Ilustrasi: Transportasi material oleh angin.
Batuan sedimen aeris, atau sering juga disebut sebagai batuan eolian, merupakan jenis batuan sedimen yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh aktivitas angin. Kata "aeris" sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti "udara". Berbeda dengan batuan sedimen klastik lainnya yang mayoritas diangkut oleh air (fluvial) atau es (glasial), material penyusun batuan ini telah mengalami proses transportasi, pengendapan, dan litifikasi (pemadatan) melalui media udara. Pemahaman mengenai batuan sedimen aeris sangat penting karena ia memberikan catatan geologis tentang kondisi iklim dan lingkungan purba, khususnya daerah yang kering atau semi-kering.
Proses utama dalam pembentukan batuan sedimen aeris melibatkan tiga tahapan: pelapukan, erosi/transportasi, dan sedimentasi/litifikasi. Angin bertindak sebagai agen utama dalam proses ini. Angin memiliki energi yang cukup untuk mengangkat dan memindahkan partikel batuan yang ukurannya umumnya berkisar antara debu hingga pasir halus.
Transportasi oleh angin dapat terjadi melalui tiga mekanisme utama: suspensi, saltasi, dan peluncuran (creeping/traction). Partikel debu yang sangat halus dapat terbawa dalam suspensi selama ribuan kilometer, membentuk lapisan debu tebal yang dikenal sebagai loess. Sementara itu, partikel pasir cenderung mengalami saltasi, yaitu melompat-lompat pendek di permukaan tanah. Proses transportasi ini juga menyebabkan sortasi material yang sangat baik; angin cenderung hanya memindahkan material dengan ukuran dan kepadatan yang seragam, meninggalkan material yang lebih kasar.
Ketika energi angin menurun—misalnya ketika angin terhalang oleh vegetasi, pegunungan, atau perubahan topografi—material yang dibawa akan terendapkan. Endapan yang dihasilkan dari proses ini membentuk struktur-struktur khas. Salah satu endapan aeris yang paling masif dan signifikan secara global adalah Loess. Loess adalah sedimen debu berwarna kuning pucat yang tidak terlapisi (unstratified) dan memiliki porositas tinggi. Ketika terlitifikasi, loess dapat membentuk batuan yang disebut Batupasir Loess.
Selain loess, endapan pasir yang terakumulasi oleh angin membentuk bukit pasir atau gumuk pasir (sand dunes). Gumuk pasir dapat beralih menjadi batupasir eolian (eolian sandstone) melalui proses diagenesis. Batupasir eolian sering menunjukkan pola perlapisan silang (cross-bedding) yang curam dan unik, yang merupakan ciri khas dari pergerakan permukaan bukit pasir yang terus-menerus.
Untuk mengidentifikasi batuan sedimen aeris di lapangan, beberapa karakteristik tekstur dan struktur sangat membantu. Batuan yang berasal dari endapan aeolian biasanya menunjukkan tingkat pemilahan (sorting) yang sangat baik, artinya ukuran butirannya relatif seragam.
Perbedaan mendasar antara batuan sedimen aeris dengan batuan sedimen akuatik (berasal dari air) atau glasial (berasal dari es) terletak pada arsitektur sedimennya. Batuan fluvial cenderung menunjukkan perlapisan horizontal yang lebih baik dan menunjukkan tanda-tanda pergerakan air yang berulang. Sementara itu, endapan glasial sering kali tidak terpilah (poorly sorted) dan mengandung material dari berbagai ukuran, dari lempung hingga bongkah besar (till). Sebaliknya, batuan aeolian menunjukkan struktur yang lebih dinamis, yaitu perlapisan silang yang tebal dan curam, merekam sejarah pergerakan massa pasir di bawah pengaruh angin yang konstan.
Studi tentang paleoklimatologi sangat bergantung pada singkapan batuan sedimen aeris. Misalnya, tebalnya lapisan loess di berbagai belahan dunia sering dikorelasikan dengan periode glasial ketika iklim menjadi lebih kering dan angin lebih kuat, memungkinkan transportasi debu dalam skala besar melintasi benua. Batuan ini menjadi jendela penting untuk merekonstruksi kondisi lingkungan geologis di masa lampau, khususnya di wilayah gurun kuno atau stepa yang luas.