Diagram Sederhana Klasifikasi Batuan Beku berdasarkan Pembentukan dan Kandungan Mineral
Pengantar Batuan Beku
Batuan beku, atau batuan igneus, merupakan salah satu dari tiga kelompok utama klasifikasi batuan di bumi (bersama batuan sedimen dan metamorf). Batuan ini terbentuk dari proses pendinginan dan pembekuan magma (di bawah permukaan) atau lava (di permukaan bumi). Memahami klasifikasi batuan beku sangat fundamental dalam geologi karena ia merefleksikan kondisi termal dan kimiawi saat batuan tersebut diciptakan di kerak bumi.
Proses pembentukan ini menghasilkan tekstur dan komposisi mineral yang unik pada batuan beku. Klasifikasi yang paling umum digunakan berdasarkan dua kriteria utama: tekstur (ukuran butir kristal) dan komposisi mineral (kandungan silika).
Klasifikasi Berdasarkan Tekstur (Tempat Pembentukan)
Tekstur mengacu pada ukuran, bentuk, dan susunan kristal dalam batuan. Tekstur sangat dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan magma/lava:
Batuan Beku Intrusi (Plutonik): Terbentuk dari magma yang mendingin sangat lambat di bawah permukaan bumi. Pendinginan yang lambat memungkinkan kristal tumbuh besar, menghasilkan tekstur faneritik (butiran kristal terlihat jelas dengan mata telanjang). Contohnya adalah Granit dan Gabro.
Batuan Beku Ekstrusi (Vulkanik): Terbentuk dari lava yang mendingin sangat cepat di permukaan bumi. Pendinginan cepat tidak memberikan waktu bagi kristal untuk tumbuh besar, menghasilkan tekstur afanitik (kristal sangat halus dan tidak terlihat), atau bahkan tekstur gelas (tanpa kristal) seperti Obsidian. Contohnya adalah Basalt dan Rhyolite.
Tekstur Porfiritik: Merupakan campuran, di mana beberapa kristal besar (fenokris) tertanam dalam matriks kristal halus. Ini menunjukkan pendinginan bertahap, pertama lambat di bawah permukaan, kemudian cepat di permukaan.
Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Mineral (Kandungan Silika)
Komposisi mineral ditentukan oleh kandungan silika ($\text{SiO}_2$) dalam magma. Mineral utama dalam batuan beku dibagi berdasarkan persentase silika:
Felsik (Asam): Mengandung lebih dari 65% silika. Batuan ini kaya akan mineral terang seperti kuarsa, feldspar alkali, dan muskovit. Umumnya berwarna terang. Contoh: Granit (intrusif) dan Rhyolite (ekstrusif).
Intermediet: Memiliki kandungan silika antara 52% hingga 65%. Batuan ini mengandung campuran mineral felsik dan mafik. Contoh: Diorit (intrusif) dan Andesit (ekstrusif).
Mafik (Basa): Mengandung 45% hingga 52% silika. Batuan ini kaya akan mineral gelap yang kaya magnesium dan besi (seperti piroksen dan olivin). Umumnya berwarna gelap. Contoh: Gabro (intrusif) dan Basalt (ekstrusif).
Ultramafik: Memiliki kandungan silika kurang dari 45%. Hampir seluruhnya terdiri dari mineral mafik, seperti peridotit. Batuan ini sangat jarang ditemukan di permukaan bumi dan biasanya merupakan komponen utama mantel bumi.
Sistem Klasifikasi QAPF
Untuk memberikan penamaan yang lebih presisi, ahli geologi menggunakan diagram Streckeisen yang dikenal sebagai diagram QAPF. Klasifikasi ini hanya digunakan untuk batuan beku yang telah mengalami kristalisasi sempurna (tidak termasuk batuan piroklastik atau batuan yang kehilangan mineral aslinya).
Diagram ini memplot proporsi relatif tiga atau empat komponen mineral utama:
Q: Kuarsa (Quartz)
A: Alkali Feldspar
P: Plagioklas Feldspar
F: Feldspathoid (Hanya digunakan jika kuarsa tidak ada)
Dengan mengetahui persentase volume dari Q, A, P, dan F, ahli geologi dapat menempatkan batuan tersebut ke dalam salah satu dari 15 bidang utama pada diagram, memberikan nama yang sangat spesifik, misalnya 'Granodiorit' atau 'Syenit'.
Pentingnya Studi Klasifikasi
Studi mendalam mengenai klasifikasi batuan beku memberikan banyak informasi penting. Misalnya, Basalt yang ditemukan di dasar laut menunjukkan komposisi magma yang efusif dan mafik. Sementara itu, Granit yang mendominasi kerak benua mengindikasikan proses peleburan parsial yang kompleks di bawah ketebalan kerak benua. Pemahaman ini krusial dalam eksplorasi sumber daya mineral, pemetaan geologi regional, dan analisis vulkanologi.