Surat Ad-Dhuha (Surat ke-93 dalam Al-Qur'an) adalah surat yang sangat inspiratif, diturunkan pada saat Nabi Muhammad SAW mengalami masa-masa sulit dan jeda wahyu yang sempat menimbulkan kesedihan. Di antara ayat-ayat penenang tersebut, terdapat satu ayat yang mengandung janji ilahi yang kuat mengenai pembalasan dan kemudahan setelah kesulitan, yaitu **QS 93 Ayat 7**.
(QS. Ad-Dhuha: 7)
Ayat ketujuh dari Surat Ad-Dhuha ini, bersama dengan ayat-ayat sebelumnya (terutama ayat 6: "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"), berfungsi sebagai pengingat akan rahmat dan pertolongan Allah SWT kepada Rasulullah SAW.
Ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad SAW pernah mengalami masa-masa kemiskinan materiil dan kesendirian dalam dakwah. Ayat ini secara spesifik menegaskan dua kondisi yang dialami Rasulullah:
Inti dari ayat ini adalah afirmasi bahwa Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang beriman berada dalam keputusasaan permanen. Setelah melewati fase kesulitan (kekurangan atau kebingungan), pertolongan dan kelapangan pasti akan datang.
Meskipun ayat ini ditujukan secara langsung kepada Rasulullah SAW, keindahan Al-Qur'an terletak pada universalitas pesannya. Ayat ini menjadi fondasi keyakinan bagi setiap Muslim yang sedang menghadapi tantangan hidup:
Ayat ini menekankan bahwa kondisi "tersesat" atau "kekurangan" hanyalah fase sementara. Prinsip tauhid menegaskan bahwa Pencipta alam semesta yang mengatur rezeki dan petunjuk tidak akan meninggalkan ciptaan-Nya dalam kegelapan selamanya. Ini menumbuhkan optimisme yang berbasis iman.
Kata 'Hada' (petunjuk/kecukupan) memiliki cakupan makna yang luas. Bagi seorang Muslim, rezeki bukan semata-mata harta benda. Rezeki bisa berupa kesehatan, kesabaran yang dikuatkan, solusi tak terduga atas masalah, atau petunjuk spiritual yang menjernihkan hati ketika bimbang.
Ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat 7 menekankan perintah untuk tidak menindas anak yatim dan tidak menolak orang yang meminta. Ini mengindikasikan bahwa setelah Allah memberi kecukupan, seorang mukmin harus membalas kebaikan itu dengan kemurahan hati dan keteguhan dalam beribadah. Kesulitan yang telah berlalu seharusnya menghasilkan syukur dan kedermawanan.
Klimaks dari surat ini terletak pada ayat 8 dan 9, yang berbunyi: "Dan sungguh, akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas."
Ayat 7 berfungsi sebagai jembatan antara masa sulit ("Dhaa'ian") dan janji kemuliaan di masa depan ("Rabbuka sa-yutika fa-tarza"). Jika Allah telah menyediakan jalan keluar dari kebingungan dan kekurangan (Ayat 7), maka kepuasan penuh di akhirat dan dunia adalah jaminan yang akan segera menyusul (Ayat 8 & 9).
Oleh karena itu, ketika kita membaca atau merenungkan QS 93 Ayat 7, kita diingatkan bahwa setiap langkah yang terasa sulit hari ini adalah bagian dari proses ilahi yang pasti akan diakhiri dengan rahmat dan pemberian yang melimpah dari Sang Maha Pengatur.