Simbol Buku dan Cahaya, Melambangkan Ilmu dan Petunjuk Ilahi

Surat Al-Kahfi: Bacaan, Latin, dan Keutamaannya

Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat mulia dalam Al-Qur'an, menempati urutan ke-18. Surat Makkiyah ini terdiri dari 110 ayat dan dinamakan "Al-Kahfi" yang berarti "Gua", merujuk pada kisah Ashabul Kahfi (Para Penghuni Gua) yang menjadi salah satu inti pelajarannya. Lebih dari sekadar kumpulan kisah, surat ini adalah sebuah permata kebijaksanaan yang memberikan panduan bagi umat manusia dalam menghadapi berbagai fitnah (ujian) kehidupan, terutama di akhir zaman.

Kandungan Surat Al-Kahfi sangat kaya, mencakup empat kisah utama yang sarat makna dan pelajaran: kisah Ashabul Kahfi, kisah pemilik dua kebun, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, serta kisah Dzulqarnain. Keempat kisah ini saling terkait dalam menyampaikan pesan tentang pentingnya keimanan, kesabaran, kerendahan hati, dan pengetahuan yang hakiki, serta peringatan terhadap fitnah agama, harta, ilmu, dan kekuasaan.

Artikel ini akan membahas secara mendalam keutamaan membaca Surat Al-Kahfi, terutama pada hari Jumat, serta menyajikan teks lengkap bacaan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Selain itu, setiap kisah utama akan diulas secara singkat untuk menyingkap hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik dalam menjalani kehidupan modern.

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi

Membaca Surat Al-Kahfi memiliki banyak keutamaan, terutama jika dibaca pada hari Jumat. Rasulullah ﷺ telah menyampaikan beberapa hadis yang menjelaskan tentang pahala dan manfaat besar bagi siapa saja yang mengamalkan bacaan surat ini.

Penerang di Hari Jumat

Salah satu keutamaan yang paling masyhur adalah hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat, maka akan memancar cahaya baginya di antara dua Jumat." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi, disahihkan oleh Al-Albani)

Cahaya ini dapat diartikan secara harfiah sebagai nur yang akan menerangi jalannya di dunia dan akhirat, atau secara maknawi sebagai petunjuk, hidayah, dan perlindungan dari berbagai kegelapan maksiat dan kebodohan.

Perlindungan dari Fitnah Dajjal

Keutamaan lain yang sangat penting, terutama di akhir zaman, adalah perlindungan dari fitnah Dajjal. Dajjal merupakan ujian terbesar bagi umat manusia sebelum datangnya hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa hafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka dia akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal." (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan, "dari sepuluh ayat terakhir." Ini menunjukkan pentingnya menghafal atau setidaknya memahami dan merenungkan ayat-ayat tersebut, karena di dalamnya terdapat pelajaran berharga yang dapat membentengi diri dari tipu daya Dajjal.

Penghapusan Dosa dan Pengampunan

Beberapa riwayat lain juga menyebutkan keutamaan Surat Al-Kahfi terkait pengampunan dosa. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai derajat hadis-hadis ini, namun secara umum menunjukkan bahwa amalan membaca Al-Qur'an, termasuk Surat Al-Kahfi, adalah jalan menuju ampunan Allah dan peningkatan derajat di sisi-Nya.

Dengan segala keutamaan ini, sudah sepatutnya kita meluangkan waktu untuk membaca dan merenungkan makna Surat Al-Kahfi setiap hari Jumat, atau kapan pun kita memiliki kesempatan. Hal ini tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga membentengi diri kita dengan iman dan hikmah dalam menghadapi ujian hidup.

Empat Kisah Utama dalam Surat Al-Kahfi

Surat Al-Kahfi dikenal karena empat kisah utamanya yang masing-masing mengandung pelajaran mendalam tentang berbagai fitnah yang mungkin dihadapi manusia: fitnah agama (Ashabul Kahfi), fitnah harta (Pemilik Dua Kebun), fitnah ilmu (Nabi Musa dan Nabi Khidir), dan fitnah kekuasaan (Dzulqarnain).

1. Kisah Ashabul Kahfi (Para Penghuni Gua)

Kisah ini merupakan inti dari penamaan surat Al-Kahfi. Ia menceritakan sekelompok pemuda yang hidup di sebuah kerajaan zalim yang memaksa rakyatnya untuk menyembah berhala dan meninggalkan tauhid. Dengan teguh pendirian, mereka menolak untuk tunduk pada perintah raja dan memilih untuk bersembunyi di dalam gua. Mereka berdoa kepada Allah agar diberi petunjuk dan kemudahan dalam urusan mereka.

Allah SWT kemudian menidurkan mereka selama 309 tahun di dalam gua tersebut. Ketika mereka bangun, dunia telah berubah drastis. Raja yang zalim telah digantikan oleh penguasa yang adil, dan penduduk kota telah kembali kepada tauhid. Kisah ini adalah mukjizat yang menunjukkan kekuasaan Allah dan janji-Nya untuk melindungi hamba-hamba-Nya yang beriman dan berpegang teguh pada agama-Nya, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.

