Visualisasi kasar batuan obsidian yang gelap dan mengkilap.
Obsidian adalah jenis batuan beku ekstrusif (volkanik) yang terbentuk dari pendinginan lava felsik yang sangat cepat, biasanya lava riolitik, tanpa pertumbuhan kristal yang signifikan. Karena pendinginan yang sangat cepat ini, obsidian tidak mengembangkan struktur kristal seperti batuan beku lainnya (seperti granit atau basal). Sebaliknya, ia mengkristal secara amorf, menghasilkan tekstur yang sangat halus dan menyerupai kaca. Dalam klasifikasi batuan, obsidian sering disebut sebagai "batuan kaca alami".
Warna obsidian yang paling umum adalah hitam pekat, meskipun komposisi kimia dan inklusi mineral tertentu dapat menghasilkan variasi warna lain, seperti cokelat tua atau bahkan kehijauan. Kilapnya yang sangat tinggi dan kemampuannya untuk pecah dengan menghasilkan tepi yang sangat tajam—disebut pecahan cangkang (conchoidal fracture)—menjadikannya material yang unik dan sangat berharga sepanjang sejarah peradaban manusia.
Proses pembentukan obsidian memerlukan dua kondisi utama: kandungan silika yang tinggi (biasanya lebih dari 65% SiO2) dan proses pendinginan yang luar biasa cepat. Ketika magma kaya silika menyembur keluar dari gunung berapi, ia mendingin begitu cepat di permukaan bumi (atau bahkan di bawah air) sehingga atom-atomnya tidak memiliki waktu untuk menyusun diri menjadi struktur kristal yang teratur. Hasilnya adalah struktur non-kristalin, yang definisinya adalah kaca vulkanik.
Secara komposisi, obsidian mirip dengan granit atau riolit. Namun, karena kurangnya kristalisasi, ia mengandung lebih banyak air dibandingkan batuan kristalin lainnya yang terbentuk dari magma yang sama. Kandungan air yang relatif tinggi ini (biasanya antara 0,5% hingga 2%) berkontribusi pada sifatnya yang mudah pecah secara rapuh.
Meskipun didominasi warna hitam, variasi warna obsidian timbul dari komposisi mineral minor yang terperangkap dalam matriks kaca tersebut. Beberapa jenis terkenal meliputi:
Keunggulan utama obsidian adalah jenis batuan yang memiliki ketajaman ekstrem ketika pecah. Tepi obsidian dapat diasah hingga ketajaman beberapa nanometer, melebihi kemampuan pisau bedah baja modern. Oleh karena itu, obsidian telah dimanfaatkan sejak zaman prasejarah. Masyarakat kuno menggunakannya untuk membuat perkakas berburu, mata panah, pisau, dan ujung tombak. Di beberapa budaya, obsidian juga digunakan untuk ritual keagamaan dan sebagai bahan dekoratif berharga.
Di masa modern, meskipun penggunaannya sebagai alat potong telah digantikan oleh logam dan keramik, obsidian masih dicari untuk tujuan perhiasan, ornamen, dan koleksi geologi. Selain itu, bidang medis kadang-kadang masih memanfaatkan obsidian untuk pembuatan pisau bedah mikroskopis karena ketajamannya yang tak tertandingi.
Seringkali obsidian dikelirukan dengan hematit (yang merupakan mineral besi oksida) atau basal. Perbedaan utamanya terletak pada teksturnya. Basal adalah batuan beku ekstrusif yang kristalin (butirannya terlihat), sedangkan obsidian adalah kaca (non-kristalin). Jika Anda memecahkan obsidian, ia akan menunjukkan pecahan cangkang yang khas, sementara batuan kristalin akan patah secara granular atau tidak teratur. Memahami bahwa obsidian adalah jenis batuan vulkanik amorf adalah kunci identifikasi yang tepat.
Sebagai kesimpulan, obsidian adalah hasil dramatis dari kekuatan vulkanik yang mendingin secara instan, meninggalkan kita dengan material yang indah, tajam, dan penuh sejarah.