Pengantar: Surat Al-Kahfi, Cahaya dalam Kegelapan Dunia
Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang penuh dengan berbagai fitnah dan godaan, umat Islam dianugerahi sebuah petunjuk yang tak pernah usang, yaitu Al-Qur'an Al-Karim. Di antara surat-surat agung di dalamnya, Surat Al-Kahfi menempati posisi yang istimewa dengan beragam kisah dan hikmah yang terkandung. Surat ke-18 ini dikenal sebagai pelindung dari fitnah Dajjal, cahaya yang menerangi jalan kehidupan, serta sumber inspirasi bagi mereka yang mencari kebenaran dan keteguhan iman.
Membaca dan merenungkan Surat Al-Kahfi bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk memahami makna kehidupan, ujian yang menyertainya, serta kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas. Bagi banyak umat Islam di Indonesia, khususnya, bacaan Surat Al-Kahfi memiliki resonansi yang mendalam, terlebih lagi ketika disuarakan oleh ulama karismatik seperti Almarhum Syekh Ali Jaber. Suara beliau yang merdu, penuh penghayatan, dan menenangkan hati, telah menjadi inspirasi bagi jutaan orang untuk lebih dekat dengan Al-Qur'an.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dalam keutamaan Surat Al-Kahfi, mengapa bacaan dan pengajaran Syekh Ali Jaber tentang surat ini begitu penting, serta hikmah-hikmah mendalam dari kisah-kisah di dalamnya. Kami akan membahas empat kisah utama yang menjadi inti Surat Al-Kahfi, merinci pelajaran yang bisa diambil dari setiap kisah, dan bagaimana semua itu relevan dengan tantangan kehidupan modern. Mari kita telusuri bersama, semoga kita dapat mengambil manfaat dan memperkuat iman kita.
Surat Al-Kahfi, yang berarti "Gua", terdiri dari 110 ayat dan termasuk dalam golongan surat Makkiyah, yang berarti diturunkan di Mekah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Penurunannya terjadi pada periode yang sulit bagi kaum Muslimin, di mana mereka menghadapi berbagai tekanan dan penganiayaan dari kaum Quraisy. Dalam konteks ini, surat ini datang sebagai penenang hati, penguat jiwa, dan pemberi harapan akan janji-janji Allah.
Kisah-kisah yang termuat di dalamnya bukanlah dongeng belaka, melainkan pelajaran hidup yang abadi. Mulai dari kisah Ashabul Kahfi yang menggambarkan keteguhan iman di tengah penindasan, kisah dua pemilik kebun yang mengajarkan tentang syukur dan bahaya kesombongan harta, kisah Nabi Musa dan Khidir yang menunjukkan luasnya ilmu Allah dan pentingnya kesabaran, hingga kisah Dzulqarnain yang merefleksikan kekuasaan dan keadilan seorang pemimpin. Setiap kisah adalah cerminan dari empat fitnah besar yang disebutkan dalam Al-Qur'an: fitnah agama, fitnah harta, fitnah ilmu, dan fitnah kekuasaan. Memahami keempat fitnah ini dan cara mengatasinya adalah kunci utama dari pesan Surat Al-Kahfi.
Bagi Syekh Ali Jaber rahimahullah, Al-Qur'an adalah segalanya. Beliau tak henti-hentinya mengajak umat untuk mencintai, membaca, menghafal, dan mengamalkan isi Al-Qur'an. Khususnya, nasihat beliau tentang Surat Al-Kahfi sangat sering beliau sampaikan, mengingatkan umat akan keutamaannya, terutama pada hari Jumat. Beliau menekankan bahwa membaca Surat Al-Kahfi adalah benteng diri dari fitnah Dajjal yang akan muncul di akhir zaman, serta merupakan sumber cahaya yang akan menerangi kita di hari kiamat kelak. Dengan memahami makna di balik setiap ayat dan kisah, diharapkan kita tidak hanya membaca secara lisan, tetapi juga meresapi dengan hati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita mulai perjalanan ini dengan niat yang tulus untuk mencari ridha Allah, menghidupkan sunah Rasulullah SAW, dan meneladani para ulama saleh seperti Syekh Ali Jaber yang telah mewariskan cinta Al-Qur'an kepada kita semua.
Syekh Ali Jaber: Inspirasi di Balik Bacaan Surat Al-Kahfi
Almarhum Syekh Ali Saleh Mohammed Ali Jaber, atau yang lebih akrab disapa Syekh Ali Jaber, adalah sosok ulama yang sangat dicintai di Indonesia. Beliau dikenal dengan dakwahnya yang menyejukkan, senyumnya yang ramah, serta suaranya yang merdu saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kehadiran beliau telah membawa semangat baru dalam berinteraksi dengan Al-Qur'an bagi jutaan umat Muslim di tanah air. Khususnya, ajakan dan motivasi beliau untuk membaca Surat Al-Kahfi menjadi sangat populer dan membekas di hati banyak orang.
Syekh Ali Jaber lahir di Madinah, Arab Saudi. Sejak kecil, beliau telah dididik dalam lingkungan yang sangat agamis dan mendalami ilmu-ilmu keislaman, terutama Al-Qur'an. Beliau berhasil menghafal 30 juz Al-Qur'an pada usia yang sangat muda. Dengan latar belakang pendidikan agama yang kuat dan kemampuannya dalam qira'at (seni membaca Al-Qur'an), beliau kemudian mengabdikan hidupnya untuk berdakwah, salah satunya di Indonesia.
Dedikasi beliau terhadap Al-Qur'an tidak hanya terbatas pada pengajaran tajwid dan hafalan, tetapi juga pada upaya menanamkan cinta Al-Qur'an di hati umat. Beliau seringkali menyampaikan bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk, penyembuh, dan sumber kebahagiaan sejati. Nasihat beliau selalu sederhana namun mengena, mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat, dari anak-anak hingga dewasa.
Dalam setiap ceramahnya, Syekh Ali Jaber selalu menekankan pentingnya menjadikan Al-Qur'an sebagai teman hidup. Beliau mengajarkan bahwa membaca Al-Qur'an haruslah dengan sepenuh hati, meresapi maknanya, dan berusaha mengamalkan setiap ajarannya. Bagi beliau, Al-Qur'an adalah solusi bagi setiap permasalahan dan penawar bagi setiap kegelisahan jiwa. Inilah yang membuat ajakan beliau untuk membaca Surat Al-Kahfi begitu kuat dan menginspirasi.
Mengapa Bacaan Syekh Ali Jaber Begitu Dicintai?
Ada beberapa alasan mengapa bacaan Al-Qur'an Syekh Ali Jaber, termasuk Surat Al-Kahfi, begitu dicintai dan menjadi rujukan banyak orang:
- Suara Merdu dan Penuh Penghayatan: Syekh Ali Jaber memiliki suara yang khas, merdu, dan menenangkan. Setiap ayat yang beliau lantunkan terasa mengalir dari hati, penuh dengan penghayatan makna, sehingga mampu menyentuh jiwa para pendengarnya. Beliau membaca dengan tarannum (lagam) yang indah, membuat pendengar betah berlama-lama menyimak bacaan beliau.
- Tajwid yang Sempurna: Sebagai seorang hafiz dan qari yang memiliki sanad keilmuan Al-Qur'an yang kuat, beliau melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan tajwid yang sangat baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu qira'at. Ini menjadikan bacaan beliau sebagai contoh yang baik untuk diteladani oleh siapa pun yang ingin memperbaiki bacaannya.
- Gaya Dakwah yang Ramah dan Menyejukkan: Selain sebagai qari, Syekh Ali Jaber juga seorang dai yang ulung. Beliau selalu menyampaikan pesan-pesan agama dengan cara yang lembut, santun, dan penuh kasih sayang, sehingga mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang majemuk. Beliau tidak pernah menghakimi, melainkan merangkul dan memotivasi.
- Konsistensi dalam Mengajak Umat Dekat dengan Al-Qur'an: Sepanjang hidupnya, beliau tak pernah lelah mengajak umat untuk membaca, menghafal, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an. Ini menunjukkan komitmen dan keikhlasan beliau yang luar biasa dalam berdakwah. Beliau bahkan mendirikan yayasan untuk mempermudah umat belajar Al-Qur'an.
- Menekankan Keutamaan Praktis: Beliau tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga menekankan aspek praktis dari ibadah, termasuk membaca Surat Al-Kahfi. Beliau selalu mengingatkan tentang keutamaan-keutamaan yang bisa didapatkan secara langsung dari mengamalkan sunah ini, seperti perlindungan dari fitnah Dajjal dan cahaya di hari kiamat.
