklarasi kuat tentang keimanan yang murni. Dengan mengucapkannya, seorang muslim menegaskan kembali komitmennya kepada Allah semata, membersihkan jiwanya dari segala bentuk kemusyrikan, dan memfokuskan seluruh eksistensinya – dari ibadah hingga kehidupan dan kematian – untuk Allah. Ini adalah fondasi iman yang dikukuhkan di awal setiap sholat, memberikan kekuatan batin dan kejelasan tujuan hidup.
Beberapa versi lain, seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, berfokus pada permohonan ampunan dan penyucian diri dari dosa-dosa. Ini menunjukkan kesadaran akan kefanaan diri dan kebutuhan akan rahmat serta ampunan Allah.
Doa ini adalah pengakuan akan kelemahan dan dosa-dosa diri, serta harapan yang tulus akan maghfirah (ampunan) Allah. Dengan memohon agar dosa-dosa dijauhkan seperti timur dan barat, dibersihkan seperti pakaian putih yang suci, dan disucikan dengan air, salju, dan embun (simbol kesucian dan kebersihan), seorang hamba berusaha untuk memulai sholat dalam keadaan yang paling bersih dan suci di hadapan Tuhannya. Ini mempersiapkan jiwa untuk bacaan-bacaan Al-Qur'an berikutnya dengan hati yang lebih bersih, ringan, dan penuh harapan.
Mengamalkan Doa Iftitah adalah bentuk nyata dari ittiba' (mengikuti jejak) Rasulullah SAW. Beliau sendiri membacanya dan mengajarkannya kepada para sahabatnya. Dengan mengamalkannya, seorang muslim tidak hanya meraih pahala sunnah, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta, ketaatan, dan penghormatan kepada Nabi, serta mendekatkan diri pada kesempurnaan ibadah sebagaimana yang dicontohkan beliau. Setiap amalan sunnah yang dilakukan dengan kesadaran bahwa itu adalah ajaran Nabi akan menambah keberkahan, mengangkat derajat, dan meningkatkan kualitas spiritual ibadah kita.
Membaca Doa Iftitah dengan penghayatan makna dapat menenangkan hati dan pikiran yang mungkin masih dipenuhi urusan duniawi. Kata-kata pujian, pengagungan, dan permohonan ampunan membawa kedamaian dan kesadaran akan kebesaran Allah. Ini sangat membantu menghilangkan kegelisahan, gangguan pikiran, dan bisikan setan yang mungkin muncul di awal sholat, sehingga memungkinkan sholat yang lebih khusyuk dari awal hingga akhir. Semakin dalam penghayatan terhadap setiap lafazh doa, semakin besar pula kekhusyukan dan ketenangan batin yang akan diraih, mengubah sholat menjadi momen istirahat bagi jiwa.
Dengan mempelajari berbagai versi Doa Iftitah, seorang muslim akan memperkaya perbendaharaan doa-doa yang diajarkan Nabi SAW. Ini juga meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, khususnya dalam aspek tauhid, sifat-sifat Allah, permohonan ampunan, dan pengagungan Allah. Semakin banyak doa yang dihafal dan dipahami maknanya, semakin bervariasi pula munajat kita kepada Allah, dan semakin kuat koneksi spiritual kita. Ini adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan yang terintegrasi dalam ibadah harian.
Secara keseluruhan, Doa Iftitah adalah permata dalam rangkaian sholat, sebuah kesempatan berharga untuk memulai ibadah dengan cara terbaik, membersihkan hati, menegaskan iman, dan menata fokus sebelum melangkah ke bacaan Al-Fatihah yang merupakan inti sholat. Janganlah kita meremehkan amalan sunnah ini, karena di dalamnya terkandung keberkahan dan pahala yang besar, serta menjadi penentu kualitas seluruh sholat kita.
Dalam Islam, terdapat empat madzhab fiqih utama yang diakui dan diikuti oleh mayoritas umat Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Meskipun ada kesepakatan umum tentang kesunahan Doa Iftitah, setiap madzhab memiliki preferensi atau rekomendasi mengenai versi Doa Iftitah mana yang sebaiknya dibaca, berdasarkan pemahaman mereka terhadap riwayat-riwayat hadits dan interpretasi ulama mereka. Perbedaan ini adalah bagian dari keluasan dan rahmat syariat Islam, menunjukkan bahwa ada lebih dari satu cara yang benar dalam mengamalkan sunnah.
