Perbedaan Mendasar Antara Bank Jatim Konvensional dan Bank Jatim Syariah
Dalam lanskap perbankan Indonesia, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur atau yang lebih dikenal sebagai Bank Jatim, hadir dalam dua model operasional: konvensional dan syariah. Meskipun sama-sama berada di bawah naungan Bank Jatim, kedua entitas ini memiliki perbedaan fundamental dalam prinsip, akad, dan produk yang ditawarkan. Memahami perbedaan ini penting bagi nasabah dalam memilih layanan perbankan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan mereka.
Inti Perbedaan: Perbedaan utama terletak pada landasan operasionalnya. Bank Jatim konvensional beroperasi berdasarkan hukum perbankan umum, sementara Bank Jatim Syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam.
1. Landasan Operasional dan Prinsip
Bank Jatim Konvensional
Bank Jatim konvensional beroperasi dengan mengacu pada Undang-Undang Perbankan yang berlaku di Indonesia. Mekanisme utama yang digunakan adalah prinsip bunga. Bank mendapatkan keuntungan dari selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan. Transaksi yang dilakukan cenderung lebih fleksibel dalam hal objek akad, namun beroperasi dalam kerangka konvensional yang umum.
Bank Jatim Syariah
Sebaliknya, Bank Jatim Syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam, yang diawasi oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Prinsip utamanya adalah menghindarkan transaksi yang mengandung unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Keuntungan bank diperoleh dari mekanisme bagi hasil keuntungan dari usaha yang dibiayai (mudharabah dan musyarakah), biaya jasa (ujrah), dan margin keuntungan dari jual beli (murabahah, bai’ bitsaman ajil).
2. Akad yang Digunakan
Bank Jatim Konvensional
Dalam kegiatan sehari-hari, Bank Jatim konvensional menggunakan berbagai jenis akad yang lazim dalam perbankan modern, seperti:
Simpanan: Giro, Tabungan, Deposito.
Pinjaman: Kredit rekening koran, Kredit investasi, Kredit modal kerja, Kredit konsumsi. Bunga ditetapkan di awal dan bersifat pasti.
Bank Jatim Syariah
Bank Jatim Syariah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan syariat Islam:
Simpanan:
Giro Wadiah: Nasabah menitipkan dana, bank dapat menggunakannya namun wajib menjaga keasliannya. Keuntungan dari pengelolaan dana tersebut adalah hak bank.
Tabungan Wadiah: Sama seperti giro wadiah, namun ditujukan untuk tabungan.
Tabungan Mudharabah: Nasabah menitipkan dana dan bank menginvestasikannya. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah (rasio bagi hasil) yang disepakati.
Deposito Mudharabah: Dana ditempatkan dalam jangka waktu tertentu, keuntungan dibagi berdasarkan nisbah.
Pembiayaan (Pengganti Pinjaman):
Murabahah: Bank membeli aset yang dibutuhkan nasabah, lalu menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga pokok ditambah keuntungan (margin) yang disepakati di awal.
Mudharabah: Bank membiayai 100% modal usaha nasabah, dan keuntungan dibagi sesuai nisbah. Nasabah bertanggung jawab penuh atas kerugian (kecuali kelalaian).
Musyarakah: Bank dan nasabah bersama-sama memodali usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai porsi modal dan kesepakatan nisbah.
Ijarah: Bank menyewakan aset kepada nasabah dengan biaya sewa yang disepakati.
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik: Sewa yang diakhiri dengan kepemilikan aset oleh nasabah.
3. Sumber Pendapatan Bank
Perbedaan mendasar dalam akad berimplikasi langsung pada sumber pendapatan bank:
Bank Jatim Konvensional: Pendapatan utama berasal dari selisih bunga antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman.
Bank Jatim Syariah: Pendapatan diperoleh dari bagi hasil keuntungan usaha (mudharabah, musyarakah), margin keuntungan dari jual beli (murabahah), dan biaya jasa (ujrah) dari layanan.
4. Pengelolaan Risiko
Dalam pengelolaan risiko, kedua bank memiliki pendekatan yang berbeda pula:
Bank Jatim Konvensional: Risiko utama terkait dengan risiko kredit (ketidakmampuan debitur membayar kembali pinjaman) dan volatilitas suku bunga.
Bank Jatim Syariah: Selain risiko kredit, bank syariah juga memiliki risiko khusus terkait dengan kesesuaian transaksi dengan prinsip syariat, serta risiko yang melekat pada aset riil yang dibiayai atau diperdagangkan. Pengelolaan risiko di bank syariah juga mencakup aspek kepatuhan terhadap fatwa syariah.
5. Target Nasabah dan Nilai Tambah
Meskipun keduanya melayani masyarakat Jawa Timur, pilihan antara Bank Jatim konvensional dan syariah seringkali bergantung pada preferensi:
Bank Jatim Konvensional: Menarik bagi nasabah yang mencari fleksibilitas transaksi konvensional dan terbiasa dengan sistem bunga, serta nasabah yang prioritasnya adalah keuntungan finansial semata.
Bank Jatim Syariah: Menarik bagi nasabah yang taat beragama dan ingin bertransaksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, serta bagi mereka yang mencari alternatif pembiayaan berbasis kemitraan dan keadilan. Bank syariah juga menawarkan rasa aman spiritual karena terhindar dari unsur-unsur yang dilarang dalam agama.
Secara ringkas, Bank Jatim dan Bank Jatim Syariah adalah dua pilihan yang ditawarkan oleh institusi yang sama, namun melayani kebutuhan dan keyakinan yang berbeda. Pemilihan yang tepat akan memberikan pengalaman perbankan yang optimal sesuai dengan tujuan finansial dan spiritual nasabah.