- Keteladanan Pribadi: Kehidupan Syekh Ali Jaber adalah cerminan dari ajaran Al-Qur'an. Kesabaran, kedermawanan, kerendahan hati, dan keteguhan beliau dalam berdakwah menjadi teladan nyata bagi umat. Hal ini menambah bobot dan kredibilitas setiap nasihat yang beliau sampaikan.
Nasihat Syekh Ali Jaber tentang Bacaan Surat Al-Kahfi
Syekh Ali Jaber seringkali mengingatkan umat akan pentingnya membaca Surat Al-Kahfi, terutama pada hari Jumat. Beliau menjelaskan berbagai keutamaan yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih, seperti perlindungan dari fitnah Dajjal dan mendapatkan cahaya di hari kiamat. Nasihat beliau seringkali disisipkan dalam berbagai kajian, baik ceramah umum, pengajian, maupun saat beliau menjadi juri program hafalan Al-Qur'an.
"Barangsiapa membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jumat. Bahkan ada yang mengatakan, dari bawah telapak kakinya sampai ke langit, akan bercahaya di hari kiamat." - Kutipan dari salah satu nasihat beliau yang sering disampaikan, merujuk pada hadits Nabi Muhammad SAW dan penjelasannya.
Beliau juga menganjurkan untuk tidak hanya membaca, tetapi juga berusaha memahami makna dari setiap kisah dan ayat di dalamnya. Menurut beliau, pemahaman akan kisah-kisah Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, Nabi Musa dan Khidir, serta Dzulqarnain, akan menjadi bekal penting dalam menghadapi berbagai ujian hidup yang merupakan bagian dari empat fitnah besar yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW akan terjadi di akhir zaman.
Syekh Ali Jaber menekankan bahwa memahami Surat Al-Kahfi adalah benteng diri dari empat fitnah utama: fitnah agama (diwakili oleh kisah Ashabul Kahfi), fitnah harta (diwakili oleh kisah pemilik dua kebun), fitnah ilmu (diwakili oleh kisah Nabi Musa dan Khidir), serta fitnah kekuasaan (diwakili oleh kisah Dzulqarnain). Dengan memahami dan meresapi pelajaran dari kisah-kisah ini, seseorang akan memiliki pondasi iman yang kuat untuk menghadapi godaan dan ujian dalam hidup.
Dengan meneladani Syekh Ali Jaber, kita diajak untuk tidak sekadar melaksanakan ibadah secara formalitas, melainkan dengan penuh kesadaran, cinta, dan penghayatan. Membaca Surat Al-Kahfi dengan semangat yang beliau tanamkan adalah salah satu cara untuk menjaga diri di tengah gelombang fitnah dunia dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Warisan Syekh Ali Jaber dalam bentuk motivasi dan kecintaan terhadap Al-Qur'an akan terus hidup dan menginspirasi generasi-generasi Muslim. Membaca Surat Al-Kahfi dengan meresapi setiap maknanya, seperti yang beliau ajarkan, adalah bentuk penghormatan terbaik untuk mengenang jasa dan perjuangan beliau dalam menyebarkan cahaya Al-Qur'an.
Nasihat-nasihat beliau yang sarat makna dan selalu diiringi dengan senyuman tulus, telah menjadikan beliau sosok yang tidak tergantikan di hati umat. Mari kita teruskan semangat beliau dalam berinteraksi dengan Al-Qur'an, menjadikannya pedoman hidup, dan sumber ketenangan hati, khususnya melalui bacaan dan pemahaman Surat Al-Kahfi.
Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi: Perisai dan Cahaya Kehidupan
Surat Al-Kahfi bukan sekadar kumpulan ayat-ayat suci, melainkan sebuah simfoni hikmah yang dianugerahkan Allah SWT kepada umat manusia. Membacanya, terutama pada hari Jumat, telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan berbagai keutamaan yang luar biasa. Keutamaan-keutamaan ini menjadi motivasi bagi kita untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Al-Qur'an dan menjadikannya bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Pemahaman akan keutamaan ini, sebagaimana yang sering disampaikan oleh Syekh Ali Jaber, adalah kunci untuk meningkatkan motivasi dan kekhusyukan dalam beribadah.
1. Perlindungan dari Fitnah Dajjal
Salah satu keutamaan paling masyhur dari Surat Al-Kahfi adalah perlindungannya dari fitnah Dajjal, sosok yang akan membawa ujian terbesar bagi umat manusia di akhir zaman. Dajjal akan muncul dengan membawa keajaiban-keajaiban yang menipu, mampu menghidupkan orang mati, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dan menguasai harta benda dunia. Kekuatan ini akan sangat mudah menyesatkan mereka yang imannya lemah dan tidak memiliki pegangan yang kuat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama dari Surat Al-Kahfi, maka ia akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal." (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Barangsiapa membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan diterangi cahaya antara dua Jumat." (HR. An-Nasa'i dan Al-Hakim).
Fitnah Dajjal adalah ujian yang sangat dahsyat, mampu menggoyahkan iman orang yang tidak kokoh. Dajjal akan datang dengan berbagai keajaiban yang menyesatkan, mampu menghidupkan dan mematikan (seolah-olah), serta membawa surga dan neraka palsu. Dengan membaca dan memahami Surat Al-Kahfi, khususnya sepuluh ayat pertama, kita membentengi diri dengan keimanan dan pengetahuan yang benar, sehingga tidak mudah terpedaya oleh tipu daya Dajjal.
Ayat-ayat awal Surat Al-Kahfi berbicara tentang keesaan Allah, kebenaran Al-Qur'an, dan ancaman bagi mereka yang mendustakannya. Ayat 1-8 misalnya, menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang lurus, tanpa kebengkokan, untuk memperingatkan orang-orang yang ingkar dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman. Ini adalah fondasi iman yang kuat, yang sangat esensial dalam menghadapi segala bentuk fitnah, termasuk fitnah Dajjal, yang intinya adalah penyesatan dari tauhid.
Membaca sepuluh ayat pertama membantu kita mengingat Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, yang tidak memiliki anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan. Ini adalah inti ajaran tauhid yang menjadi penangkal utama fitnah Dajjal, yang akan mengaku sebagai tuhan.
2. Cahaya di Hari Kiamat
Selain perlindungan dari Dajjal, membaca Surat Al-Kahfi juga akan menjadi cahaya bagi pembacanya di hari kiamat kelak. Hari kiamat adalah hari yang penuh kegelapan dan kengerian bagi mereka yang ingkar, namun bagi orang beriman, Allah akan memberikan cahaya.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, niscaya ia akan diterangi cahaya antara dia dan Ka'bah." (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, dishahihkan oleh Al-Albani).
Dalam riwayat lain: "Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat, maka ia akan diterangi cahaya di antara dua Jumat." (HR. An-Nasa'i, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim).
Cahaya ini bukan sekadar metafora, melainkan sebuah manifestasi nyata dari keberkahan dan pahala yang Allah berikan. Di hari yang gelap gulita, di mana setiap manusia mencari penerangan, cahaya dari Surat Al-Kahfi akan menjadi penuntun bagi pembacanya. Ini menunjukkan betapa besar nilai ibadah membaca surat ini, yang dampaknya terasa hingga ke akhirat.
Cahaya ini juga bisa diartikan sebagai pencerahan hati dan pikiran di dunia. Dengan memahami hikmah-hikmah di dalamnya, seseorang akan mendapatkan petunjuk dalam menjalani hidup, terhindar dari kesesatan, dan hatinya akan selalu terang benderang oleh iman dan ketakwaan. Cahaya ini membimbingnya dalam mengambil keputusan, menuntunnya pada kebenaran, dan menjauhkannya dari kemaksiatan. Di akhirat, cahaya ini akan membimbingnya melintasi kegelapan dan kesulitan Padang Mahsyar menuju surga.
3. Menemukan Solusi atas Ujian Hidup (Empat Fitnah Utama)
Surat Al-Kahfi juga secara implisit dan eksplisit memberikan solusi serta arahan dalam menghadapi empat fitnah utama yang akan selalu dihadapi manusia sepanjang sejarah, dan yang akan memuncak pada kemunculan Dajjal:
- Fitnah Agama (Kisah Ashabul Kahfi): Mengajarkan keteguhan iman di tengah tekanan dan penganiayaan, serta tawakal penuh kepada Allah. Kisah pemuda gua menunjukkan bahwa Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang mempertahankan akidah, bahkan dengan cara yang tidak terduga. Ini adalah pelajaran krusial di zaman di mana godaan untuk meninggalkan syariat semakin besar.
