Ilustrasi Budaya Simalungun
Di tengah keberagaman etnis di Indonesia, seringkali muncul penyederhanaan identitas yang dapat mengaburkan keunikan masing-masing kelompok. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah penyebutan masyarakat Simalungun sebagai bagian dari suku Batak secara keseluruhan. Padahal, Simalungun memiliki identitas, sejarah, budaya, dan bahasa yang berbeda dan patut untuk dikenali secara spesifik. Pernyataan "Simalungun bukan Batak" bukanlah bentuk penolakan atau kesombongan, melainkan upaya untuk menegaskan dan menjaga keaslian jati diri mereka yang kaya.
Secara geografis, wilayah Simalungun berada di Provinsi Sumatera Utara, sebuah daerah yang juga dihuni oleh berbagai kelompok etnis lain, termasuk beberapa sub-suku yang secara umum dikategorikan sebagai Batak, seperti Toba, Mandailing, Karo, Pakpak, dan Angkola. Posisi geografis yang berdekatan dan interaksi historis yang panjang inilah yang terkadang menyebabkan adanya generalisasi. Namun, perbedaan fundamental dalam akar sejarah, struktur sosial, tradisi lisan, hingga bahasa, membuktikan bahwa Simalungun memiliki entitas yang terpisah.
Sejarah mencatat bahwa nenek moyang suku Simalungun bermigrasi dari wilayah lain sebelum akhirnya menetap di Tanah Simalungun. Ada teori yang menyebutkan keterkaitan dengan kerajaan-kerajaan kuno di wilayah sekitar Danau Toba, namun dengan jalur migrasi dan perkembangan yang berbeda dari kelompok Batak lainnya. Konon, masyarakat Simalungun terbentuk dari perpaduan berbagai kelompok masyarakat yang datang dan berasimilasi di wilayah tersebut, membentuk suatu kesatuan sosial dan budaya yang khas. Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan sendiri, seperti Kerajaan Siantar, Kerajaan Tanah Jawa, Kerajaan Panei, dan lainnya, yang memiliki sejarah dan sistem pemerintahan yang unik.
Berbeda dengan beberapa kelompok Batak yang memiliki sistem marga yang sangat dominan dan terstruktur secara homogen, masyarakat Simalungun memiliki sistem kekerabatan dan pembagian sosial yang lebih kompleks. Meskipun terdapat marga, namun asal-usul dan penerapannya dalam struktur sosial bisa memiliki perbedaan. Pengaruh luar, seperti kerajaan Melayu dan India, juga terlihat lebih kuat dalam beberapa aspek budaya Simalungun dibandingkan dengan kelompok Batak lainnya.
Salah satu pembeda paling mencolok adalah bahasa. Bahasa Simalungun, meskipun memiliki beberapa kemiripan leksikal dengan bahasa Batak Toba atau Karo, memiliki struktur, intonasi, dan kosakata yang cukup berbeda. Pengucapannya seringkali terdengar lebih lembut dan memiliki dialek yang spesifik di setiap wilayah Simalungun. Upaya pelestarian bahasa ini menjadi krusial agar tidak hilang ditelan zaman, dan ini adalah bagian penting dari penegasan identitas Simalungun.
Dari segi kebudayaan, Simalungun memiliki kekayaan tradisi yang unik. Tarian tradisionalnya, seperti Tari `Tor-tor Sombah` atau tarian-tarian yang menceritakan kisah leluhur dan alam, memiliki gerakan dan makna yang berbeda dari tarian Batak pada umumnya. Musik tradisionalnya, yang seringkali menggunakan alat musik seperti `hasapi` (kecapi), `gondang` (gendang), dan `sulim` (suling), memiliki melodi dan ritme yang khas. Upacara adat, sistem kepercayaan leluhur (sebelum agama masuk), hingga kuliner khas Simalungun, semuanya menunjukkan orisinalitas yang membanggakan. Misalnya, makanan seperti `dengke simalungun` (ikan mas masakan khas Simalungun) memiliki cita rasa dan cara pengolahan yang berbeda.
Menegaskan bahwa "Simalungun bukan Batak" bukanlah tentang memecah belah, melainkan tentang menghargai perbedaan dan mengakui keunikan setiap identitas etnis. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi, penting bagi kita untuk tidak terjebak dalam generalisasi yang dangkal. Pemahaman yang benar tentang kekayaan budaya Simalungun akan membantu kita untuk lebih menghargai keberagaman bangsa Indonesia.
Generasi muda Simalungun kini semakin aktif dalam melestarikan dan mempromosikan budayanya. Melalui seni, seminar, publikasi, hingga media sosial, mereka berusaha menyebarkan kesadaran akan identitas Simalungun yang berbeda. Pengakuan dari masyarakat luas, pemerintah, serta media, sangat dibutuhkan agar Simalungun dapat berdiri tegak sebagai sebuah etnis yang memiliki sejarah, budaya, dan identitasnya sendiri, sejajar dengan etnis-etnis lain di Nusantara. Keunikan Simalungun adalah harta bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.