Pelajaran dari Kisah Ashabul Kahfi:

2. Kisah Pemilik Dua Kebun

Kisah ini adalah perumpamaan tentang dua orang laki-laki, salah satunya diberi kekayaan melimpah ruah berupa dua kebun anggur yang subur dengan sungai mengalir di bawahnya, sementara yang lain adalah seorang fakir yang beriman. Orang kaya ini, karena kekayaannya, menjadi sombong, kufur nikmat, dan merendahkan temannya yang miskin.

Dia berkata, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikutku lebih kuat." Bahkan dia meragukan hari kiamat dan berpikir bahwa kekayaannya tidak akan pernah sirna. Temannya yang miskin, namun beriman, mengingatkannya akan kekuasaan Allah dan konsekuensi kekufuran. Namun, orang kaya itu tetap angkuh.

Akhirnya, Allah menghancurkan kedua kebunnya dengan azab. Semua buah-buahan dan tanamannya hancur lebur. Orang kaya itu menyesal, tetapi penyesalan itu datang terlambat.

Pelajaran dari Kisah Pemilik Dua Kebun:

3. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Kisah ini menceritakan perjalanan Nabi Musa AS untuk mencari ilmu kepada seorang hamba Allah yang saleh, yang dalam tradisi Islam dikenal sebagai Nabi Khidir. Allah memberikan ilmu khusus kepada Khidir yang tidak diberikan kepada Musa, yaitu ilmu tentang hakikat dan hikmah di balik peristiwa-peristiwa yang tidak tampak secara lahiriah.

Nabi Musa meminta untuk menyertainya dengan syarat tidak boleh bertanya tentang apapun sampai Khidir sendiri yang menjelaskannya. Selama perjalanan, Khidir melakukan tiga tindakan yang secara lahiriah tampak aneh atau salah di mata Nabi Musa:

  1. Melubangi perahu orang miskin.
  2. Membunuh seorang anak laki-laki.
  3. Membangun kembali dinding yang hampir roboh di sebuah desa yang pelit.

Setiap kali Khidir melakukan tindakan tersebut, Nabi Musa tidak dapat menahan diri untuk bertanya, melanggar janjinya. Setelah pertanyaan ketiga, Khidir menjelaskan hikmah di balik setiap perbuatannya:

Pelajaran dari Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir:

4. Kisah Dzulqarnain

Kisah Dzulqarnain menceritakan tentang seorang raja yang saleh dan kuat yang melakukan perjalanan ke tiga arah dunia: barat, timur, dan ke tempat di mana ada dua gunung. Allah memberinya kekuasaan dan sarana untuk menaklukkan bumi.

Di barat, ia menemukan matahari terbenam di laut yang berlumpur hitam, lalu ia bertemu dengan suatu kaum dan diberi pilihan untuk mengazab atau berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain memutuskan untuk menghukum orang zalim dan berbuat baik kepada orang beriman.

Di timur, ia menemukan matahari terbit pada kaum yang belum diberi pakaian pelindung dari teriknya matahari. Ia juga berbuat adil kepada mereka.

Terakhir, ia tiba di antara dua gunung di mana ia bertemu dengan kaum yang mengeluhkan keberadaan Ya'juj dan Ma'juj, yang sering membuat kerusakan di bumi. Kaum itu meminta Dzulqarnain untuk membangun penghalang (tembok) antara mereka dan Ya'juj dan Ma'juj. Dzulqarnain menyetujui, meminta bantuan tenaga dan besi. Dengan kekuasaannya dan bantuan Allah, ia membangun tembok besar dari besi dan tembaga, melindungi mereka dari Ya'juj dan Ma'juj sampai waktu yang ditentukan Allah.

Pelajaran dari Kisah Dzulqarnain:

Kisah-kisah ini, ketika direnungkan, memberikan peta jalan bagi seorang Muslim untuk menavigasi kehidupan yang penuh ujian. Mereka adalah pengingat konstan akan keesaan Allah, kemahakuasaan-Nya, dan pentingnya iman, kesabaran, kerendahan hati, serta keadilan.

Bacaan Surat Al-Kahfi dan Latinnya

Berikut adalah bacaan lengkap Surat Al-Kahfi dalam teks Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan bahasa Indonesia untuk setiap ayatnya. Semoga memudahkan Anda dalam membaca dan memahami maknanya.

Ayat 1-10

١ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ۜ

Al-ḥamdu lillāhillażī anzala ‘alā ‘abdihil-kitāba wa lam yaj’al lahụ ‘iwajā.

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak membuat kebengkokan di dalamnya.

٢ قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

Qayyimal liyunżira ba’san syadīdam mil ladun-hu wa yubasysyiral-mu'minīnallażīna ya’malūnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā.

Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan (manusia) akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan menggembirakan orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.

٣ مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا

Mākiṡīna fīhi abadā.

Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.

٤ وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا

Wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā.

Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."

٥ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا

Mā lahum bihī min ‘ilmiw wa lā li'ābā'ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, in yaqūlūna illā każibā.

Mereka sama sekali tidak mempunyai ilmu tentang itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengucapkan dusta.

