Batu bara adalah salah satu sumber daya energi fosil yang paling signifikan dan telah memainkan peran sentral dalam revolusi industri hingga era modern. Secara geologis, batu bara adalah batuan sedimen berwarna hitam atau cokelat kehitaman yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang terkubur jutaan tahun di bawah tekanan dan panas yang ekstrem. Proses ini dikenal sebagai karbonisasi. Batu bara diklasifikasikan berdasarkan tingkat kematangan dan kandungan karbonnya, mulai dari lignit (kualitas terendah) hingga antrasit (kualitas tertinggi).
Komposisi utama batu bara adalah karbon, namun ia juga mengandung hidrogen, sulfur, oksigen, nitrogen, dan berbagai mineral lainnya. Kandungan energi yang tersimpan di dalamnya menjadikannya bahan bakar yang sangat efisien untuk pembangkit listrik dan berbagai proses industri berat seperti pembuatan baja dan semen.
Pembentukan batu bara membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan juta tahun. Dimulai dari material organik di rawa-rawa purba yang terendam air dan terlindungi dari dekomposisi penuh oleh bakteri. Tekanan dari sedimen di atasnya secara bertahap menghilangkan air dan zat volatil, meninggalkan lebih banyak karbon. Tahapannya meliputi:
Meskipun kesadaran akan perubahan iklim semakin meningkat, batu bara tetap menjadi tulang punggung energi di banyak negara. Kemudahan penambangan, ketersediaan cadangan yang luas, dan biaya yang relatif stabil menjadikannya pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan listrik dasar (baseload power). Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah konsumen terbesar batu bara di dunia. Ketika batu bara dibakar, panas yang dihasilkan digunakan untuk menghasilkan uap yang kemudian memutar turbin generator listrik.
Selain sektor energi listrik, batu bara sangat diperlukan dalam industri metalurgi, terutama dalam produksi kokas yang merupakan komponen kunci dalam pembuatan baja. Tanpa pasokan batu bara yang memadai, rantai pasokan industri berat global akan terganggu secara signifikan.
Penggunaan batu bara tidak terlepas dari dampak lingkungan yang serius. Pembakaran batu bara melepaskan emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida ($\text{CO}_2$), yang menjadi kontributor utama pemanasan global. Selain itu, proses pembakaran juga melepaskan polutan lain seperti sulfur dioksida ($\text{SO}_2$), nitrogen oksida ($\text{NO}_x$), dan partikel halus yang menyebabkan hujan asam dan masalah kualitas udara.
Menghadapi tantangan ini, industri batu bara sedang beradaptasi melalui teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS), meskipun teknologi ini masih mahal dan belum diterapkan secara luas. Transisi energi global secara bertahap mendorong penurunan penggunaan batu bara demi sumber energi terbarukan seperti surya dan angin. Namun, mengingat cadangan batu bara yang masih sangat besar dan kebutuhan energi yang terus meningkat di negara berkembang, batu bara diperkirakan akan tetap menjadi bagian dari bauran energi dunia setidaknya untuk beberapa dekade mendatang, meskipun perannya akan semakin berkurang dan harus diimbangi dengan teknologi mitigasi emisi yang lebih baik.