Surah Adh-Dhuha, surah ke-93 dalam Al-Qur'an, turun sebagai penyejuk hati bagi Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami masa-masa sulit dan jeda wahyu. Di tengah kebimbangan dan kesedihan, Allah SWT mengirimkan penegasan yang luar biasa, salah satunya termuat dalam ayat ketiga: Adh Dhuha Ayat 3.
Teks dan Terjemahan Adh Dhuha Ayat 3
Ayat ketiga ini memiliki makna yang sangat mendalam sebagai penegasan ilahi. Berikut adalah lafal aslinya serta terjemahannya:
Artinya: Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak (pula) membencimu.
Analisis Mendalam Makna Ayat
Ayat ini berfungsi sebagai obat mujarab bagi setiap jiwa yang merasa ditinggalkan atau gagal. Ketika ayat-ayat sebelum ini (ayat 1 dan 2) menegaskan waktu Dhuha yang penuh berkah, ayat 3 langsung menyerang inti kekhawatiran Rasulullah SAW: perasaan ditinggalkan oleh wahyu atau dibenci oleh Rabb-nya.
1. Penolakan Perpisahan (مَا وَدَّعَكَ - Ma Wadd'aka)
Kata "wadda'a" (meninggalkan/perpisahan) digunakan dalam konteks yang sangat pribadi. Dalam budaya Arab, perpisahan seringkali mengandung konotasi negatif atau kesedihan. Allah SWT dengan tegas meniadakan kemungkinan ini. Ini bukan sekadar jeda sementara, melainkan penegasan bahwa hubungan antara Allah dan hamba-Nya—terutama Rasulullah SAW—bersifat abadi dan tidak terputus.
Bagi umat Islam secara umum, pesan ini mengajarkan bahwa dalam fase kekeringan spiritual, ketika doa terasa tidak sampai atau ketika ujian terasa terlalu berat, itu bukanlah tanda bahwa Allah telah meninggalkan kita. Jeda adalah bagian dari proses pendewasaan iman.
2. Penolakan Kebencian (وَمَا قَلِي - Wa Ma Qali)
Bagian kedua dari ayat ini adalah penolakan terhadap kebencian atau kemarahan ilahi. Jika jeda wahyu menyebabkan Rasulullah merasa cemas, hal itu bisa ditafsirkan sebagai tanda kemurkaan. Ayat ini membersihkan kecemasan tersebut secara total. Allah menegaskan bahwa tindakan-Nya selalu didasari oleh kasih sayang, bukan kebencian atau kemarahan yang tidak terkontrol.
Ini memberikan landasan psikologis yang kuat. Ketika seseorang merasa terpuruk, seringkali muncul suara hati yang menuduh diri sendiri bahwa semua kesusahan adalah balasan atas kesalahan masa lalu. Adh Dhuha ayat 3 membatalkan tuduhan internal tersebut. Kesusahan bisa jadi adalah ujian, bukan hukuman.
Konteks Psikologis dan Spiritual
Bayangkan situasi Nabi Muhammad SAW saat itu. Beliau adalah pusat peradaban yang baru dibangun, dan jeda dalam menerima wahyu dapat berarti kegagalan dakwah di mata para musuh. Ketakutan kehilangan koneksi dengan Sang Pencipta adalah ketakutan terbesar seorang Nabi.
Ayat ini adalah penegasan prioritas: Hubunganmu dengan-Ku aman. Setelah kepastian ini diberikan, barulah Allah melanjutkan dengan janji-janji kenikmatan di masa depan (ayat 4 dan seterusnya).
Pelajaran penting yang dapat dipetik dari Adh Dhuha Ayat 3 adalah bahwa iman sejati diuji bukan hanya saat menerima kemudahan, tetapi juga saat menghadapi keheningan. Keheningan tersebut bukanlah bukti penolakan, melainkan janji bahwa rahmat dan penjagaan ilahi senantiasa hadir, meskipun tidak terlihat secara kasat mata.
Aplikasi Dalam Kehidupan Modern
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, perasaan 'ditinggalkan' atau 'diboikot' bisa muncul akibat kegagalan karier, kehilangan dukungan sosial, atau masa-masa stagnasi dalam pertumbuhan diri. Ayat ini berfungsi sebagai jangkar:
- Dalam Masa Stagnasi: Jangan menyimpulkan bahwa Anda telah dibuang. Mungkin ini adalah masa istirahat yang dipersiapkan sebelum lompatan yang lebih tinggi.
- Dalam Masa Ujian Berat: Ingatlah bahwa Allah tidak membenci Anda. Ujian adalah mekanisme pemurnian.
- Mengganti Narasi Internal: Ubah narasi "Saya sendirian" menjadi "Saya dijaga meskipun saya tidak merasakannya sekarang."
Memahami Adh Dhuha Ayat 3 secara mendalam memberikan ketenangan batin yang tidak bisa digoyahkan oleh kondisi eksternal. Kepastian bahwa kita tidak ditinggalkan adalah fondasi untuk menerima janji-janji kenyamanan yang menyusul dalam ayat-ayat selanjutnya dari Surah Adh-Dhuha.
Ini adalah pesan cinta abadi dari Yang Maha Tinggi, sebuah janji yang ditegaskan kembali: tidak ada perpisahan permanen, dan tidak ada kebencian yang melandasi setiap ketetapan-Nya.