٦ فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا

Fa la’allaka bākhi’un nafsaka ‘alā āṡārihim il lam yu'minū bihāżal-ḥadīṡi asafā.

Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati mengikuti di belakang mereka, jika mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).

٧ إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Innā ja’alnā mā ‘alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu ‘amalā.

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.

٨ وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

Wa innā lajā’ilūna mā ‘alaihā ṣa’īdan juruzā.

Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya sebagai tanah yang tandus lagi kering.

٩ أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا

Am ḥasibta anna aṣḥābal-kahfi war-raqīmi kānū min āyātinā ‘ajabā.

Apakah engkau mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kebesaran Kami yang menakjubkan?

١٠ إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

Iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qālū rabbanā ātinā mil ladunka raḥmataw wa hayyi' lanā min amrinā rasyadā.

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."

Ayat 11-20

١١ فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا

Fa ḍarabnā ‘alā āżānihim fil-kahfi sinīna ‘adadā.

Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.

١٢ ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَىٰ لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا

Summa ba’aṡnāhum lina’lama ayyul-ḥizbaini aḥṣā limā labiṡū amadā.

Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua).

١٣ نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

Naḥnu naquṣṣu ‘alaika naba'ahum bil-ḥaqq, innahum fityatun āmanū birabbihim wa zidnāhum hudā.

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.

١٤ وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

Wa rabaṭnā ‘alā qulūbihim iż qāmū fa qālū rabbunā rabbus-samāwāti wal-arḍi lan nad’uwa min dūnihī ilāhan, laqad qulnā iżan syaṭaṭā.

Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak sekali-kali menyembah tuhan selain Dia. Sesungguhnya jika kami berbuat demikian, tentulah kami telah mengucapkan perkataan yang melampaui batas."

١٥ هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

Hā'ulā'i qaumunattakhażū min dūnihī ālihah, lau lā ya'tūna ‘alaihim bisulṭānim bayyin, fa man aẓlamu mimmaniftarā ‘alallāhi każibā.

Kaum kami ini telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah?

١٦ وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا

Wa iżi’tazaltumūhum wa mā ya’budūna illallāha fa'wū ilal-kahfi yansyur lakum rabbukum mir raḥmatihī wa yuhayyi' lakum min amrikum mirfaqā.

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan bagimu tempat yang layak dalam urusanmu.

١٧ وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ۗ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

Wa tarasy-syamsa iżā ṭala’at tazāwaru ‘an kahfihim żātāl-yamīni wa iżā garabat taqriḍuhum żātasy-syimāli wa hum fī fajwatim min-h, żālika min āyātillāh, may yahdillāhu fa huwal-muhtad, wa may yuḍlil fa lan tajida lahū waliyyam mursyidā.

Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila ia terbenam, ia menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

١٨ وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ ۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا

Wa taḥsabuhum ayqāẓaw wa hum ruqūd, wa nuqallibuhum żātāl-yamīni wa żātasy-syimāli wa kalbuhum bāsiṭun żirā’aihi bil-waṣīd, lawiṭṭala’ta ‘alaihim lawallaita minhum firāraw wa lamuli'ta minhum ru’bā.

Dan engkau mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di ambang pintu. Jika kamu melihat mereka, tentu kamu akan lari tunggang-langgang dari mereka, dan (tentu) kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.

١٩ وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

Wa każālika ba’aṡnāhum liyatasā'alū bainahum, qāla qā'ilum minhum kam labiṡtum, qālū labiṡnā yauman au ba’ḍa yaum, qālū rabbukum a’lamu bimā labiṡtum, fab’aṡū aḥadakum biwariqikum hāżihī ilal-madīnati falyanẓur ayyuhā azkā ṭa’āman falya'tikum birizqim min-hu wal-yatawaṭṭaf wa lā yusy’iranna bikum aḥadā.

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka berkata, "Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Mereka (yang lain) berkata, "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat makanan apa yang lebih baik, lalu membawakan sebagiannya untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun."

٢٠ إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا

Innahum iy yaẓharū ‘alaikum yarjumūkum au yu’īdūkum fī millatihim wa lan tufliḥū iżan abadā.

Sesungguhnya jika mereka (penduduk negeri) mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau mengembalikan kamu kepada agama mereka; dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.

Ayat 21-30

٢١ وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا ۖ رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا

Wa każālika a’ṡarnā ‘alaihim liya’lamū anna wa’dallāhi ḥaqquw wa annas-sā’ata lā raiba fīhā, iż yatanāza’ūna bainahum amrahum, fa qālunubnū ‘alaihim bunyānā, rabbuhum a’lamu bihim, qālallażīna galabū ‘alā amrihim lanattakhiżanna ‘alaihim masjidā.

Dan demikianlah Kami perlihatkan (kepada mereka) agar mereka tahu, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa hari Kiamat itu tidak ada keraguan padanya. Ketika itu mereka (penduduk negeri) berselisih tentang urusan mereka. Maka mereka berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka." Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya."

