Setiap insan mendambakan kebahagiaan, sebuah rasa tenteram yang mendalam, sebuah senyum yang tulus dari lubuk hati. Namun, seringkali jalan menuju kebahagiaan terasa berliku, dipenuhi rintangan dan keraguan. Dalam puisi ini, terlukis kerinduan akan hidup yang penuh suka cita, sebuah harapan yang terus dijaga di tengah segala ketidakpastian. Kebahagiaan bukan sekadar ketiadaan nestapa, melainkan sebuah kesadaran akan kehadiran makna dalam setiap detik kehidupan.
Hidup adalah kanvas luas, dan kebahagiaan adalah palet warna yang ingin kita lukiskan. Terkadang, warna-warna itu terasa pudar, tertutup oleh kelabu kekhawatiran atau bayang-bayang kesedihan. Namun, keinginan untuk menemukan kilau cerah itu tak pernah padam. Ini adalah tentang merajut hari-hari dengan benang-benang optimisme, mencari secercah cahaya bahkan di malam tergelap sekalipun. Kebahagiaan adalah seni, sebuah proses kreatif yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan yang terpenting, kemauan untuk terus percaya.
Dalam pencarian ini, kita seringkali belajar banyak tentang diri sendiri. Kita menemukan kekuatan yang tak terduga, ketahanan yang luar biasa, dan kemampuan untuk bangkit kembali setelah terjatuh. Kebahagiaan sejati seringkali ditemukan bukan dalam pencapaian materi semata, melainkan dalam hubungan yang tulus dengan sesama, dalam kedamaian batin, dan dalam kemampuan untuk mensyukuri hal-hal kecil yang seringkali terlewatkan. Ini adalah tentang menemukan harmoni antara keinginan jiwa dan realitas yang ada.
Di ufuk timur, mentari merekah,
Membawa harapan, segenggam anugerah.
Aku berdiri, merindu tak terperi,
Akan senyum damai, di hati ini.
Bukan harta dunia, bukan pula takhta,
Yang kuimpikan kini, hanya rasa lega.
Terbebas dari beban, kerut di dahi,
Dan tawa renyah, menemani hari.
Kucari bahagia, dalam tiap embun pagi,
Dalam sapuan angin, membelai pipi.
Dalam setiap pelukan, tulus dan hangat,
Dalam kebaikan hati, yang tak terperikan.
Mungkin tak harus sempurna, hidup yang kujalani,
Cukup sederhana, penuh arti.
Asal ada rasa syukur, di setiap helaan napas,
Dan semangat juang, tak pernah terhapus.
Wahai kebahagiaan, di manakah kau bersembunyi?
Aku merindukanmu, dalam sunyi.
Beri aku petunjuk, tanda keberadaanmu,
Agar jiwaku tenang, menemukan kedamaianmu.
Puisi ini mengajak kita untuk merefleksikan apa arti kebahagiaan bagi diri kita. Terkadang, kita terlalu sibuk mengejar sesuatu yang jauh di depan, hingga lupa menikmati perjalanan itu sendiri. Kebahagiaan seringkali hadir dalam momen-momen sederhana yang kita lewati setiap hari. Ia bisa ditemukan dalam menikmati secangkir kopi di pagi hari, dalam percakapan hangat dengan orang terkasih, atau sekadar dalam menikmati keindahan alam di sekitar kita.
Merindukan kebahagiaan adalah hal yang manusiawi. Namun, lebih dari sekadar merindu, yang terpenting adalah bagaimana kita secara aktif menciptakan kondisi untuk kebahagiaan itu sendiri. Ini bukan tentang menunggu kebahagiaan datang, melainkan tentang menumbuhkannya dari dalam. Ini tentang menerima diri sendiri apa adanya, memaafkan kesalahan masa lalu, dan berani melangkah maju dengan hati yang terbuka.
Dalam perjalanan menuju kebahagiaan, setiap langkah berarti. Kesabaran adalah kunci, dan penerimaan adalah gerbangnya. Ketika kita berhenti membandingkan diri dengan orang lain dan mulai menghargai apa yang kita miliki, saat itulah kebahagiaan mulai bersemi. Puisi ini adalah sebuah pengingat lembut, bahwa di dalam diri kita sendiri tersimpan potensi tak terbatas untuk merasakan kebahagiaan sejati, asalkan kita mau membuka mata hati dan merangkulnya dengan segenap jiwa.