Dalam setiap rumah tangga, badai pasti pernah datang. Pernikahan yang dibangun atas dasar cinta dan ridha Allah SWT terkadang diuji oleh berbagai cobaan. Di antara cobaan tersebut, rasa kecewa yang dirasakan seorang istri terhadap suaminya adalah salah satu luka emosional yang mendalam. Sebagai seorang Muslimah, mengungkapkan kekecewaan tidak berarti meninggalkan nilai-nilai kesabaran dan kelembutan, melainkan menyampaikannya dengan cara yang tetap menjaga kehormatan diri dan rumah tangga, serta memohon bimbingan dari Sang Pencipta.
Kecewa terhadap suami bisa timbul dari berbagai sebab. Mungkin karena janji yang diingkari, ketidakpedulian terhadap perasaan istri, kegagalan dalam memenuhi hak-hak istri, atau bahkan perbuatan yang melanggar syariat dan nilai-nilai moral. Dalam Islam, komunikasi adalah kunci. Namun, bagaimana jika komunikasi terbuka terasa sulit atau tidak membuahkan hasil? Di sinilah kata-kata, yang diucapkan dengan bijak, dapat menjadi sarana untuk menyalurkan rasa dan harapan.
Mengungkapkan kekecewaan bukan berarti menuntut kesempurnaan. Manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak luput dari kesalahan. Namun, ketika kekecewaan itu berulang dan menyentuh luka yang dalam, penting untuk menyampaikannya agar ada perbaikan. Bagi seorang istri yang taat, ungkapannya pun akan senantiasa dibalut dengan doa dan harapan agar suaminya kembali ke jalan yang diridhai.
Ketika hati terasa berat oleh kekecewaan, seorang istri muslimah dianjurkan untuk memulainya dengan introspeksi diri dan memperbanyak istighfar. Setelah menenangkan hati, barulah mencoba menyampaikan apa yang dirasakan. Kata-kata yang dipilih sebaiknya tidak menyerang pribadi, melainkan fokus pada perbuatan atau situasi yang menimbulkan kekecewaan. Mengutip ayat Al-Qur'an atau hadis tentang pentingnya berbuat baik kepada pasangan, atau tentang hak-hak suami istri, bisa menjadi cara yang efektif untuk mengingatkan tanpa terkesan menggurui.
Contoh ungkapan yang bisa dijadikan referensi:
Atau dengan nada yang lebih halus:
Penting untuk diingat bahwa tujuan utama mengungkapkan kekecewaan adalah untuk perbaikan, bukan untuk memperpanjang pertengkaran atau menimbulkan luka baru. Komunikasi yang jujur, dibarengi dengan kesabaran dan doa, adalah pondasi yang kuat dalam membangun bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Selain menyampaikan rasa, jangan pernah lupakan kekuatan doa. Berdoalah agar Allah SWT membuka hati suami, memberikan hidayah, dan mengembalikan rasa cinta serta perhatiannya. Doa seorang istri yang tulus memiliki keistimewaan di sisi Allah. Ungkapkan segala kerisauan dalam sujud, mintalah petunjuk dan kekuatan.
Dalam kondisi yang sulit, seorang istri muslimah dapat merenungi firman Allah SWT: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS Ar-Rum: 21). Renungan ini bisa menjadi pengingat bahwa pernikahan adalah anugerah yang patut dijaga.
Mengelola rasa kecewa dalam pernikahan Islami memerlukan keseimbangan antara menyampaikan perasaan, menjaga adab, dan berserah diri kepada Allah SWT. Setiap kata yang terucap, setiap doa yang dipanjatkan, sejatinya adalah ikhtiar untuk menjaga dan memperkuat ikatan pernikahan demi kebaikan dunia dan akhirat.