٢٢ سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا

Sayāqūlūna ṡalāṡatur rābi’uhum kalbuhum, wa yaqūlūna khamsatun sādisuhum kalbuhum rajmam bil-gaib, wa yaqūlūna sab’atuw wa ṡāminuhum kalbuhum, qul rabbī a’lamu bi’iddatihim mā ya’lamuhum illā qalīl, fa lā tumāri fīhim illā mirā'an ẓāhirāw wa lā tastafti fīhim min-hum aḥadā.

Mereka (sebagian) akan mengatakan, "(Jumlah mereka) tiga orang, yang keempat adalah anjingnya," dan (sebagian lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) lima orang, yang keenam adalah anjingnya," sebagai terkaan terhadap yang gaib. Dan (sebagian lain lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan lahir saja, dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (kepada siapa pun) di antara mereka.

٢٣ وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا

Wa lā taqūlanna lisyai'in innī fā’ilun żālika gadā.

Dan jangan sekali-kali engkau mengucapkan tentang sesuatu, "Aku pasti melakukannya besok pagi,"

٢٤ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

Illā ay yasyā'allāh, ważkur rabbaka iżā nasīta wa qul ‘asā ay yahdiyanī rabbī li'aqraba min hāżā rasyadā.

kecuali (dengan mengucapkan), "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini."

٢٥ وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا

Wa labiṡū fī kahfihim ṡalāṡa mi'atin sinīna wazdādū tis’ā.

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

٢٦ قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا ۖ لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

Qulillāhu a’lamu bimā labiṡū, lahū gaibus-samāwāti wal-arḍ, abṣir bihī wa asmi’, mā lahum min dūnihī miw waliyyiw wa lā yusyriku fī ḥukmihī aḥadā.

Katakanlah (Muhammad), "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); milik-Nya semua yang gaib di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada bagi mereka seorang penolong pun selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu dalam menetapkan keputusan."

٢٧ وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا

Watlu mā ūḥiya ilaika min kitābi rabbik, lā mubaddila likalimātihī wa lan tajida min dūnihī multaḥadā.

Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan menemukan tempat berlindung selain Dia.

٢٨ وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Waṣbir nafsaka ma’allażīna yad’ūna rabbahum bil-gadāti wal-‘asyiyyi yurīdūna waj-hahū wa lā ta’du ‘aināka ‘anhum turīdu zīnatāl-ḥayātid-dun-yā, wa lā tuṭi’ man agfalnā qalbahu ‘an żikrinā wattaba’a hawāhu wa kāna amruhū furuṭā.

Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.

٢٩ وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

Wa qulil-ḥaqqu mir rabbikum, fa man syā'a falyu'miw wa man syā'a falyakfur, innā a’tadnā liẓ-ẓālimīna nāran aḥāṭa bihim surādiquhā, wa iy yastagīṡū yugāṡū bimā'ing kal-muhli yasywīl-wujūh, bi'saṣy-syarābu wa sā'at murtafaqā.

Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi minum dengan air seperti cairan besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

٣٠ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا

Innal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti innā lā nuḍī’u ajra man aḥsana ‘amalā.

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.

Ayat 31-40

٣١ أُولَٰئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ ۚ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

Ulā'ika lahum jannātu ‘adnin tajrī min taḥtihimul-anhāru yuḥallaina fīhā min asāwira min żahabiw wa yalbāsūna ṡiyāban khuḍram min sundusiw wa istabraqim muttaki'īna fīhā ‘alal-arā'ik, ni’maṡ-ṡawābu wa ḥasunat murtafaqā.

Mereka itulah yang memperoleh Surga ‘Adn, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; di dalam (surga) itu mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah) sebaik-baik balasan dan tempat istirahat yang paling indah.

٣٢ وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا

Waḍrib lahum maṡalar rajulaini ja’alnā li'aḥadihimā jannataini min a’nābiw wa ḥafafnāhumā binakhliw wa ja’alnā bainahumā zar’ā.

Dan buatlah untuk mereka (manusia) suatu perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang (kafir) Kami beri dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara keduanya (kebun itu) Kami buatkan ladang.

٣٣ كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا

Kiltal-jannataini ātat ukulahā wa lam taẓlim min-hu syai'ā, wa fajjarnā khilālahumā naharā.

Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak kurang sedikit pun (hasilnya), dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai.

٣٤ وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا

Wa kāna lahū ṡamar, fa qāla liṣāḥibihī wa huwa yuḥāwiruhū ana akṡaru minka mālaw wa a’azzu nafarā.

Dan dia memiliki harta kekayaan yang banyak. Maka dia berkata kepada temannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengannya, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikutku lebih kuat."

٣٥ وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا

Wa dakhala jannatahū wa huwa ẓālimul linafsihī qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā.

Dan dia memasuki kebunnya dengan zalim terhadap dirinya sendiri; dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,"

٣٦ وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا

Wa mā aẓunnus-sā’ata qā'imataw wa la'ir rudittu ilā rabbī la'ajidanna khairam min-hā munqalabā.

dan aku tidak mengira hari Kiamat itu akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini."

