Harga batu nikel menjadi salah satu indikator paling penting dalam industri material global saat ini. Sebagai komponen vital dalam produksi baja nirkarat (stainless steel) dan, yang lebih krusial, baterai kendaraan listrik (EV), permintaan terhadap nikel terus melonjak. Memahami pergerakan harga batu nikel (terutama bijih nikel dengan kadar tertentu) adalah kunci bagi investor, produsen, dan pemangku kepentingan di sektor pertambangan.
Pasar nikel dikenal sangat volatil, dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari kebijakan energi global, perkembangan teknologi baterai, hingga isu geopolitik yang mengganggu rantai pasokan. Dalam beberapa periode terakhir, kita menyaksikan lonjakan dramatis yang sebagian besar didorong oleh harapan besar terhadap elektrifikasi transportasi massal.
Harga jual nikel tidak ditentukan hanya berdasarkan volume tambang, tetapi sangat bergantung pada kualitas dan jenis bijih yang ditawarkan. Secara umum, ada dua jenis utama produk nikel yang diperdagangkan: nikel kelas satu (yang digunakan untuk baterai) dan nikel kelas dua (yang dominan untuk baja nirkarat).
Faktor utama yang mempengaruhi patokan harga batu nikel di bursa seperti London Metal Exchange (LME) meliputi:
Mengamati tren bulanan, terlihat bahwa ketidakpastian pasokan dari beberapa wilayah produsen utama menyebabkan lonjakan harga yang cepat diikuti koreksi tajam. Koreksi ini sering terjadi ketika pasar menyadari bahwa peningkatan produksi dari smelter baru telah mulai menyeimbangkan permintaan, setidaknya untuk kebutuhan baja nirkarat.
Proyeksi jangka menengah menunjukkan tren kenaikan yang berkelanjutan didukung oleh mandat global untuk dekarbonisasi. Meskipun demikian, kenaikan ini tidak akan linear. Volatilitas tinggi akan tetap menjadi ciri khas pasar nikel. Bagi para penambang di Indonesia, fokus pada peningkatan nilai jual dengan melakukan pemrosesan (hilirisasi) menjadi produk setengah jadi atau produk baterai menjadi strategi yang lebih menguntungkan daripada menjual bijih mentah dengan harga batu nikel standar.
Penting bagi pelaku industri untuk memantau laporan inventaris global. Ketika persediaan turun drastis di gudang penyimpanan utama, ini biasanya menjadi sinyal awal kenaikan harga yang signifikan. Sebaliknya, jika inventaris terus bertambah tanpa diimbangi permintaan EV yang kuat, koreksi harga akan lebih dalam.
Kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor bijih nikel mentah telah mengubah peta permainan. Sebelumnya, harga batu nikel sangat bergantung pada permintaan dari Tiongkok. Kini, dengan semakin banyaknya investasi smelter berbasis teknologi Tiongkok di Indonesia, fokusnya bergeser pada efisiensi pemrosesan bijih lokal dan kemampuan memenuhi standar internasional untuk baterai.
Artinya, meskipun harga patokan LME menunjukkan tren tertentu, nilai riil nikel yang dijual oleh produsen Indonesia kini juga mencakup premi atau diskon berdasarkan spesifikasi produk olahan (seperti NPI atau Mixed Hydroxide Precipitate/MHP) yang dihasilkan oleh smelter dalam negeri. Ini memberikan kontrol harga yang lebih besar di tingkat domestik dibandingkan dengan hanya menjual komoditas mentah.
Secara keseluruhan, masa depan komoditas ini cerah, namun likuiditas dan stabilitas harga masih memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kecepatan inovasi teknologi baterai. Pemantauan rutin terhadap kebijakan energi hijau dan perkembangan proyek smelter baru adalah langkah esensial untuk memprediksi pergerakan harga batu nikel di tahun-tahun mendatang.