Ilustrasi keceriaan persahabatan di bangku sekolah.
Sekolah, sebuah rumah kedua yang menyimpan sejuta cerita. Di setiap sudutnya, terukir tawa, tangis, dan mimpi. Namun, yang paling berharga dari semua itu adalah kehadiran teman-teman yang mewarnai hari-hari penuh pembelajaran. Mereka adalah bintang-bintang yang menerangi kegelapan kebingungan, bahu untuk bersandar saat beban terasa berat, dan cermin untuk melihat diri sendiri dengan lebih jernih.
Ingatkah saat pertama kali kita melangkah masuk ke gerbang sekolah ini? Ragu, sedikit takut, namun juga penuh antusiasme. Di tengah keramaian wajah-wajah baru, ada satu atau beberapa tatapan yang terasa nyaman, satu senyum yang memecah kecanggungan. Dari situlah benih-benih persahabatan mulai bertumbuh. Kita berbagi bekal, saling menyalin PR, dan berbisik di belakang guru saat pelajaran terasa membosankan. Tawa renyah mengalun, mengisi setiap jeda di antara tugas dan ujian.
Di lorong kelas, derap langkah kita,
Bertemu, tertawa, merajut cerita.
Buku berdebu, meja usang saksi,
Kasih sayang teman, takkan terganti.
Teman sekolah bukan hanya sekadar rekan belajar. Mereka adalah orang-orang yang melihat kita saat kita belum menjadi "siapa-siapa". Mereka mengenal kita dari seragam putih abu-abu yang sedikit kusut, dari rambut yang acak-acakan karena bermain, hingga kebiasaan-kebiasaan kecil yang mungkin tersembunyi dari pandangan orang lain. Mereka tahu rasa takut kita saat presentasi, semangat kita saat meraih nilai bagus, dan kesedihan kita saat gagal.
Di bangku sekolah, kita belajar arti berbagi. Berbagi pena, berbagi ilmu, dan yang terpenting, berbagi hati. Ada teman yang selalu siap mendengarkan keluh kesah, teman yang memberikan semangat saat kita ragu, dan teman yang mengajak bercanda saat suasana terasa tegang. Sikap-sikap kecil ini, yang mungkin dianggap sepele, sesungguhnya adalah fondasi kuat dari sebuah ikatan yang tulus. Setiap diskusi kelompok, setiap kerja bakti, setiap kegiatan ekstrakurikuler, semua itu membentuk mozaik indah bernama persahabatan.
Kita tumbuh bersama, menghadapi berbagai tantangan remaja. Masa-masa penuh pencarian jati diri, masa-masa di mana perubahan terjadi begitu cepat. Di tengah badai pubertas, teman-teman sekolah adalah jangkar yang membuat kita tetap berpijak pada kenyataan. Mereka mengingatkan kita siapa diri kita, menuntun kita ke arah yang benar, dan merayakan setiap pencapaian kecil yang kita raih.
Saat senja mulai merayap,
Di bawah pohon rindang berjemur.
Cerita masa lalu terucap,
Persahabatan takkan pernah luntur.
Waktu terus berjalan, dan kita pun perlahan beranjak dari bangku sekolah. Ada yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ada yang memulai karier, dan ada pula yang mengambil jalan hidup berbeda. Jarak mungkin memisahkan, kesibukan mungkin membuat kita jarang bertemu. Namun, kenangan tentang teman-teman sekolah akan selalu tersimpan rapi di relung hati.
Mungkin saat kita dewasa, kita akan teringat kembali pada momen-momen sederhana di sekolah. Teringat pada tawa lepas saat bermain sepak bola di lapangan, teringat pada bisikan-bisikan rahasia saat ujian, teringat pada dukungan tulus saat menghadapi masalah. Foto-foto lama yang beredar di media sosial bisa menjadi pemicu nostalgia, membawa kita kembali ke masa-masa keemasan itu.
Puisi tentang teman sekolah adalah sebuah pengingat. Pengingat bahwa di balik buku pelajaran dan ujian, ada nilai-nilai kehidupan yang lebih berharga yang kita pelajari, yaitu persahabatan. Ikatan yang terjalin di masa sekolah seringkali menjadi ikatan seumur hidup. Ia mengajarkan kita tentang arti kesetiaan, empati, dan penerimaan. Teman sekolah adalah permata yang tak ternilai, warisan berharga dari masa muda yang akan selalu kita jaga.
Meski kelak jauh merantau,
Kenangan sekolah takkan lekang.
Wajahmu terlukis di kalbu,
Sahabat sejati, selalu dikenang.
Terima kasih, teman-teman sekolah. Terima kasih telah menjadi bagian terindah dari perjalanan hidupku. Kisah kita mungkin telah beranjak ke babak baru, namun melodi persahabatan ini akan terus berdendang di hati, selamanya.