Para ulama Hanafiyah umumnya menganjurkan Doa Iftitah versi "Subhanakallahumma wa bihamdika..." (doa dari Umar bin Khattab RA) atau yang mirip dengannya. Mereka berpegang pada riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi SAW dan para sahabat, termasuk Umar RA, sering membaca doa ini. Versi ini dianggap paling sesuai untuk sholat fardhu.
Mereka berpendapat bahwa doa ini adalah yang paling shahih dan jelas dalam konteks sholat fardhu. Dalam madzhab Hanafi, Doa Iftitah dibaca secara rahasia (sirr) setelah takbiratul ihram, baik oleh imam, makmum, maupun orang yang sholat sendiri. Ini untuk menjaga agar pembukaan sholat tetap tenang dan tidak mengganggu kekhusyukan jamaah.
Madzhab Maliki memiliki pandangan yang sedikit berbeda dibandingkan madzhab lainnya. Mereka cenderung tidak menganjurkan membaca Doa Iftitah secara umum dalam sholat fardhu. Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa yang utama adalah langsung membaca ta'awwudz kemudian Al-Fatihah setelah takbiratul ihram. Dasar pandangan ini adalah bahwa Nabi SAW terkadang tidak membaca doa iftitah, dan sebagian riwayat menyebutkan bahwa beliau langsung memulai dengan Al-Fatihah. Selain itu, mereka juga berpegang pada prinsip kemudahan dan menghindari penambahan yang tidak esensial dalam sholat fardhu.
Namun, mereka tidak melarang jika ada yang membacanya, terutama dalam sholat sunnah atau sholat malam, dengan syarat tidak mengeraskan suara (dibaca sirr) dan tidak terlalu memanjangkannya hingga dikhawatirkan mengganggu kekhusyukan atau memberatkan makmum (jika sholat berjamaah). Meskipun demikian, sebagian ulama Malikiyah yang belakangan membolehkan Doa Iftitah secara umum jika tidak ada hadits yang secara eksplisit melarangnya, dan menganggapnya sebagai bentuk zikir yang baik di awal sholat.
Madzhab Syafi'i sangat menganjurkan membaca Doa Iftitah. Bagi mereka, ini adalah sunnah muakkadah yang sangat ditekankan. Versi yang paling populer dan direkomendasikan adalah versi dari Ali bin Abi Thalib RA, yang dimulai dengan "Allahu Akbar Kabira...".
Ulama Syafi'iyah berpegang pada hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi SAW membaca doa ini dan menganggapnya sebagai permulaan sholat yang paling sempurna. Bagi madzhab Syafi'i, Doa Iftitah adalah sunnah muakkadah yang sangat ditekankan, baik untuk imam, makmum (selama tidak khawatir tertinggal bacaan imam), maupun orang yang sholat sendirian. Mereka juga membolehkan membaca versi lainnya asalkan shahih, dan bahkan dianjurkan untuk berganti-ganti versi untuk mengamalkan seluruh sunnah Nabi SAW dan memperkaya pengalaman spiritual.
Madzhab Hanbali juga menganjurkan Doa Iftitah. Rekomendasi utama mereka adalah versi "Subhanakallahumma wa bihamdika..." (sama seperti madzhab Hanafi). Mereka menganggap doa ini sebagai yang paling utama dan afdhal untuk dibaca di awal sholat, berdasarkan hadits-hadits yang mendukungnya.
Selain itu, madzhab Hanbali juga sangat fleksibel dan membolehkan serta menganjurkan versi doa iftitah lainnya yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW, termasuk versi yang lebih panjang seperti doa permohonan ampunan dari Abu Hurairah. Mereka berpendapat bahwa seorang muslim hendaknya memilih salah satu dari doa-doa yang shahih tersebut dan membacanya secara rutin, dan mengganti-gantinya juga merupakan sunnah. Dalam madzhab ini, Doa Iftitah juga dibaca secara sirr.