- Fitnah Harta (Kisah Pemilik Dua Kebun): Mengingatkan akan bahaya kesombongan, kufur nikmat, dan pentingnya syukur serta memandang akhirat. Harta yang melimpah bisa menjadi bencana jika tidak dikelola dengan iman. Kisah ini mengajarkan bahwa kekayaan yang hakiki bukanlah yang tampak di dunia, melainkan ketakwaan dan amal saleh.
- Fitnah Ilmu (Kisah Nabi Musa dan Khidir): Menunjukkan kerendahan hati dalam menuntut ilmu, kesabaran, dan menyadari bahwa ilmu Allah sangat luas. Ilmu jika tidak disertai adab dan pengakuan akan keterbatasan diri bisa melahirkan kesombongan intelektual. Kisah ini mengajarkan bahwa ada ilmu di luar jangkauan akal manusia yang hanya Allah yang mengetahuinya.
- Fitnah Kekuasaan (Kisah Dzulqarnain): Mengajarkan tentang pemimpin yang adil, menggunakan kekuasaan untuk kemaslahatan umat, dan tidak menyombongkan diri. Kekuasaan adalah amanah besar yang bisa membawa seseorang pada kebaikan tak terhingga atau kerusakan dahsyat. Dzulqarnain adalah teladan pemimpin yang takut kepada Allah.
Dengan merenungkan kisah-kisah ini, pembaca akan mendapatkan bekal spiritual dan mental untuk menghadapi tantangan hidup. Setiap kisah adalah cerminan dari potensi ujian yang bisa menimpa siapa saja, kapan saja. Memahami inti dari setiap fitnah ini adalah langkah awal untuk mengatasinya.
Pesan utama dari Surat Al-Kahfi dalam menghadapi fitnah-fitnah ini adalah pentingnya tauhid (mengesakan Allah), kesabaran, tawakal, dan tidak bergantung pada kekuatan diri sendiri, melainkan pada pertolongan Allah SWT. Semua solusi yang ditawarkan dalam surat ini berpusat pada penguatan hubungan seorang hamba dengan Penciptanya.
4. Penguat Iman dan Penenang Hati
Bagi yang membacanya dengan tadabbur (perenungan), Surat Al-Kahfi dapat menjadi penguat iman dan penenang hati. Kisah-kisah yang terkandung di dalamnya memberikan perspektif bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya, setiap ujian pasti memiliki hikmah, dan kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu. Di tengah kegalauan dan kecemasan hidup, ayat-ayat Al-Kahfi berfungsi sebagai balsam yang menyejukkan jiwa.
Ketika seseorang merasa tertekan oleh masalah dunia, membaca kisah Ashabul Kahfi yang diselamatkan Allah dari penguasa zalim dengan cara yang ajaib, atau kisah Dzulqarnain yang diberikan kekuatan untuk membangun tembok pelindung bagi kaum lemah, dapat menumbuhkan keyakinan akan pertolongan Allah. Ini mengajarkan bahwa sejauh mana pun kesulitan menerpa, jika kita bertawakal kepada Allah, Dia pasti akan membuka jalan keluar.
Selain itu, mendengarkan bacaan Surat Al-Kahfi dari qari yang baik, seperti Syekh Ali Jaber, juga dapat memberikan ketenangan batin dan kekhusyukan. Suara yang merdu dan penghayatan yang dalam mampu membawa pendengar ke dalam suasana spiritual yang damai, menjauhkan dari hiruk pikuk duniawi, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
5. Membangun Kesadaran Akan Hari Akhir
Surat Al-Kahfi juga mengandung peringatan tentang hari kiamat dan kehidupan akhirat. Kisah Ashabul Kahfi dengan tidur panjang mereka dan kebangkitan kembali setelah lebih dari tiga abad, secara tidak langsung menggambarkan betapa mudahnya Allah membangkitkan manusia dari kematian. Peristiwa ini adalah mukjizat yang menjadi bukti nyata kekuasaan Allah untuk mengumpulkan kembali seluruh makhluk di hari perhitungan, sebuah pengingat penting bagi kita untuk selalu mempersiapkan diri menghadapi hari perhitungan.
Kisah pemilik dua kebun yang sombong dan kebunnya hancur luluh, juga menjadi pelajaran bahwa semua kenikmatan duniawi bersifat fana dan sementara. Harta, kekuasaan, dan segala bentuk kemewahan duniawi tidak akan kekal. Hanya amal saleh yang akan kekal dan menjadi bekal di akhirat, di mana nilai sejati akan terungkap.
Ayat-ayat penutup surat ini, yaitu ayat 103-110, secara eksplisit berbicara tentang kerugian orang-orang yang mengira telah berbuat baik padahal amal mereka sia-sia di sisi Allah karena kesyirikan. Sebaliknya, disebutkan pula balasan terbaik bagi orang-orang beriman yang beramal saleh. Ini adalah penegasan bahwa kehidupan akhirat adalah tujuan sejati dan harus menjadi prioritas utama setiap Muslim.
Dengan demikian, membaca Surat Al-Kahfi bukan hanya tentang mencari pahala sesaat, tetapi juga tentang membangun kesadaran akan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu beribadah kepada Allah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi di akhirat. Keutamaan-keutamaan ini menegaskan posisi Surat Al-Kahfi sebagai salah satu surat terpenting dalam Al-Qur'an yang patut kita baca, pelajari, dan amalkan secara konsisten.
Semoga dengan memahami keutamaan-keutamaan ini, kita semakin termotivasi untuk menjadikan Surat Al-Kahfi sebagai bagian integral dari rutinitas ibadah kita, khususnya pada setiap hari Jumat, demi meraih keberkahan, perlindungan, dan cahaya dari Allah SWT. Ini adalah bekal yang tak ternilai harganya dalam menghadapi segala ujian di dunia dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
Empat Kisah Utama dalam Surat Al-Kahfi: Pelajaran Hidup yang Abadi
Surat Al-Kahfi dikenal karena empat kisah utamanya yang sarat makna dan hikmah. Setiap kisah adalah sebuah cerminan dari ujian atau fitnah yang mungkin dihadapi manusia, serta cara Allah memberikan petunjuk dan perlindungan bagi hamba-Nya yang beriman. Kisah-kisah ini mengajarkan tentang keimanan, kesabaran, kerendahan hati, dan kekuasaan Allah SWT yang maha luas. Dengan merenungkan setiap detailnya, kita akan menemukan relevansi yang mendalam dengan kehidupan kita di zaman sekarang.
1. Kisah Ashabul Kahfi (Para Pemuda Penghuni Gua)
Latar Belakang dan Keteguhan Iman di Tengah Fitnah Agama
Kisah Ashabul Kahfi dimulai dengan sekelompok pemuda beriman di sebuah kota bernama Ephesus (atau sekitarnya) yang diperintah oleh seorang raja zalim bernama Decius (atau Dajianus dalam beberapa riwayat). Raja ini memaksa rakyatnya untuk menyembah berhala dan mengancam serta menyiksa siapa saja yang menolak. Di tengah kondisi yang penuh penindasan terhadap kaum beriman ini, muncullah beberapa pemuda yang hatinya dipenuhi tauhid, keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa.
Para pemuda ini tidak mau tunduk pada kemusyrikan dan memilih untuk mempertahankan iman mereka meskipun harus menghadapi risiko besar. Mereka menyadari bahwa hidup di bawah pemerintahan yang zalim akan membahayakan akidah mereka. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melarikan diri dari kota dan mencari perlindungan. Keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah; itu adalah pilihan antara mempertahankan hidup nyaman dengan mengorbankan iman, atau mempertaruhkan segalanya demi menjaga akidah. Ini adalah pelajaran tentang fitnah agama, di mana iman seseorang diuji oleh tekanan lingkungan dan kekuasaan.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Kahfi ayat 13-14:
"Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri, lalu mereka berkata, 'Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak akan menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.'"
Ayat ini menunjukkan betapa teguhnya iman para pemuda ini. Mereka berani menentang arus, mempertaruhkan nyawa demi keyakinan. Mereka memutuskan untuk menjauhkan diri dari masyarakat yang sesat, mencari tempat yang aman untuk beribadah dan mengadu kepada Allah.
Perlindungan Allah yang Ajaib dan Tidur Panjang
Setelah meninggalkan kota, para pemuda ini berlindung di sebuah gua. Mereka berdoa kepada Allah agar diberi rahmat dan petunjuk dalam urusan mereka, "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami." Dan Allah pun mengabulkan doa mereka dengan cara yang menakjubkan. Allah menidurkan mereka di dalam gua selama 309 tahun (berdasarkan perhitungan kalender Hijriah, sebagaimana disebutkan dalam ayat 25). Selama itu, mereka tidak merasakan apa-apa; tubuh mereka tetap utuh, posisi mereka dibolak-balikkan oleh Allah agar tidak rusak, matahari terbit dan terbenam namun tidak mengenai mereka secara langsung, dan anjing penjaga mereka pun ikut tertidur di pintu gua seolah-olah berjaga.
