Di tengah pesatnya perkembangan zaman dan arus globalisasi, keberadaan warisan budaya nenek moyang seringkali terancam punah. Namun, di tanah Batak Toba, Sumatera Utara, sebuah tradisi kuno berupa penulisan lontara yang dikenal sebagai Pustaha Laklak, terus diupayakan kelestariannya. Pustaha Laklak bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah artefak budaya yang kaya akan pengetahuan, kearifan lokal, dan nilai-nilai spiritual yang mendalam.
Pustaha Laklak merujuk pada naskah-naskah tradisional masyarakat Batak Toba yang ditulis di atas kulit kayu langsat (lalat). Bahan dasar ini kemudian dilipat-lipat menyerupai akordeon, sehingga disebut "laklak" yang berarti lipatan. Berbeda dengan kebanyakan naskah kuno yang menggunakan media kertas, Pustaha Laklak menawarkan keunikan tersendiri dalam hal material dan teknik penulisannya. Tinta yang digunakan biasanya berasal dari campuran jelaga dan getah pohon, menghasilkan warna hitam pekat yang khas dan tahan lama.
Tulisan yang digunakan dalam Pustaha Laklak adalah aksara Batak, yang juga dikenal sebagai Surat Batak. Aksara ini memiliki bentuk yang unik, meliuk-liuk, dan seringkali dianggap sulit dibaca oleh orang yang tidak terbiasa. Setiap simbol memiliki nilai estetika sekaligus makna yang terkandung di dalamnya. Pustaha Laklak merupakan medium utama bagi para datu (dukun atau pemangku adat) dan tokoh masyarakat pada masa lalu untuk mencatat berbagai hal penting.
Isi dari Pustaha Laklak sangatlah beragam dan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat Batak Toba. Di dalamnya terdapat berbagai macam pengetahuan, mulai dari ramuan obat-obatan tradisional (partuha natou), ilmu perbintangan (datu), sistem penanggalan, hingga mantra-mantra yang berkaitan dengan upacara adat, spiritualitas, dan bahkan pengobatan. Pustaha Laklak seringkali berisi panduan tentang cara melakukan ritual, meramu obat untuk berbagai penyakit, memprediksi masa depan berdasarkan pergerakan bintang, serta memberikan nasihat moral dan etika.
Selain itu, Pustaha Laklak juga menyimpan cerita-cerita leluhur, silsilah keluarga (tarombo), dan nilai-nilai filosofis yang membentuk pandangan hidup masyarakat Batak. Keberadaan pustaha ini mencerminkan tingginya tingkat peradaban dan kecerdasan intelektual masyarakat Batak Toba pada masa lampau, yang mampu mengembangkan sistem tulisan dan mengabadikan pengetahuan mereka dalam bentuk yang tahan lama.
Bagi masyarakat Batak Toba, Pustaha Laklak memegang peranan sentral dalam pelestarian adat dan budaya. Pustaha ini menjadi sumber referensi utama bagi para datu dan tetua adat ketika menyelenggarakan berbagai upacara penting, seperti upacara pernikahan, kematian, panen, atau upacara-upacara yang berkaitan dengan kesuburan tanah dan keselamatan masyarakat. Mantra-mantra dan panduan yang tertulis di dalamnya digunakan untuk memastikan setiap ritual berjalan sesuai dengan tatanan yang diwariskan turun-temurun.
Pustaha Laklak juga berfungsi sebagai sarana pendidikan informal, di mana pengetahuan diturunkan dari generasi ke generasi. Para datu akan mengajarkan cara membaca dan memahami isi pustaha kepada generasi muda yang berpotensi meneruskan tradisi mereka. Proses ini memastikan bahwa kearifan lokal tidak hilang ditelan zaman dan terus relevan dengan kehidupan masyarakat.
Meskipun memiliki nilai yang sangat tinggi, Pustaha Laklak kini menghadapi berbagai tantangan. Kurangnya minat dari generasi muda untuk mempelajari aksara Batak dan isi pustaha menjadi ancaman serius. Banyak Pustaha Laklak yang tersimpan di rumah-rumah keluarga, namun tidak lagi dipahami isinya oleh pemiliknya. Faktor perubahan gaya hidup, kemajuan teknologi, dan kurangnya materi pembelajaran yang memadai di sekolah-sekolah juga turut berkontribusi pada pudarnya tradisi ini.
Beberapa pihak, baik pemerintah daerah, akademisi, maupun komunitas adat, telah berupaya keras untuk melestarikan Pustaha Laklak. Program-program edukasi, workshop, digitalisasi naskah kuno, serta penelitian intensif menjadi beberapa langkah yang dilakukan. Upaya ini bertujuan untuk mendokumentasikan, menafsirkan, dan menyebarluaskan kembali kekayaan pengetahuan yang terkandung dalam Pustaha Laklak agar dapat diakses dan dipahami oleh khalayak luas, serta menjadi kebanggaan bagi masyarakat Batak Toba dan Indonesia.
Melestarikan Pustaha Laklak berarti menjaga akar budaya dan identitas masyarakat Batak Toba. Ini adalah pengingat bahwa di balik kesederhanaan kulit kayu dan guratan aksara, tersimpan kekayaan intelektual dan spiritual yang tak ternilai harganya, yang dapat terus memberikan inspirasi dan panduan bagi kehidupan di masa kini dan masa mendatang.