Ilustrasi abstrak menggambarkan perjuangan pencarian dan potensi kehilangan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada berbagai situasi yang menguji kesabaran dan ketekunan. Mulai dari mencari barang yang hilang, mengejar impian yang sulit digapai, hingga membangun hubungan yang berharga. Namun, ada sebuah ironi yang seringkali muncul: sesuatu yang nyarinya susah, ketika sudah berhasil didapatkan, justru seringkali dibuang atau diabaikan. Mengapa fenomena ini begitu umum terjadi? Apa yang mendasari perilaku paradoks ini?
Mari kita selami lebih dalam beberapa kemungkinan alasan di balik fenomena 'nyarinya susah, setelah dapat dibuang'. Salah satu faktor utama adalah perubahan perspektif dan motivasi. Saat sesuatu masih menjadi target yang belum tercapai, ia seringkali terlihat sangat berharga, mempesona, dan penuh potensi. Kita mencurahkan energi, waktu, dan pikiran untuk mendapatkannya. Rasa keinginan dan tantangan menjadi bahan bakar yang mendorong kita maju. Namun, begitu 'sesuatu' itu berhasil kita genggam, euforia awal mungkin memudar. Fokus bergeser dari pencarian menjadi pemeliharaan atau pengelolaan. Jika tidak ada strategi atau komitmen yang kuat untuk menjaga apa yang telah didapat, maka daya tarik yang dulu kuat bisa perlahan memudar, dan 'sesuatu' itu pun mulai terlupakan.
Faktor lain yang signifikan adalah realitas yang berbeda dari ekspektasi. Seringkali, kita membangun gambaran ideal tentang apa yang akan kita dapatkan. Kita membayangkan betapa bahagianya kita, betapa mudahnya hidup kita, atau betapa bergunanya 'sesuatu' itu bagi kita. Namun, setelah mendapatkannya, kita menyadari bahwa realitasnya tidak sesuai dengan bayangan kita. Mungkin ada tantangan baru yang muncul, biaya tersembunyi, atau bahkan kekecewaan karena tidak memberikan kepuasan seperti yang dibayangkan. Misalnya, sebuah pekerjaan impian yang sangat sulit didapatkan, ternyata penuh dengan tekanan dan tuntutan yang membuat pemiliknya justru merindukan masa-masa sebelum mendapatkannya. Atau, sebuah barang mewah yang diidam-idamkan, ternyata membutuhkan perawatan ekstra dan tidak sepraktis yang dikira.
Kita juga tidak bisa mengesampingkan peran kebiasaan dan kenyamanan. Manusia cenderung menjadi nyaman dengan apa yang sudah dimiliki. Ketika sesuatu menjadi terlalu familiar, ia bisa kehilangan kilau dan nilainya di mata kita. Kita mulai menganggapnya remeh. Otak kita mungkin secara tidak sadar mencari stimulus baru atau tantangan lain, sehingga apa yang sudah 'dijamin' atau 'dikantongi' tidak lagi menarik perhatian. Ini mirip dengan bagaimana hubungan yang sudah lama terjalin terkadang terasa kurang bergairah dibandingkan dengan fase awal PDKT. Nilai dari sebuah objek atau pencapaian seringkali diukur dari kelangkaannya atau kesulitan untuk mendapatkannya. Ketika kelangkaan itu hilang, nilai intrinsiknya bisa tergerus oleh kejenuhan.
Selanjutnya, ada aspek kebingungan dalam prioritas. Terkadang, kita terlalu fokus pada 'mendapatkan' sehingga lupa untuk merencanakan 'apa yang akan dilakukan setelah mendapatkannya'. Proses mendapatkan adalah satu fase, namun fase pemeliharaan, pengembangan, dan pemanfaatan adalah fase yang berbeda dan seringkali membutuhkan keterampilan serta strategi yang berbeda pula. Tanpa perencanaan yang matang, apa yang sudah susah payah diraih bisa menjadi terbengkalai karena kita tidak tahu bagaimana cara memaksimalkannya, atau bahkan sekadar menjaganya agar tetap berharga.
Pola ini tidak hanya terjadi pada benda mati atau pencapaian material. Fenomena 'nyarinya susah, setelah dapat dibuang' juga bisa berlaku pada relasi, ide, bahkan kesempatan. Kita mungkin menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk mendapatkan cinta seseorang, namun setelah jadian, kita tidak lagi berusaha untuk merawat hubungan tersebut. Kita mungkin berjuang keras untuk merealisasikan sebuah ide, namun setelah ide itu terwujud, kita kehilangan semangat untuk mengembangkannya lebih lanjut. Ini adalah pengingat bahwa tantangan sebenarnya seringkali bukan hanya pada pencapaian, tetapi pada keberlanjutan.
Untuk mengatasi fenomena ini, kita perlu lebih sadar diri. Penting untuk mempertanyakan kembali motivasi kita di balik pencarian. Apakah kita menginginkan 'sesuatu' itu karena nilainya, atau karena tantangan untuk mendapatkannya? Setelah berhasil mendapatkan, tetapkan kembali tujuan dan ekspektasi yang realistis. Buatlah rencana konkret tentang bagaimana Anda akan memanfaatkan, merawat, dan mengembangkan apa yang telah Anda peroleh. Alokasikan waktu dan energi yang cukup untuk menjaga nilai dari apa yang sudah Anda perjuangkan.
Pada akhirnya, pembelajaran dari fenomena 'nyarinya susah, setelah dapat dibuang' adalah bahwa menghargai apa yang kita miliki sama pentingnya dengan berusaha untuk mendapatkannya. Perjalanan panjang untuk meraih sesuatu seringkali mengajarkan kita banyak hal berharga. Jangan biarkan perjuangan itu sia-sia hanya karena kita lupa menghargai hasil akhirnya. Ingatlah nilai dari apa yang telah Anda capai, dan teruslah merawatnya agar tidak menjadi sekadar kenangan tentang sebuah pencarian yang berakhir pada pengabaian.