Fenomena tidur panjang ini adalah mukjizat dari Allah, bukti kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Ini juga merupakan bentuk perlindungan Allah dari penganiayaan raja zalim dan perubahan zaman. Ketika mereka terbangun, mereka mengira baru tertidur selama sehari atau setengah hari. Salah seorang dari mereka pergi ke kota untuk membeli makanan, dan di sanalah terungkap bahwa waktu telah berlalu sangat lama.
Uang perak yang mereka bawa dari masa lalu sudah menjadi barang antik, dan kota yang mereka tinggalkan telah banyak berubah. Raja yang zalim telah tiada, digantikan oleh raja atau pemimpin yang beriman. Kisah mereka menjadi bukti kebenaran akan hari kebangkitan dan kekuasaan Allah yang Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk mengembalikan kehidupan setelah kematian.
Hikmah dari Kisah Ashabul Kahfi
- Keteguhan Iman dan Tawakal: Kisah ini mengajarkan pentingnya menjaga iman meskipun dalam keadaan sulit dan penuh tekanan. Para pemuda Ashabul Kahfi memilih Allah di atas segalanya, dan Allah pun melindungi mereka dengan cara yang tak terduga. Ini adalah pelajaran tentang tawakal yang sempurna kepada Allah dalam menghadapi segala ujian.
- Mukjizat dan Kekuasaan Allah: Tidur selama berabad-abad dan kebangkitan mereka adalah bukti nyata kekuasaan Allah untuk menciptakan dan menghidupkan kembali, yang juga menjadi penegasan akan hari kebangkitan dan akhirat.
- Hijrah (Migrasi) Demi Agama: Terkadang, untuk menjaga agama dan akidah, seseorang harus rela mengasingkan diri atau berpindah dari lingkungan yang buruk, sebagaimana para pemuda ini meninggalkan kota mereka yang penuh kemusyrikan.
- Perlindungan dari Fitnah Agama: Kisah ini secara langsung berbicara tentang fitnah agama, yaitu ujian yang mengancam akidah seseorang. Ini mengingatkan kita untuk selalu waspada dan memprioritaskan iman di atas kepentingan duniawi apa pun bentuknya.
- Keajaiban Doa: Doa para pemuda tersebut agar Allah memberikan rahmat dan petunjuk, dikabulkan dengan cara yang luar biasa. Ini mengajarkan pentingnya berdoa dan yakin akan pertolongan Allah.
Kisah Ashabul Kahfi adalah fondasi awal untuk memahami pesan Al-Kahfi tentang bagaimana menghadapi fitnah agama dengan keimanan dan tawakal yang kuat, serta keyakinan penuh terhadap janji dan kekuasaan Allah.
2. Kisah Pemilik Dua Kebun
Kisah Dua Sahabat dan Ujian Kekayaan (Fitnah Harta)
Kisah kedua ini mengisahkan tentang dua orang sahabat, salah satunya adalah seorang yang kaya raya, memiliki dua kebun anggur yang subur dengan sungai mengalir di bawahnya, dan diapit oleh ladang kurma. Kebunnya menghasilkan buah-buahan melimpah ruah dan ia memiliki segala kemewahan dunia, seperti anak-anak dan harta yang banyak. Ia sangat bangga akan kekayaannya, merasa bahwa semua itu adalah hasil jerih payahnya dan tidak akan pernah musnah. Sahabatnya yang lain adalah seorang yang beriman, namun kehidupannya serba kekurangan.
Pria kaya ini, karena kesombongannya dan melupakan asal-usul nikmat yang ia peroleh (yaitu dari Allah), berkata kepada sahabatnya dengan nada merendahkan:
"Aku lebih banyak harta daripada kamu dan pengikut (pengikutku) lebih banyak." (Surat Al-Kahfi ayat 34).
Kesombongannya tidak berhenti di situ. Ia bahkan tidak hanya sombong di dunia, tetapi juga meragukan hari kiamat dan kekuasaan Allah. Ia memasuki kebunnya dengan penuh keangkuhan dan berkata:
"Dan aku kira hari kiamat itu tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari ini." (Surat Al-Kahfi ayat 36).
Ini adalah puncak kesombongan dan kekufuran nikmat. Ia mengira kekayaan dan kekuasaannya adalah hasil dari usahanya sendiri semata, bukan anugerah dari Allah, dan ia bahkan berani mengklaim bahwa jika pun ada akhirat, ia pasti akan mendapatkan yang lebih baik karena ia adalah orang yang ‘sukses’ di dunia. Inilah esensi dari fitnah harta, yang membuat manusia lupa diri dan melupakan penciptanya.
Nasihat dari Sahabat Beriman dan Akhir Tragis
Sahabatnya yang miskin namun beriman mencoba menasihati dengan lembut, mengingatkannya akan asal-usul penciptaan manusia dari tanah, kemudian setetes air mani, lalu disempurnakan menjadi seorang laki-laki. Ia mengingatkan akan kekuasaan Allah yang mampu menciptakan dan menghancurkan, serta hari perhitungan di akhirat. Sahabat yang beriman itu berkata:
"Mengapa kamu kafir kepada Tuhan yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." (Surat Al-Kahfi ayat 37-38).
Sahabat yang beriman itu juga menasihatinya untuk bersyukur dengan mengucapkan "Masya Allah la quwwata illa billah" (Apa yang dikehendaki Allah, maka itulah yang terjadi, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) saat memasuki kebunnya, sebagai bentuk pengakuan akan kekuasaan dan kebesaran Allah.
Namun, nasihat itu tidak dihiraukan. Pria kaya itu tetap dalam kesombongannya. Akhirnya, Allah mengirimkan bencana. Kebun-kebun yang subur itu dihancurkan oleh angin topan atau badai yang membawa air bah, hingga luluh lantak, rata dengan tanah. Semua harta benda yang dibanggakan hancur lebur, ia tidak memiliki seorang penolong pun selain Allah, dan ia tidak pula dapat membela diri.
"Maka kebun itu dibinasakan (oleh berbagai bencana), lalu dia mulai membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang ia roboh bersama para-paranya, dan dia berkata, 'Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.'" (Surat Al-Kahfi ayat 42).
Pria kaya itu menyesal, namun penyesalan datang terlambat, setelah semua nikmat diambil kembali. Ia baru menyadari kesalahannya ketika semua telah tiada.
Hikmah dari Kisah Pemilik Dua Kebun
- Ujian Harta dan Bahaya Kesombongan: Kisah ini adalah peringatan keras tentang fitnah harta. Harta bisa menjadi ujian yang menjerumuskan manusia pada kesombongan, kufur nikmat, dan melupakan Allah sebagai Pemberi rezeki.
- Pentingnya Syukur dan Tawadhu (Rendah Hati): Kita harus selalu bersyukur atas setiap nikmat yang Allah berikan dan menyadari bahwa semua berasal dari Allah. Sikap rendah hati dan pengakuan akan kebesaran Allah adalah kunci untuk mempertahankan nikmat dan mendapatkan keberkahan.
- Prioritas Akhirat: Mengingatkan bahwa kenikmatan duniawi bersifat fana dan sementara. Fokus utama haruslah pada persiapan untuk kehidupan abadi di akhirat, di mana amal saleh akan menjadi bekal.
- Kekuasaan Allah dalam Memberi dan Menarik Nikmat: Allah Mahakuasa untuk memberikan nikmat dan menariknya kembali kapan saja. Tidak ada yang abadi kecuali Dzat-Nya.
- Nilai Iman yang Lebih Utama: Meskipun sahabat yang beriman miskin harta, ia kaya akan iman, ketenangan hati, dan hikmah. Ini menunjukkan bahwa nilai iman jauh melebihi segala kekayaan dunia.
Kisah ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana menghadapi fitnah harta dengan bersyukur, tidak sombong, dan selalu mengingat Allah sebagai Pemberi rezeki dan Pengatur segala sesuatu. Harta harus menjadi sarana untuk beribadah dan berbuat kebaikan, bukan tujuan akhir yang membuat kita lupa diri.
3. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
Pencarian Ilmu dan Ujian Kesabaran (Fitnah Ilmu)
Kisah ketiga melibatkan Nabi Musa AS, salah satu rasul ulul azmi. Allah menceritakan bahwa suatu ketika, Nabi Musa merasa telah menjadi orang yang paling berilmu di muka bumi. Namun, Allah kemudian mewahyukan kepadanya bahwa ada seorang hamba Allah yang lebih berilmu darinya, yaitu Khidir (yang diyakini sebagai seorang nabi atau wali Allah yang diberikan ilmu khusus oleh Allah). Nabi Musa diperintahkan untuk mencari Khidir demi menuntut ilmu.
Nabi Musa memulai perjalanan ditemani muridnya, Yusha' bin Nun. Perjalanan ini penuh tantangan, dan titik pertemuan dengan Khidir adalah di tempat bertemunya dua lautan (Majma'ul Bahrain), sebuah lokasi yang sulit dijangkau. Ketika bertemu Khidir, Nabi Musa mengajukan permintaan untuk belajar, namun Khidir mengingatkan bahwa Nabi Musa tidak akan mampu bersabar atas apa yang akan disaksikannya, karena Nabi Musa hanya akan melihat sisi zahir (lahiriah) dari kejadian, tanpa memahami hikmah di baliknya.
"Musa berkata kepadanya, 'Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari ilmu kebenaman yang telah diajarkan kepadamu?' Dia (Khidir) menjawab, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata, 'Insya Allah engkau akan mendapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.'" (Surat Al-Kahfi ayat 66-69).
Nabi Musa berjanji akan bersabar, tetapi Khidir memberikan syarat yang sangat penting: Nabi Musa tidak boleh bertanya tentang apa pun yang Khidir lakukan sampai Khidir sendiri yang menjelaskannya. Ini adalah ujian kesabaran dan kerendahan hati dalam menuntut ilmu, sebuah pelajaran berharga tentang fitnah ilmu.
Tiga Peristiwa Penuh Hikmah Tersembunyi
Dalam perjalanan mereka, terjadilah tiga peristiwa yang membuat Nabi Musa terheran-heran dan melanggar janjinya untuk tidak bertanya, karena secara zahir, perbuatan Khidir tampak salah atau bahkan dosa:
- Melubangi Perahu: Mereka menumpang sebuah perahu. Khidir tiba-tiba melubangi perahu itu. Nabi Musa terkejut dan bertanya dengan geram, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu yang sangat mungkar!"
- Membunuh Anak Muda: Setelah itu, mereka bertemu dengan seorang anak muda. Khidir langsung membunuh anak itu tanpa alasan yang jelas bagi Nabi Musa. Nabi Musa kembali bertanya dengan nada protes, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang suci, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu yang sangat keji!"
- Membangun Dinding yang Hampir Roboh: Mereka tiba di sebuah negeri yang penduduknya kikir dan tidak mau menjamu mereka. Ketika Khidir melihat dinding yang hampir roboh, ia malah memperbaikinya tanpa meminta upah. Nabi Musa pun kembali bertanya, "Sekiranya engkau mau, tentu engkau dapat meminta upah untuk itu agar kita bisa membeli makanan."
Setiap kali Nabi Musa bertanya, Khidir mengingatkannya akan janji kesabaran dan berkata, "Bukankah aku sudah katakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku?" Setelah tiga kali pelanggaran, Khidir memutuskan bahwa saatnya mereka berpisah. Namun sebelum berpisah, Khidir menjelaskan hikmah di balik setiap perbuatannya yang tampak aneh dan tidak masuk akal bagi Nabi Musa.
Penjelasan Khidir dan Hikmah Tersembunyi di Balik Peristiwa
- Hikmah Melubangi Perahu: Perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang mencari nafkah di laut. Di hadapan mereka ada seorang raja zalim yang akan merampas setiap perahu yang bagus. Dengan melubangi perahu itu, Khidir membuatnya tampak rusak sehingga tidak akan dirampas raja. Setelah itu, pemiliknya bisa memperbaikinya kembali dengan mudah. Ini adalah kerugian kecil untuk menghindari kerugian yang jauh lebih besar dan menjaga mata pencarian orang miskin.
- Hikmah Membunuh Anak Muda: Anak muda itu adalah anak dari orang tua yang beriman dan saleh. Dia akan tumbuh menjadi anak yang durhaka dan kafir, serta akan menyusahkan kedua orang tuanya dengan kekufuran dan kezalimannya. Dengan membunuhnya (atas perintah Allah), Allah akan menggantikannya dengan anak yang lebih baik, lebih saleh, dan lebih berbakti serta diridhai orang tuanya. Ini adalah tindakan mencegah kerusakan besar di masa depan dan menjaga keimanan kedua orang tuanya.
- Hikmah Membangun Dinding: Dinding yang hampir roboh itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut, dan di bawahnya terdapat harta karun milik mereka. Ayah mereka adalah orang yang saleh. Allah menghendaki agar harta karun itu tetap aman sampai kedua anak yatim itu dewasa dan mampu mengambilnya. Khidir membangun kembali dinding itu tanpa upah sebagai bentuk rahmat Allah untuk hamba-Nya yang saleh dan keturunannya, serta untuk menjaga amanah.
Dari penjelasan ini, terlihatlah bahwa setiap perbuatan Khidir memiliki hikmah yang mendalam dan kebaikan yang tersembunyi, yang hanya diketahui oleh Allah dan hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Hikmah dari Kisah Nabi Musa dan Khidir
- Kerendahan Hati dalam Menuntut Ilmu: Kisah ini mengajarkan bahwa setinggi apa pun ilmu seseorang, selalu ada yang lebih berilmu dan ada ilmu yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia biasa. Penting untuk selalu tawadhu dan terus belajar, bahkan dari orang yang mungkin dianggap lebih rendah.
- Kesabaran dan Memahami Qada-Qadar Allah: Banyak hal terjadi di dunia yang tampak buruk, aneh, atau tidak adil di mata manusia, namun memiliki hikmah dan kebaikan tersembunyi yang hanya Allah yang tahu. Kita harus bersabar dan percaya pada rencana Allah, karena segala takdir-Nya pasti memiliki kebaikan, meskipun kita tidak memahaminya segera.
- Ilmu Allah yang Luas dan Gaib: Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang gaib. Manusia hanya diberikan sedikit ilmu. Oleh karena itu, kita tidak boleh sombong dengan ilmu yang kita miliki.
- Tidak Menilai Sesuatu dari Luarnya Saja: Apa yang terlihat buruk atau aneh belum tentu demikian. Ada alasan dan hikmah yang lebih dalam di balik setiap kejadian yang mungkin di luar jangkauan pemahaman kita.
- Adab Menuntut Ilmu: Kesabaran dan tidak banyak bertanya tentang hal yang belum dipahami secara tuntas adalah adab penting dalam menuntut ilmu.
Kisah Nabi Musa dan Khidir adalah pelajaran tentang fitnah ilmu. Manusia yang sombong dengan ilmunya akan mudah terjerumus dalam kesalahan dan tidak mampu memahami hikmah di balik kejadian. Sebaliknya, dengan kerendahan hati dan kesabaran, kita akan dibukakan pintu-pintu hikmah yang lebih luas dan pemahaman yang lebih mendalam tentang kebesaran Allah.
4. Kisah Dzulqarnain
Perjalanan ke Barat, Timur, dan Antara Dua Gunung (Fitnah Kekuasaan)
Kisah keempat adalah tentang Dzulqarnain, seorang raja atau pemimpin yang saleh dan perkasa yang diberikan kekuasaan dan kekuatan yang besar oleh Allah SWT. Dzulqarnain dikenal sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan tidak menyombongkan diri meskipun memiliki kekuasaan yang luar biasa. Allah memberinya sarana untuk mencapai segala sesuatu yang ia inginkan. Dzulqarnain melakukan tiga perjalanan besar:
- Perjalanan ke Barat: Dzulqarnain melakukan perjalanan ke arah matahari terbenam. Ia menemukan suatu kaum di sana dan diberikan pilihan oleh Allah untuk menghukum atau memperlakukan mereka dengan baik. Dzulqarnain memilih untuk menghukum yang zalim dan berbuat baik kepada yang beriman. Ia membedakan antara orang yang zalim dan orang yang beriman, menunjukkan keadilan dalam kepemimpinannya.
- Perjalanan ke Timur: Kemudian ia melanjutkan perjalanan ke arah matahari terbit. Di sana ia menemukan kaum yang hidup sederhana, yang belum memiliki tempat berlindung dari panasnya matahari. Dzulqarnain tidak menganiaya mereka, melainkan membantu mereka dengan kebijaksanaannya dan keadilannya sebagai pemimpin. Ia tidak menggunakan kekuasaannya untuk menindas, melainkan untuk melindungi dan mensejahterakan.