Kesimpulan tentang Perbedaan Madzhab:
Perbedaan pandangan antar madzhab ini menunjukkan keluasan dalam ibadah Islam. Intinya adalah bahwa membaca Doa Iftitah adalah sunnah yang dianjurkan oleh mayoritas ulama, meskipun ada sedikit perbedaan dalam penekanan atau versi yang direkomendasikan. Tidak ada paksaan untuk mengikuti satu madzhab saja dalam hal ini. Seorang muslim dapat memilih versi Doa Iftitah yang paling ia sukai, paling ia hafal, atau paling ia pahami maknanya, asalkan versi tersebut berasal dari riwayat yang shahih dari Nabi Muhammad SAW. Yang terpenting adalah konsisten dalam mengamalkan sunnah ini untuk meraih pahala dan kesempurnaan sholat.
Mengganti-ganti versi Doa Iftitah yang shahih dari waktu ke waktu justru merupakan amalan yang sangat baik, karena itu berarti menghidupkan berbagai sunnah Nabi SAW dan mendapatkan manfaat dari beragam kandungan doanya. Ini juga mencegah terjadinya kejenuhan dan membantu memperbarui kekhusyukan dalam setiap sholat.
Setelah mengkaji berbagai aspek Doa Iftitah, mulai dari hukum, versi-versi shahih, hingga hikmah di baliknya, menjadi jelas bahwa amalan ini jauh lebih dari sekadar deretan kata-kata yang diucapkan di awal sholat. Ia adalah sebuah manifestasi keimanan yang mendalam, sebuah jembatan spiritual yang kokoh yang menghubungkan hamba dengan Penciptanya. Setiap lafazhnya mengandung hikmah, pelajaran, dan penguatan akidah yang luar biasa, membentuk karakter spiritual seorang muslim sejak awal ibadah.
Salah satu tujuan utama Doa Iftitah adalah membantu seorang muslim menghadirkan hatinya sepenuhnya dalam sholat. Dalam kehidupan modern yang serba cepat, penuh tuntutan, dan beragam distraksi, menjaga kekhusyukan dalam sholat seringkali menjadi tantangan besar. Pikiran cenderung melayang ke urusan duniawi, bahkan saat sedang berdiri di hadapan Allah.
Doa Iftitah, dengan pujian dan permohonannya yang mendalam, berperan sebagai "pemanas" spiritual dan "penyaring" mental. Ia membersihkan pikiran dari keruwetan dunia dan mempersiapkan jiwa untuk fokus sepenuhnya pada Allah. Bayangkan seseorang yang buru-buru masuk sholat tanpa jeda mental. Pikirannya mungkin masih dipenuhi urusan pekerjaan, keluarga, atau media sosial. Namun, dengan meluangkan waktu sejenak untuk merenungkan makna "Allahu Akbar Kabira..." atau "Subhanakallahumma...", ia secara sadar mengalihkan fokusnya dari dunia fana kepada Dzat Yang Kekal. Ini adalah latihan mental dan spiritual yang esensial untuk mencapai sholat yang berkualitas, di mana hati, pikiran, dan tubuh bersatu dalam ibadah.
Berbagai versi Doa Iftitah adalah ringkasan pelajaran akidah (keyakinan) dan tauhid (pengesaan Allah) yang fundamental dalam Islam. Dengan membaca dan memahami doa-doa ini setiap hari, seorang muslim secara tidak langsung terus mengulang dan menguatkan pondasi keimanannya. Ini adalah pendidikan akidah yang berlangsung secara berkesinambungan dalam ibadah harian. Misalnya, kita belajar tentang:
Dengan demikian, Doa Iftitah bukan hanya sekadar doa, tetapi juga dzikir yang kaya akan pengajaran akidah, membimbing hati menuju pemahaman yang lebih dalam tentang Tuhan dan hakikat keberadaan.
Kehadiran berbagai versi Doa Iftitah juga mengajarkan kita tentang keluasan dan keindahan sunnah Nabi SAW. Beliau tidak terpaku pada satu doa saja, melainkan mengajarkan dan mengamalkan beberapa versi yang berbeda. Ini adalah rahmat dan kemudahan bagi umat, memberikan pilihan dan fleksibilitas dalam beribadah sesuai dengan kondisi dan preferensi masing-masing.