٣٧ قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا

Qāla lahū ṣāḥibuhū wa huwa yuḥāwiruhū akafarta billażī khalaqaka min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma sawwāka rajulā.

Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya ketika bercakap-cakap, "Apakah engkau kufur kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, lalu dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?"

٣٨ لَٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا

Lākinna huwallāhu rabbī wa lā usyriku birabbī aḥadā.

Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku.

٣٩ وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا

Wa lau lā iż dakhalta jannataka qulta mā syā'allāhu lā quwwata illā billāh, in tarani ana aqalla minka mālaw wa waladā.

Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, "Masya Allah, tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." Sekiranya engkau menganggap aku lebih sedikit daripada engkau dalam hal harta dan keturunan,

٤٠ فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا

Fa ‘asā rabbī ay yu'tiyani khairam min jannatika wa yursila ‘alaiḥā ḥusbānam minas-samā'i fa tuṣbiḥa ṣa’īdan zalaqā.

maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberiku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan badai dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin;

Ayat 41-50

٤١ أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا

Au yuṣbiḥa mā'uhā gauran fa lan tastaṭī’a lahū ṭalabā.

atau airnya menjadi kering, sehingga engkau tidak akan dapat menemukannya lagi."

٤٢ وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا

Wa uḥīṭa biṡamarihī fa aṣbaḥa yuqallibu kaffaihi ‘alā mā anfaqa fīhā wa hiya khāwiyatun ‘alā ‘urūsyihā wa yaqūlu yā laitanī lam usyrik birabbī aḥadā.

Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya (para-paranya), lalu dia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya dulu aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku."

٤٣ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا

Wa lam takul lahū fi'atuy yanṣurūnahū min dūnillāhi wa mā kāna muntaṣirā.

Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia pun tidak akan dapat membela dirinya.

٤٤ هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا

Hunālikal-walāyatu lillāhil-ḥaqq, huwa khairun ṡawābaw wa khairun ‘uqbā.

Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah, Tuhan Yang Mahabenar. Dialah (Allah) sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.

٤٥ وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا

Waḍrib lahum maṡalal-ḥayātid-dun-yā kamā'in anzalnāhu minas-samā'i fakhtalaṭa bihī nabātul-arḍi fa'aṣbaḥa hasyīman tażrūhur-riyāḥ, wa kānallāhu ‘alā kulli syai'im muqtadirā.

Dan buatkanlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air hujan yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

٤٦ الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Al-mālu wal-banūna zīnatul-ḥayātid-dun-yā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun ‘inda rabbika ṡawābaw wa khairun amalā.

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang kekal adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

٤٧ وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا

Wa yauma nusayyirul-jibāla wa taral-arḍa bārizataw wa ḥasyarnāhum fa lam nugādir min-hum aḥadā.

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi rata; dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.

٤٨ وَعُرِضُوا عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا

Wa ‘uriḍū ‘alā rabbika ṣaffā, laqad ji'tumūnā kamā khalaqnākum awwala marrah, bal za’amtum allan naj’ala lakum mau’idā.

Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), "Sungguh, kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali. Bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menetapkan waktu (berbangkit) bagimu sedikit pun."

٤٩ وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

Wa wuḍi’al-kitābu fa taral-mujrimīna musyfiqīna mimmā fīhi wa yaqūlūna yā wailatanā māli hāżal-kitābi lā yugādiru ṣagīrataw wa lā kabīratan illā aḥṣāhā, wa wajadū mā ‘amilū ḥāḍirā, wa lā yaẓlimu rabbuka aḥadā.

Dan diletakkanlah Kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa (yang tercatat) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tercatat). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.

٥٠ وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۚ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

Wa iż qulnā lilmalā'ikatisjudū li'ādama fa sajadū illā iblīsa kāna minal-jinni fa fasaqa ‘an amri rabbih, afatattakhizūnuhū wa żurriyyatahū auliyā'a min dūnī wa hum lakum ‘aduww, bi'sa liẓ-ẓālimīna badalā.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.

Ayat 51-60

٥١ مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا

Mā asyhattuhum khalqas-samāwāti wal-arḍi wa lā khalqa anfusihim wa mā kuntu muttakhiżal-muḍillīna ‘aḍudā.

Aku tidak menghadirkan mereka (Iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak sekali-kali menjadikan orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.

٥٢ وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا

Wa yauma yaqūlu nādū syurakā'iyallażīna za’amtum fa da’auhum fa lam yastajībū lahum wa ja’alnā bainahum maubiqā.

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, "Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu sangka itu." Lalu mereka memanggilnya, tetapi sekutu-sekutu itu tidak menyambut panggilan mereka dan Kami adakan di antara mereka tempat kebinasaan (neraka).

٥٣ وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا

Wa ra'al-mujrimūnan-nāra fa ẓannū annahum muwāqi’ūhā wa lam yajidū ‘anhā maṣrifā.

Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka yakin bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling daripadanya.

٥٤ وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا

Wa laqad ṣarrafnā fī hāżal-qur'āni linnāsi min kulli maṡal, wa kānal-insānu akṡara syai'in jadalā.

Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.

