Sajak Sunda, atau puisi dalam bahasa Sunda, memiliki kekayaan tradisi yang mendalam. Dulu, sajak seringkali dibacakan atau dinyanyikan sebagai bagian dari upacara adat, hiburan, atau untuk menyampaikan pesan moral dan filosofis. Keindahan alam Jawa Barat yang memukau seringkali menjadi sumber inspirasi utama para pujangga Sunda. Melalui kata-kata yang puitis dan sarat makna, mereka berhasil menangkap esensi dari gunung, sawah, sungai, dan segala elemen alam yang membentuk lanskap tanah Pasundan.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas sebuah contoh sajak Sunda yang terdiri dari dua bait, lengkap dengan terjemahan dan sedikit penjelasan mengenai makna yang terkandung di dalamnya. Sajak ini dipilih karena kesederhanaannya namun mampu membangkitkan rasa cinta terhadap tanah air dan kekaguman pada penciptaan.
Untuk memahami keindahan sajak ini, mari kita bedah terjemahannya dalam Bahasa Indonesia:
Makna Bait Pertama:
Bait pertama melukiskan pemandangan alam yang megah. Dimulai dengan gambaran "Gunung luhur héjo ngemplong," yang menunjukkan ketinggian dan kesuburan gunung di tanah Sunda. Kata "ngemplong" memberikan kesan kehijauan yang lebat dan menyejukkan mata. Kemudian, hadirnya "Angin sepoi ngahiliwir" memberikan sentuhan kelembutan dan kesegaran, membangkitkan suasana damai. "Nyiur ngalung layung" menggambarkan pohon kelapa yang tumbuh subur, dengan daunnya yang bergoyang tertiup angin, menambah estetika pemandangan. Frasa "Endah kabina-bina" secara lugas menyatakan betapa indahnya pemandangan tersebut, melampaui kata-kata. Keseluruhan bait ini menciptakan citra alam yang asri, tenang, dan memanjakan indra penglihatan serta perasa.
Makna Bait Kedua:
Beralih ke bait kedua, fokusnya adalah pada keindahan dan kesuburan alam yang berhubungan langsung dengan kehidupan agraris. "Sawah lénggoh héjo ngora" menggambarkan hamparan sawah yang luas dengan warna hijau muda yang menandakan padi yang baru tumbuh atau mulai menguning, memberikan harapan panen yang melimpah. "Cai hérang ngalir ti hulun" menekankan pentingnya sumber air yang bersih dan jernih yang mengalir dari mata air, sebuah anugerah alam yang vital bagi pertanian. "Cucuk hileud ngarayap" mungkin merujuk pada keberadaan serangga kecil yang menjadi bagian dari ekosistem sawah, atau bahkan metafora untuk pertumbuhan yang perlahan namun pasti. Puncak dari bait ini adalah "Tani bagja, bungah rasa," yang secara gamblang menunjukkan kebahagiaan dan rasa syukur para petani ketika melihat hasil kerja keras mereka terwujud dalam panen yang baik. Ini adalah gambaran harmoni antara alam dan manusia, di mana kesuburan tanah membawa kesejahteraan dan kebahagiaan.
Sajak sederhana ini sarat akan nilai-nilai luhur:
Contoh sajak Sunda seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga warisan budaya dan alam. Melalui bahasa yang indah, kita dapat terus terhubung dengan akar budaya Sunda dan menghargai keindahan lingkungan sekitar kita.