- Perjalanan Antara Dua Gunung: Perjalanan paling terkenal adalah ketika ia tiba di antara dua gunung. Di sana, ia bertemu dengan kaum yang mengadu kepadanya tentang Yakjuj dan Makjuj (Gog dan Magog), dua kaum perusak yang selalu membuat kerusakan di bumi, menjarah, dan menganiaya. Kaum tersebut memohon agar Dzulqarnain membangun benteng untuk melindungi mereka dari Yakjuj dan Makjuj, dan mereka bersedia membayar upah.
Membangun Tembok Penahan Yakjuj dan Makjuj dengan Teknologi dan Keimanan
Ketika ditawari upah, Dzulqarnain menolak, mengatakan bahwa apa yang telah diberikan Allah kepadanya lebih baik daripada upah mereka. Namun, ia setuju untuk membantu dengan syarat mereka membantunya dengan tenaga. Ini menunjukkan kemurahan hati dan bahwa tujuannya adalah berbuat kebaikan, bukan mencari keuntungan pribadi. Ia meminta rakyat untuk membantunya mengumpulkan besi dan tembaga dalam jumlah besar.
Kemudian, dengan pengetahuannya yang luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah, ia mencampur besi dengan tembaga, memanaskannya hingga meleleh dengan menggunakan api yang besar, dan menuangkannya di antara dua gunung tersebut. Proses ini membentuk dinding yang sangat kokoh, licin, dan tinggi, yang tidak dapat dipanjat maupun dilubangi oleh Yakjuj dan Makjuj. Ini adalah sebuah mahakarya teknologi dan rekayasa di masanya, yang dibangun dengan kekuatan dan hikmah dari Allah.
"Dia (Dzulqarnain) berkata, 'Apa yang telah diberikan Rabb-ku kepadaku lebih baik (daripada upahmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.'" (Surat Al-Kahfi ayat 95).
"Berilah aku potongan-potongan besi.' Hingga apabila tumpukan besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia berkata, 'Tiupkanlah (api itu).' Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, 'Berilah aku tembaga (yang sudah dicairkan) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).'" (Surat Al-Kahfi ayat 96).
Setelah tembok itu selesai, Dzulqarnain berkata dengan kerendahan hati:
"Ini adalah rahmat dari Rabb-ku; maka apabila datang janji Rabb-ku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabb-ku itu adalah benar." (Surat Al-Kahfi ayat 98).
Pernyataan ini menunjukkan kerendahan hati Dzulqarnain dan pengakuannya bahwa semua kekuasaan dan kemampuan datang dari Allah, dan bahwa tembok ini hanya akan bertahan sampai waktu yang telah ditentukan oleh Allah, yaitu menjelang hari kiamat, sebagai salah satu tanda besar hari akhir.
Hikmah dari Kisah Dzulqarnain
- Ujian Kekuasaan dan Kepemimpinan Adil: Kisah ini adalah tentang fitnah kekuasaan. Dzulqarnain adalah contoh pemimpin yang adil, menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan dan melindungi rakyatnya yang lemah, bukan untuk kepentingan pribadi atau kesombongan.
- Syukur dan Tidak Sombong: Meskipun memiliki kekuasaan dan teknologi yang besar, Dzulqarnain selalu mengembalikan semua kesuksesan kepada Allah ("ini adalah rahmat dari Rabb-ku"). Ini mengajarkan pentingnya syukur dan menghindari kesombongan dalam setiap pencapaian.
- Bekerja Sama untuk Kebaikan: Dzulqarnain melibatkan rakyatnya dalam membangun tembok, menunjukkan pentingnya kerja sama, musyawarah, dan pemberdayaan umat untuk mencapai tujuan besar.
- Kekuasaan untuk Kemaslahatan: Kekuasaan yang hakiki adalah yang digunakan untuk menegakkan keadilan, melindungi yang lemah, dan mencegah kerusakan di muka bumi, bukan untuk menindas atau memperkaya diri.
- Tanda-tanda Hari Kiamat: Kisah Yakjuj dan Makjuj serta tembok yang akan hancur pada hari kiamat adalah salah satu tanda besar hari akhir, mengingatkan kita untuk selalu bersiap diri dan tidak lalai.
Kisah Dzulqarnain menyempurnakan pelajaran Surat Al-Kahfi tentang bagaimana menghadapi fitnah kekuasaan dengan keadilan, syukur, dan mengingat bahwa segala kekuasaan adalah milik Allah semata, serta bahwa semua pencapaian di dunia ini bersifat sementara.
Keempat kisah ini, dengan segala kompleksitas dan kedalamannya, membentuk sebuah narasi yang kohesif dalam Surat Al-Kahfi, memberikan panduan komprehensif bagi manusia untuk menavigasi kehidupan yang penuh ujian dan tantangan. Memahami kisah-kisah ini adalah kunci untuk mengambil manfaat maksimal dari bacaan Surat Al-Kahfi dan membentengi diri dari berbagai fitnah.
Pelajaran Umum dan Refleksi Mendalam dari Surat Al-Kahfi
Setelah menelusuri setiap kisah dalam Surat Al-Kahfi, menjadi jelas bahwa surat ini bukan sekadar kumpulan cerita lama, melainkan sebuah peta jalan spiritual yang sarat dengan pelajaran dan refleksi yang abadi. Inti dari Surat Al-Kahfi adalah bagaimana manusia menghadapi empat fitnah besar yang selalu mengintai: fitnah agama, harta, ilmu, dan kekuasaan. Dengan memahami dan merenungkan hikmahnya, kita dapat membentengi diri dari kesesatan dan tetap berada di jalan yang lurus. Syekh Ali Jaber, dalam banyak kesempatan, selalu menekankan bahwa Al-Kahfi adalah surat anti-fitnah.
1. Mengatasi Empat Fitnah Dunia dengan Landasan Iman
Sebagaimana telah dibahas, setiap kisah merepresentasikan salah satu fitnah utama yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW sebagai tantangan besar bagi umat:
- Fitnah Agama (Kisah Ashabul Kahfi): Pelajaran terpenting adalah keteguhan iman di atas segalanya, bahkan jika harus mengorbankan kenyamanan duniawi dan berhadapan dengan penguasa zalim. Para pemuda gua mengajarkan kita untuk tidak berkompromi dengan akidah, mencari perlindungan Allah, dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya. Dalam dunia modern, fitnah agama bisa berupa tekanan sosial untuk mengikuti tren yang bertentangan dengan syariat, penyebaran ideologi ateisme, liberalisme, atau pluralisme agama yang menyesatkan. Kita harus berani berbeda demi kebenaran, sebagaimana mereka memilih gua daripada istana.
- Fitnah Harta (Kisah Pemilik Dua Kebun): Harta adalah ujian yang sangat berat. Surat Al-Kahfi mengingatkan kita akan bahaya kesombongan, kekufuran nikmat, dan kebanggaan yang berlebihan terhadap kekayaan tanpa mengingat Sang Pemberi. Pelajaran utamanya adalah bersyukur atas setiap rezeki, tawadhu (rendah hati) di hadapan manusia dan Allah, menyadari bahwa semua harta adalah titipan Allah, dan selalu mengingat akhirat sebagai tujuan utama, bukan menumpuk harta di dunia yang fana.
- Fitnah Ilmu (Kisah Nabi Musa dan Khidir): Ilmu tanpa adab dan kesabaran dapat menyebabkan kesombongan dan keangkuhan intelektual. Kisah ini mengajarkan pentingnya kerendahan hati dalam menuntut ilmu, menyadari keterbatasan pengetahuan manusia di hadapan ilmu Allah yang tak terbatas, dan bersabar atas hal-hal yang tidak kita pahami secara akal. Ini adalah antidot terhadap arogansi intelektual yang seringkali muncul saat seseorang merasa paling benar dengan ilmunya. Ilmu yang sejati adalah yang mendekatkan pada Allah, bukan yang menjauhkan.
- Fitnah Kekuasaan (Kisah Dzulqarnain): Kekuasaan adalah amanah besar dan ujian yang paling berat. Dzulqarnain menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus adil, menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan dan melindungi rakyatnya yang lemah, bukan untuk kepentingan pribadi, menindas, atau memperkaya diri. Kekuasaan harus dijalankan dengan rasa takut kepada Allah dan niat untuk berbuat kebaikan di muka bumi, menegakkan kebenaran, dan membasmi kezaliman.
Menyadari keberadaan keempat fitnah ini dan upaya untuk mengatasinya adalah inti dari perlindungan yang dijanjikan bagi pembaca Surat Al-Kahfi. Ini adalah persiapan diri menghadapi tantangan zaman, termasuk fitnah Dajjal yang akan menghimpun keempat fitnah tersebut menjadi satu.