Bagi kita, ini adalah dorongan untuk tidak terpaku pada satu versi saja, melainkan berusaha mempelajari dan mengamalkan beberapa versi secara bergantian. Dengan demikian, kita menghidupkan seluruh sunnah Nabi dan mendapatkan manfaat dari kekayaan makna yang terkandung dalam setiap doa. Ini juga menjauhkan kita dari sikap fanatisme terhadap satu pendapat atau satu versi doa semata, serta membuka pikiran terhadap khazanah ilmu Islam yang luas.
Membaca Doa Iftitah bukan hanya sekadar melafazhkan kata-kata. Kualitas ibadah akan meningkat berkali lipat jika kita membaca dengan refleksi dan tadabbur (perenungan mendalam) terhadap makna yang terkandung di dalamnya. Saat kita mengatakan "Allahu Akbar Kabira," apakah hati kita benar-benar merasakan kebesaran Allah yang tak terbatas di atas segalanya? Saat kita memohon ampunan, apakah kita sungguh-sungguh merasa hina di hadapan dosa-dosa kita dan berharap tulus pada pengampunan-Nya?
Meluangkan waktu sejenak untuk meresapi makna setiap lafazh akan mengubah pengalaman sholat dari rutinitas fisik menjadi munajat spiritual yang hidup dan bermakna. Tadabbur adalah kunci untuk mencapai kekhusyukan sejati dalam sholat, menjadikan setiap gerakan dan bacaan sebagai dialog intim dengan Allah SWT.
Meskipun Doa Iftitah adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak manfaat, beberapa kesalahan umum sering terjadi dalam praktiknya, baik karena ketidaktahuan maupun karena kelalaian. Menyadari dan menghindari kesalahan-kesalahan ini akan membantu menyempurnakan ibadah sholat kita dan memastikan kita mendapatkan pahala yang maksimal dari sunnah Nabi SAW.
Menyadari dan memperbaiki kesalahan-kesalahan ini akan membantu kita melaksanakan sholat dengan lebih baik, lebih sesuai sunnah, dan lebih khusyuk. Dengan demikian, ibadah sholat kita akan lebih berkualitas dan diterima di sisi Allah SWT.
Doa Iftitah adalah salah satu mutiara sunnah Nabi Muhammad SAW yang sering terlewatkan atau kurang dihargai dalam praktik sholat sehari-hari. Padahal, di dalamnya terkandung kekayaan makna, pengajaran akidah yang mendalam, dan hikmah spiritual yang luar biasa. Ia adalah gerbang pembuka yang agung menuju munajat yang lebih dalam, sebuah persiapan hati dan jiwa yang esensial sebelum seorang hamba bersua dengan Rabb-nya melalui bacaan Al-Fatihah dan ayat-ayat suci Al-Qur'an lainnya.
Memahami dan mengamalkan Doa Iftitah bukan hanya tentang memenuhi checklist sunnah, tetapi juga tentang memperkaya pengalaman spiritual kita dalam sholat. Dengan memulai sholat menggunakan doa ini, kita secara sadar mengukuhkan niat kita, membersihkan hati dari gangguan duniawi, memuji dan mengagungkan Allah SWT dengan setulus-tulusnya, serta memohon ampunan dan petunjuk-Nya. Ini adalah fondasi yang kokoh untuk membangun kekhusyukan dan kesadaran akan kehadiran Ilahi sepanjang sholat.
Mari kita tingkatkan kualitas sholat kita dengan menghidupkan kembali sunnah Doa Iftitah ini. Luangkan waktu untuk menghafal salah satu atau beberapa versinya yang shahih, pahami maknanya dengan sungguh-sungguh, dan renungkanlah setiap lafazh yang kita ucapkan saat berdiri di hadapan Allah. Biarkan hati kita terhubung dengan setiap pujian dan permohonan yang kita panjatkan. Dengan demikian, sholat kita tidak hanya menjadi rutinitas fisik semata, tetapi sebuah pengalaman spiritual yang mendalam, penuh kekhusyukan, dan semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufik dan hidayah kepada kita untuk mengamalkan seluruh ajaran-Nya dan sunnah Nabi-Nya dengan sebaik-baiknya. Semoga Dia menjadikan sholat kita sebagai penyejuk mata, penenang jiwa, dan sarana untuk meraih kedekatan serta ridha-Nya di dunia dan di akhirat kelak. Amin ya Rabbal 'alamin.