٥٥ وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلًا

Wa mā mana’an-nāsa ay yu'minū iż jā'ahumul-hudā wa yastagfirū rabbahum illā an ta'tiyahum sunnatul-awwalīna au ya'tiyahumul-‘ażābu qubulā.

Dan tidak ada yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk datang kepada mereka, dan mereka memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya ketentuan kepada mereka sebagaimana ketentuan kepada orang-orang terdahulu atau datangnya azab atas mereka secara langsung.

٥٦ وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۚ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ ۖ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا

Wa mā nursilul-mursalīna illā mubasysyirīna wa munżirīn, wa yujādilul-lażīna kafarū bil-bāṭili liyudḥiḍū bihil-ḥaqqa wattakhażū āyātī wa mā unżirū huzuwā.

Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan kebenaran, dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa (peringatan) yang diperingatkan kepada mereka sebagai olok-olokan.

٥٧ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا

Wa man aẓlamu mimman żukkira bi'āyāti rabbihī fa a’raḍa ‘anhā wa nasiya mā qaddamat yadāh, innā ja’alnā ‘alā qulūbihim akinnatan ay yafqahūhu wa fī āżānihim waqra, wa in tad’uhum ilal-hudā fa lay yahtadū iżan abadā.

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan di telinga mereka ada penyumbat. Sekalipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.

٥٨ وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ ۚ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا

Wa rabbukal-gafūru żur-raḥmah, lau yu'ākhiżuhum bimā kasabū la’ajjala lahumul-‘ażāb, bal lahum mau’idul lay yajidū min dūnihī mau'ilā.

Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun, memiliki rahmat. Sekiranya Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan siksa bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari-Nya.

٥٩ وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا

Wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamū wa ja’alnā limahlikihim mau’idā.

Dan (penduduk) negeri-negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu untuk kebinasaan mereka.

٦٠ وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا

Wa iż qāla mūsā lifatāhu lā abraḥu ḥattā abluġa majma’al-baḥraini au amḍiya ḥuqubā.

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun."

Ayat 61-70

٦١ فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا

Fa lammā balagā majma’a bainihimā nasiyā ḥūtahumā fattakhaża sabīlahū fil-baḥri sarabā.

Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu ikan itu meluncur menempuh jalannya di laut dengan bebas.

٦٢ فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا

Fa lammā jāwazā qāla lifatāhu ātinā gadā'anā laqad laqīnā min safarinā hāżā naṣabā.

Ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."

٦٣ قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا

Qāla ara'aita iż awainā ilaṣ-ṣakhrati fa innī nasītul-ḥūta wa mā ansānīhu illasy-syaiṭānu an ażkurah, wattakhaża sabīlahū fil-baḥri ‘ajabā.

Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."

٦٤ قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا

Qāla żālika mā kunnā nabġ, fartaddā ‘alā āṡārihimā qaṣaṣā.

Dia (Musa) berkata, "Itulah tempat yang kita cari." Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.

٦٥ فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا

Fa wajadā ‘abdam min ‘ibādinā ātaināhu raḥmatam min ‘indinā wa ‘allamnāhu mil ladunnā ‘ilmā.

Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.

٦٦ قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا

Qāla lahū mūsā hal attabi’uka ‘alā an tu’allimanī mimmā ‘ullimta rusydā.

Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu) petunjuk yang telah diajarkan kepadamu?"

٦٧ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا

Qāla innaka lan tastaṭī’a ma’iya ṣabrā.

Dia (Khidir) menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.

٦٨ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا

Wa kaifa taṣbiru ‘alā mā lam tuḥiṭ bihī khubrā.

Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu yang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentangnya?"

٦٩ قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا

Qāla satajidunī in syā'allāhu ṣābiraw wa lā a’ṣī laka amrā.

Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun."

٧٠ قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا

Qāla fa inittaba’tanī fa lā tas'alnī ‘an syai'in ḥattā uḥdiṡa laka min-hu żikrā.

Dia (Khidir) berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu."

Ayat 71-80

٧١ فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَلْخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا

Fanṭalaqā ḥattā iżā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla a kharaqtahā litugriqa ahlahā laqad ji'ta syai'an imrā.

Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar."

٧٢ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا

Qāla alam aqul innaka lan tastaṭī’a ma’iya ṣabrā.

Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan dapat bersabar bersamaku?"

٧٣ قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا

Qāla lā tu'ākhiżnī bimā nasītu wa lā turhiqnī min amrī ‘usrā.

Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan kesulitan dalam urusanku."

٧٤ فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

Fanṭalaqā ḥattā iżā laqiyā gulāman fa qatalahū qāla a qatalta nafsan zakiyatam bigairi nafsil laqad ji'ta syai'an nukrā.

Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya bertemu dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar."

٧٥ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا

Qāla alam aqul laka innaka lan tastaṭī’a ma’iya ṣabrā.

Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan padamu, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan dapat bersabar bersamaku?"

٧٦ قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا

Qāla in sa'altuka ‘an syai'im ba’dahā fa lā tuṣāḥibnī, qad balagta mil ladunnī ‘użrā.

Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau mengizinkan aku menyertaimu. Sesungguhnya engkau sudah cukup memberikan uzur (alasan) kepadaku."

٧٧ فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا

Fanṭalaqā ḥattā iżā atayā ahla qaryatinistaṭ’amā ahlahā fa abau ay yuḍayyifūhumā fa wajadā fīhā jidāray yurīdu ay yanqaḍḍa fa aqāmah, qāla lau syi'ta lattakhażta ‘alaihi ajrā.

Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, lalu keduanya mendapatkan di sana dinding rumah yang hampir roboh, lalu Khidir menegakkannya. Musa berkata, "Sekiranya engkau mau, tentu engkau dapat meminta imbalan untuk itu."

٧٨ قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

Qāla hāżā firāqu bainī wa bainik, sa'unabbi'uka bita'wīli mā lam tastaṭi’ ‘alaihi ṣabrā.

Dia (Khidir) berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberitahukan kepadamu makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.

٧٩ أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

Ammās-safīnatu fa kānat limasākīna ya’malūna fil-baḥri fa arattu an a’ībahā wa kāna warā'ahum malikuy ya'khużu kulla safīnatin gaṣbā.

Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap perahu (yang baik).

٨٠ وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا

Wa ammal-gulāmu fa kāna abawāhu mu'minaini fa khasīna an yurhiqahumā ṭugyānaw wa kufrā.

Dan adapun anak muda itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir dia akan mendorong kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.

Ayat 81-90

٨١ فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا

Fa aradnā ay yubdilahumā rabbuhumā khairam min-hu zakātaw wa aqraba ruḥmā.

Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).

٨٢ وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

Wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahū kanzul lahumā wa kāna abūhumā ṣāliḥā, fa arāda rabbuka ay yabluġā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa’altuhū ‘an amrī, żālika ta'wīlu mā lam tasṭi’ ‘alaihi ṣabrā.

Adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."

٨٣ وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا

Wa yas'alūnaka ‘an żil-qarnaini, qul sa'atlū ‘alaikum min-hu żikrā.

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah, "Aku akan bacakan kepadamu sebagian kisahnya."

٨٤ إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا

Innā makkannā lahū fil-arḍi wa ātaināhu min kulli syai'in sababā.

Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.

٨٥ فَأَتْبَعَ سَبَبًا

Fa atba’a sababā.

Maka ia menempuh suatu jalan.

٨٦ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا ۗ قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا

Ḥattā iżā balaga magribasy-syamsi wajadahā tagrubu fī ‘ainin ḥami'atiw wa wajada ‘indahā qaumā, qulnā yā żal-qarnaini immā an tu’ażżiba wa immā an tattakhiża fīhim ḥusnā.

Hingga apabila dia sampai di tempat terbenamnya matahari, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam dan di sana dia dapati suatu kaum. Kami berfirman, "Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka."

٨٧ قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا

Qāla ammā man ẓalama fa saufa nu’ażżibuhū ṡumma yuraddu ilā rabbihī fa yu’ażżibuhū ‘ażāban nukrā.

Dia (Zulkarnain) berkata, "Barangsiapa berbuat zalim, maka akan kami siksa, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Dia mengazabnya dengan azab yang sangat dahsyat.

٨٨ وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا

Wa ammā man āmana wa ‘amila ṣāliḥan fa lahū jazā'anul-ḥusnā, wa sanaqūlu lahū min amrinā yusrā.

Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia akan mendapat balasan yang terbaik sebagai tempat kembali, dan akan kami katakan kepadanya (perintah kami) yang mudah-mudah."

٨٩ ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا

Summa atba’a sababā.

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).

٩٠ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا

Ḥattā iżā balaga maṭli’asy-syamsi wajadahā taṭlu’u ‘alā qaumil lam naj’al lahum min dūnihā sitrā.

Hingga apabila dia sampai di tempat terbitnya matahari, dia mendapati matahari itu terbit menyinari suatu kaum yang tidak Kami buatkan bagi mereka suatu penutup pun dari (cahaya) matahari itu.

Ayat 91-100

٩١ كَذَٰلِكَ ۖ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا

Każālik, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā.

Demikianlah. Dan sesungguhnya Kami mengetahui semua yang ada padanya.

٩٢ ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا

Summa atba’a sababā.

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).

٩٣ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا

Ḥattā iżā balaga bainas-saddaini wajada min dūnihimā qaumal lā yakādūna yafqahūna qaulā.

Hingga apabila dia sampai di antara dua gunung, dia mendapati di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan.

٩٤ قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا

Qālū yā żal-qarnaini inna ya'jūja wa ma'jūja mufsidūna fil-arḍi fa hal naj’alu laka kharjan ‘alā an taj’ala bainanā wa bainahum saddā.

Mereka berkata, "Wahai Zulkarnain! Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj selalu berbuat kerusakan di bumi. Maka bolehkah kami membayar upah kepadamu agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?"

٩٥ قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا

Qāla mā makkannī fīhi rabbī khairun fa a’īnūnī biquwwatin aj’al bainakum wa bainahum radmā.