2. Pentingnya Ilmu, Kesabaran, dan Kerendahan Hati
Kisah Nabi Musa dan Khidir secara khusus menyoroti pentingnya ilmu dan kesabaran. Nabi Musa, meskipun seorang Nabi dan rasul mulia, harus menempuh perjalanan panjang untuk belajar dari Khidir, dan ia bahkan berulang kali gagal dalam ujian kesabaran. Ini menunjukkan bahwa ilmu sejati tidak hanya tentang hafalan atau logika, tetapi juga tentang pemahaman yang mendalam, kerendahan hati untuk menerima apa yang di luar akal kita, dan kesabaran dalam menghadapi takdir Allah yang penuh hikmah.
Pelajaran ini sangat relevan di era informasi saat ini, di mana banyak orang merasa paling tahu dan mudah menghakimi tanpa pemahaman yang utuh. Surat Al-Kahfi mengajarkan kita untuk tidak cepat-cepat menyimpulkan dan menghakimi, tetapi berusaha memahami konteks yang lebih luas, dan yang terpenting, mengakui bahwa Allah-lah Yang Maha Tahu akan hikmah di balik setiap kejadian. Ini mengajarkan kita untuk tidak sombong dengan gelar atau wawasan yang kita miliki.
3. Tawakal dan Keimanan kepada Allah dalam Segala Situasi
Tema tawakal (berserah diri sepenuhnya kepada Allah) terjalin di seluruh surat. Ashabul Kahfi bertawakal kepada Allah saat melarikan diri dari raja zalim, meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi. Pemilik kebun yang beriman menyerahkan urusannya kepada Allah dan bersabar atas kemiskinannya. Nabi Musa bersabar dalam mengikuti Khidir. Dzulqarnain mengakui bahwa kekuasaannya adalah rahmat dari Allah dan bukan karena kekuatannya sendiri. Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan berusaha semaksimal mungkin sesuai syariat kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah, percaya bahwa apa pun takdir-Nya adalah yang terbaik bagi kita.
Keimanan yang kuat kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, Pemberi rezeki, Pelindung, dan Pengatur segala urusan, adalah benteng utama dari segala fitnah. Dengan iman yang kokoh, hati akan menjadi tenang dan tidak mudah goyah oleh goncangan dunia.
4. Memahami Qada dan Qadar (Takdir Ilahi)
Kisah Nabi Musa dan Khidir secara gamblang menggambarkan bahwa di balik setiap kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, terdapat hikmah dan takdir Allah yang seringkali tidak terlihat oleh mata manusia. Peristiwa-peristiwa seperti melubangi perahu, membunuh anak muda, dan memperbaiki dinding, pada pandangan pertama tampak buruk dan tidak masuk akal, namun ternyata memiliki kebaikan dan perlindungan di baliknya, yang baru terungkap setelah penjelasan Khidir.
Ini mengajarkan kita untuk memiliki pandangan yang luas terhadap takdir, tidak mudah putus asa atau mengeluh saat musibah, dan selalu percaya bahwa Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya. Setiap cobaan adalah bagian dari rencana Allah untuk menguji dan mengangkat derajat hamba-Nya, serta mengandung pelajaran berharga yang mungkin baru kita pahami di kemudian hari.
5. Ujian Dunia dan Janji Akhirat
Surat Al-Kahfi secara konsisten mengingatkan kita bahwa dunia ini adalah tempat ujian, bukan tempat tinggal abadi. Semua kenikmatan, harta, ilmu, dan kekuasaan akan sirna dan bersifat fana. Yang kekal hanyalah amal saleh dan keimanan yang tulus. Kisah Ashabul Kahfi dan tidur panjang mereka, serta kehancuran kebun si kaya, adalah pengingat akan fana-nya dunia dan kepastian hari kebangkitan dan perhitungan.
Ayat-ayat penutup Surat Al-Kahfi juga menggarisbawahi pentingnya beramal saleh dan tidak mempersekutukan Allah dalam beribadah, sebagai kunci untuk mendapatkan balasan terbaik di akhirat. Ini adalah ajakan untuk fokus pada persiapan menuju kehidupan abadi.
"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.' Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Surat Al-Kahfi ayat 110).
Dengan demikian, Surat Al-Kahfi adalah panduan komprehensif untuk menjalani hidup di dunia ini dengan bekal iman yang kuat, kesabaran yang tak tergoyahkan, kerendahan hati yang tulus, dan persiapan yang matang menuju akhirat. Ini adalah surat yang memanggil kita untuk merenung, bukan hanya membaca, agar cahaya petunjuknya senantiasa menerangi hati dan pikiran kita dalam menghadapi setiap liku kehidupan.
Bagaimana Membaca Surat Al-Kahfi dengan Meresapi Maknanya
Membaca Surat Al-Kahfi adalah ibadah yang mulia, namun membaca dengan meresapi maknanya akan membawa kita pada tingkat pemahaman dan penghayatan yang lebih dalam. Seperti yang sering ditekankan oleh Syekh Ali Jaber, Al-Qur'an bukan sekadar bacaan lisan, melainkan petunjuk hidup yang harus diresapi dan diamalkan. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan kualitas bacaan dan interaksi kita dengan surat ini. Berikut adalah beberapa langkah untuk membaca Surat Al-Kahfi dengan penghayatan yang maksimal:
1. Niat yang Ikhlas dan Memulai dengan Ta'awudz dan Basmalah
Segala amal perbuatan dimulai dengan niat. Niatkan membaca Surat Al-Kahfi semata-mata karena Allah SWT, untuk mencari ridha-Nya, mengambil pelajaran, dan mengamalkan sunah Nabi Muhammad SAW. Keikhlasan niat akan membedakan antara sekadar membaca dan beribadah dengan penuh kesadaran. Sebelum memulai, bacalah ta'awudz (أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ - Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk) untuk membersihkan hati dari gangguan setan, dan basmalah (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ - Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) sebagai bentuk memulai dengan nama Allah.
2. Memilih Waktu Terbaik (Hari Jumat)
Keutamaan membaca Surat Al-Kahfi paling menonjol pada hari Jumat. Dimulai dari terbenamnya matahari pada hari Kamis sore hingga terbenamnya matahari pada hari Jumat. Berusaha meluangkan waktu khusus untuk membaca surat ini pada hari Jumat adalah cara terbaik untuk meraih keberkahannya. Banyak ulama menganjurkan membaca di pagi hari Jumat setelah shalat Shubuh atau sebelum shalat Jumat karena pada waktu tersebut hati masih jernih dan lebih fokus. Namun, jika tidak memungkinkan, bisa dibaca kapan saja selama hari Jumat.
3. Membaca dengan Tartil dan Tajwid yang Benar
Bacalah Al-Qur'an dengan tartil, yaitu perlahan-lahan, tidak terburu-buru, dan dengan memperhatikan kaidah tajwid. Tartil akan membantu Anda lebih fokus pada setiap huruf dan kata, serta memungkinkan hati untuk ikut merasakan keindahan ayat-ayatnya. Jika Anda belum mahir tajwid, berusahalah untuk terus belajar dan memperbaiki bacaan. Mendengarkan qari yang baik seperti Syekh Ali Jaber (melalui rekaman audio atau video) dapat menjadi panduan yang sangat baik untuk menirukan bacaan yang benar dan merdu, sehingga membantu kita melafalkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan baik dan benar.
4. Membaca Terjemahan dan Tafsir
Untuk meresapi makna, membaca terjemahan bahasa Indonesia adalah langkah awal yang sangat penting. Jangan hanya berhenti pada terjemahan literal, tetapi cobalah membaca tafsir ringkas yang menjelaskan konteks, asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), dan hikmah di balik setiap ayat dan kisah. Buku-buku tafsir seperti Tafsir Al-Muyassar, Tafsir Jalalain, atau aplikasi Al-Qur'an digital yang dilengkapi tafsir, atau ceramah ulama yang membahas Surat Al-Kahfi, dapat menjadi sumber yang sangat bermanfaat.
Fokuskan pada bagaimana setiap kisah (Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, Musa dan Khidir, Dzulqarnain) berhubungan dengan empat fitnah utama (agama, harta, ilmu, dan kekuasaan). Pahami bagaimana setiap peristiwa di dalamnya mengajarkan kita tentang cara menghadapi fitnah tersebut.
