Peniadaan Peristiwa Pidana: Memahami Konsep dan Implikasinya Berdasarkan TTS 67

STOP

Ilustrasi visual: Pelanggaran dihentikan

Dalam ranah hukum pidana, terkadang kita menemui istilah yang terdengar kompleks, salah satunya adalah peniadaan peristiwa pidana. Konsep ini menjadi sangat krusial untuk dipahami, terutama ketika merujuk pada pasal-pasal tertentu dalam undang-undang, seperti yang mungkin tercantum dalam suatu regulasi dengan kode "TTS 67" (meskipun kode spesifik ini bisa bervariasi tergantung konteks undang-undang yang dirujuk). Peniadaan peristiwa pidana secara mendasar berarti bahwa suatu tindakan yang pada mulanya tampak sebagai sebuah pelanggaran hukum pidana, namun karena adanya faktor-faktor tertentu, tindakan tersebut dinyatakan tidak pernah terjadi secara hukum pidana, atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.

Apa yang Dimaksud dengan Peniadaan Peristiwa Pidana?

Untuk mengurai lebih dalam, mari kita bedah apa sebenarnya yang dimaksud dengan peniadaan peristiwa pidana. Istilah ini merujuk pada situasi di mana suatu perbuatan yang secara lahiriah memenuhi unsur-unsur suatu tindak pidana, namun karena adanya keadaan yang membebaskan atau menghapus sifat melawan hukumnya, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Ini berbeda dengan alasan pembenar atau alasan pemaaf yang biasanya memengaruhi pertanggungjawaban pidana, bukan pada peristiwa pidananya itu sendiri. Peniadaan peristiwa pidana seolah-olah "menghapus" keberadaan peristiwa pidana tersebut dari muka hukum.

Dalam literatur hukum pidana, konsep ini sering dikaitkan dengan teori-teori mengenai sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid). Jika suatu perbuatan tidak lagi bersifat melawan hukum karena adanya alasan penghapus sifat melawan hukum, maka peristiwa pidana tersebut tidak pernah ada. Contoh klasik dari keadaan yang dapat menimbulkan peniadaan peristiwa pidana adalah pelaksanaan dari kewajiban hukum (wetsontheffing) atau pelaksanaan perintah jabatan yang sah (ambtelijk bevel).

Implikasi dari Peniadaan Peristiwa Pidana

Ketika suatu peristiwa dinyatakan tiada atau ditiadakan secara hukum pidana, implikasinya sangat signifikan. Hal ini berarti bahwa:

Kaitan dengan Regulasi Spesifik (Contoh TTS 67)

Meskipun kode "TTS 67" tidak secara umum dikenali sebagai referensi undang-undang pidana yang spesifik di Indonesia tanpa konteks lebih lanjut, kita dapat mengasumsikan bahwa pasal atau klausul yang ditandai dengan kode tersebut mengatur tentang kondisi-kondisi tertentu yang dapat menimbulkan peniadaan peristiwa pidana. Misalnya, dalam undang-undang yang mengatur tentang bela negara atau pelaksanaan tugas kepolisian, mungkin terdapat ketentuan bahwa tindakan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa membela diri secara sah atau dalam rangka menegakkan hukum (sesuai prosedur) tidak dianggap sebagai tindak pidana. Jika "TTS 67" adalah merujuk pada pasal tertentu dalam undang-undang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau undang-undang sektoral lainnya, maka pemahaman mendalam terhadap isi pasal tersebut menjadi kunci.

Penting untuk dicatat bahwa peniadaan peristiwa pidana bukanlah diskresi hakim semata. Ia harus didasarkan pada ketentuan hukum yang jelas dan objektif. Seringkali, undang-undanglah yang secara eksplisit menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu, suatu perbuatan tidaklah dianggap sebagai tindak pidana.

Perbedaan dengan Alasan Penghapus Pertanggungjawaban Pidana Lainnya

Penting untuk membedakan peniadaan peristiwa pidana dari konsep lain yang juga berujung pada tidak dipidananya seseorang, seperti:

Kesimpulan

Peniadaan peristiwa pidana adalah konsep hukum yang esensial dalam memahami batasan dan ruang lingkup hukum pidana. Konsep ini memastikan bahwa hanya perbuatan yang benar-benar melanggar hukum dan dapat dipertanggungjawabkanlah yang akan dikenakan sanksi pidana. Pemahaman terhadap regulasi spesifik seperti yang mungkin direferensikan oleh "TTS 67" sangat vital untuk mengaplikasikan prinsip ini dengan tepat. Dengan demikian, kepastian hukum dapat terjaga dan hak-hak individu terlindungi dari kemungkinan kesewenang-wenangan penegakan hukum.

🏠 Homepage