Dia (Zulkarnain) berkata, "Apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada upahmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka."

٩٦ آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا

Ātūnī zubaral-ḥadīd, ḥattā iżā sāwā bainas-ṣadafaini qālanfukhū, ḥattā iżā ja’alahū nāran qāla ātūnī ufrig ‘alaihi qiṭrā.

Berilah aku potongan-potongan besi." Hingga apabila (potongan-potongan besi) itu telah (menumpuk) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, "Tiup (api itu)!" Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu)."

٩٧ فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا

Fa masṭā’ū ay yaẓharūhu wa masṭaṭā’ū lahū naqbā.

Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.

٩٨ قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا

Qāla hāżā raḥmatum mir rabbī, fa iżā jā'a wa’du rabbī ja’alahū dakkā, wa kāna wa’du rabbī ḥaqqā.

Dia (Zulkarnain) berkata, "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku tiba, Dia akan menghancurkannya dan janji Tuhanku itu benar."

٩٩ وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا

Wa taraknā ba’ḍahum yauma'iżiy yamūju fī ba’ḍiw wa nufikha fiṣ-ṣūri fa jama’nāhum jam’ā.

Dan pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka bergelombang antara yang satu dengan yang lain, dan (apabila) sangkakala ditiup (sekali lagi), maka akan Kami kumpulkan mereka semuanya.

١٠٠ وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا

Wa ‘araḍnā jahannama yauma'iżil lil-kāfirīna ‘arḍā.

Dan Kami perlihatkan (neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu kepada orang-orang kafir.

Ayat 101-110

١٠١ الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا

Allażīna kānat a’yunuhum fī giṭā'in ‘an żikrī wa kānū lā yastaṭī’ūna sam’ā.

(Yaitu) orang-orang yang mata mereka (tertutup) dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran)-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar.

١٠٢ أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا

A fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżū ‘ibādī min dūnī auliyā', innā a’tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā.

Maka apakah orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan neraka Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.

١٠٣ قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا

Qul hal nunabbi'ukum bil-akhsarīna a’mālā.

Katakanlah (Muhammad), "Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya?"

١٠٤ الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Allażīna ḍalla sa’yuhum fil-ḥayātid-dun-yā wa hum yaḥsabūna annahum yuḥsinūna ṣun’ā.

Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.

١٠٥ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا

Ulā'ikallażīna kafarū bi'āyāti rabbihim wa liqā'ihī fa ḥabiṭat a’māluhum fa lā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā.

Mereka itu adalah orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur pula terhadap) pertemuan dengan Dia. Maka sia-sia seluruh amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat.

١٠٦ ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا

Żālika jazā'uhum jahannamu bimā kafarū wattakhażū āyātī wa rusulī huzuwā.

Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka, dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olokan.

١٠٧ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا

Innal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti kānat lahum jannātul-firdausi nuzulā.

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.

١٠٨ خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا

Khālidīna fīhā lā yabgūna ‘anhā ḥiwalā.

Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana.

١٠٩ قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

Qul lau kānal-baḥru midādal likalimāti rabbī lanafidal-baḥru qabla an tanfada kalimātu rabbī wa lau ji'nā bimislihī madadā.

Katakanlah (Muhammad), "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."

١١٠ قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Qul innamā ana basyarum miṡlukum yūḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa man kāna yarjū liqā'a rabbihī falya’mal ‘amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi’ibādati rabbihī aḥadā.

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.

Kesimpulan dan Renungan

Surat Al-Kahfi adalah cermin kehidupan yang mengajak kita untuk merenungkan hakikat keberadaan, tujuan hidup, dan bagaimana menghadapi berbagai fitnah dunia. Kisah-kisah di dalamnya bukanlah sekadar cerita dongeng, melainkan pelajaran abadi yang relevan sepanjang masa. Dari keteguhan iman Ashabul Kahfi, bahaya kesombongan harta pemilik dua kebun, kedalaman ilmu dan takdir Allah dalam kisah Musa dan Khidir, hingga keadilan dan kekuatan Dzulqarnain, setiap narasi mengupas ujian yang pasti akan dihadapi manusia.

Membaca dan memahami Surat Al-Kahfi, terutama di hari Jumat, bukan hanya tentang meraih pahala yang dijanjikan, tetapi juga tentang mempersiapkan diri secara mental dan spiritual untuk menghadapi fitnah-fitnah dunia, khususnya fitnah Dajjal di akhir zaman. Ayat-ayat terakhir surat ini menjadi penutup yang powerful, mengingatkan kita akan keesaan Allah dan pentingnya amal saleh tanpa menyekutukan-Nya. Ia menegaskan bahwa tujuan hidup sejati adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan berharap akan perjumpaan dengan-Nya.

Semoga dengan membaca artikel ini, kita semakin termotivasi untuk senantiasa mendalami Al-Qur'an, mengambil pelajaran dari setiap ayat-Nya, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita berharap dapat menjadi hamba yang senantiasa berada dalam petunjuk dan perlindungan Allah SWT.

🏠 Homepage