5. Merenungkan dan Menghubungkan dengan Kehidupan Pribadi (Tadabbur)
Setelah membaca dan memahami terjemahan serta tafsir, luangkan waktu untuk merenung (tadabbur). Ini adalah inti dari penghayatan Al-Qur'an. Ajukan pertanyaan kepada diri sendiri secara jujur dan mendalam:
- Pelajaran apa yang bisa saya ambil dari kisah Ashabul Kahfi untuk menjaga iman saya di era modern ini yang penuh godaan dan tekanan sosial? Apakah saya sudah cukup teguh dalam mempertahankan akidah saya?
- Apakah saya cenderung sombong dengan harta, pekerjaan, atau kemampuan saya seperti pemilik dua kebun? Bagaimana saya bisa lebih bersyukur dan menyadari bahwa semua adalah titipan Allah?
- Apakah saya sudah rendah hati dalam menuntut ilmu dan berinteraksi dengan sesama, ataukah ada kesombongan ilmu dalam diri saya seperti ujian Nabi Musa di awal kisah? Apakah saya mudah menghakimi tanpa pemahaman yang utuh?
- Bagaimana saya bisa menerapkan keadilan, amanah, dan menggunakan setiap kekuasaan atau pengaruh yang saya miliki, sekecil apa pun itu, untuk kemaslahatan umat seperti Dzulqarnain?
- Fitnah mana yang paling saya rasakan di kehidupan saat ini, dan bagaimana Surat Al-Kahfi membimbing saya untuk mengatasinya dan menjauhkan diri dari dampak buruknya?
Merenungkan adalah proses menginternalisasi pelajaran agar ia tidak hanya menjadi pengetahuan di pikiran, tetapi juga menjadi pegangan hidup yang membentuk akhlak dan perilaku kita sehari-hari.
6. Mengamalkan Pelajaran dalam Kehidupan Sehari-hari
Puncak dari membaca dan meresapi makna adalah mengamalkannya. Al-Qur'an diturunkan sebagai petunjuk, dan petunjuk hanya akan bermanfaat jika diaplikasikan. Jika Anda belajar tentang tawakal dari Ashabul Kahfi, maka praktikkan tawakal dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa. Jika Anda belajar tentang syukur dari kisah dua kebun, maka perbanyaklah syukur dalam hidup Anda dan hindari kesombongan. Jika Anda belajar tentang kerendahan hati dari Nabi Musa dan Khidir, maka tunjukkanlah kerendahan hati dalam berinteraksi dengan sesama dan dalam menuntut ilmu. Dan jika Anda belajar tentang keadilan dari Dzulqarnain, maka jadilah pribadi yang adil dalam setiap kesempatan, baik sebagai pemimpin, orang tua, teman, maupun individu.
Terutama, amalkan ayat-ayat penutup Surat Al-Kahfi tentang pentingnya beramal saleh dan tidak menyekutukan Allah dalam beribadah. Ini adalah inti dari semua ajaran yang akan membawa kita pada kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
7. Konsisten dan Berdoa
Usahakan untuk konsisten dalam membaca Surat Al-Kahfi, terutama setiap hari Jumat. Konsistensi adalah kunci keberkahan dan akan membentuk kebiasaan baik yang kuat. Jangan lupa untuk senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dalam memahami Al-Qur'an, diberikan keteguhan iman, dan dilindungi dari segala fitnah dunia dan akhirat. Mohonlah kepada-Nya agar bacaan kita diterima, menjadi hujjah bagi kita di hari kiamat, dan menjadi cahaya yang membimbing kita. Sesungguhnya, hanya dengan pertolongan Allah kita dapat istiqamah.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, insya Allah kita tidak hanya akan mendapatkan pahala dari setiap huruf yang dibaca, tetapi juga cahaya petunjuk yang akan membimbing kita melewati gelapnya fitnah kehidupan, sebagaimana yang sering diajarkan dan dicontohkan oleh ulama mulia seperti Syekh Ali Jaber. Semoga kita semua termasuk golongan yang mencintai Al-Qur'an, mendalami maknanya, dan mengamalkan ajaran-ajarannya dalam setiap helaan napas.
Penutup: Menjadikan Al-Kahfi sebagai Lentera Kehidupan
Perjalanan kita dalam menelusuri keutamaan dan hikmah dari bacaan Surat Al-Kahfi, terutama dengan merujuk pada semangat dan ajaran Syekh Ali Jaber, telah membuka banyak gerbang pemahaman. Kita telah melihat bagaimana surat ini bukan sekadar rangkaian ayat, melainkan sebuah panduan komprehensif yang Allah turunkan sebagai rahmat bagi umat manusia. Ia adalah lentera yang menerangi jalan kita di tengah kegelapan fitnah dunia, perisai yang melindungi kita dari godaan Dajjal, dan pengingat akan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT yang meliputi segala sesuatu.
Kisah-kisah Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, Nabi Musa dan Khidir, serta Dzulqarnain, adalah cerminan abadi dari tantangan-tantangan fundamental yang akan selalu dihadapi manusia: fitnah agama, harta, ilmu, dan kekuasaan. Dengan memahami konteks, alur, dan pelajaran dari setiap kisah tersebut, kita dibekali dengan wawasan yang mendalam untuk mengenali, menghadapi, dan mengatasi setiap fitnah tersebut dengan keimanan, kesabaran, kerendahan hati, dan tawakal kepada Allah.
Surat Al-Kahfi adalah surat yang memiliki keistimewaan tersendiri, terutama karena penekanannya pada bagaimana manusia harus menjaga imannya di tengah arus dunia yang penuh dengan berbagai ujian. Ia mengajarkan tentang pentingnya memilih kebenaran meskipun harus sendirian, bersyukur atas nikmat sekecil apapun dan tidak terbuai oleh kekayaan, selalu rendah hati dalam menuntut ilmu dan menerima takdir Allah, serta menggunakan setiap amanah kekuasaan untuk kemaslahatan umat. Ini adalah pelajaran yang relevan sepanjang masa, dan akan semakin penting di akhir zaman.
Sosok Syekh Ali Jaber, dengan segala kerendahan hati, keikhlasan, dan kecintaannya yang mendalam terhadap Al-Qur'an, telah menjadi jembatan bagi banyak orang untuk lebih dekat dengan kitab suci ini. Suara merdu beliau yang penuh penghayatan, serta nasihat-nasihat beliau yang menyejukkan, telah memotivasi jutaan umat untuk tidak hanya membaca Al-Kahfi, tetapi juga meresapi dan mengamalkannya. Beliau mengajarkan kita bahwa Al-Qur'an adalah sumber solusi untuk setiap masalah, dan bahwa setiap ayatnya adalah petunjuk yang tak lekang oleh waktu, mampu memberikan ketenangan dan arah di tengah kebingungan.
Membaca Surat Al-Kahfi setiap hari Jumat adalah sunah yang memiliki keutamaan besar, namun jauh lebih penting adalah bagaimana kita menginternalisasi pesan-pesan moral dan spiritualnya. Ini bukan sekadar ritual, melainkan sebuah proses pendidikan jiwa yang berkelanjutan. Ketika kita membaca tentang Ashabul Kahfi, kita diingatkan untuk teguh dalam iman dan berani berbeda demi prinsip. Ketika kita membaca tentang pemilik dua kebun, kita diajari untuk bersyukur dan tidak sombong, serta mengingat bahwa dunia ini hanya sementara. Ketika kita membaca kisah Musa dan Khidir, kita diajak untuk rendah hati dalam menuntut ilmu dan sabar dalam menghadapi takdir yang tampak tidak masuk akal. Dan ketika kita membaca tentang Dzulqarnain, kita belajar tentang kepemimpinan yang adil dan penggunaan kekuasaan untuk kebaikan, bukan kezaliman.
Dengan demikian, Surat Al-Kahfi menjadi sebuah pilar penting dalam membentuk karakter Muslim yang kokoh, tidak mudah goyah oleh fitnah dunia, dan senantiasa berorientasi pada ridha Allah. Ia adalah bekal spiritual yang akan menguatkan hati, mencerahkan pikiran, dan menuntun langkah menuju kebahagiaan abadi.
Mari kita jadikan Bacaan Surat Al Kahfi sebagai sahabat setia dalam perjalanan hidup kita. Mari kita teruskan semangat yang telah ditanamkan oleh para ulama, termasuk Syekh Ali Jaber, untuk senantiasa mencintai Al-Qur'an, mendalami maknanya, dan menjadikannya sebagai pedoman utama dalam setiap aspek kehidupan. Semoga dengan begitu, kita akan senantiasa berada dalam lindungan dan rahmat Allah SWT, diterangi cahaya-Nya di dunia dan di akhirat kelak, serta terhindar dari segala bentuk fitnah yang menyesatkan.
Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan menjadikan kita termasuk golongan hamba-hamba-Nya yang senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunah Rasulullah SAW. Amin ya Rabbal Alamin.