Bulu Perindu adalah salah satu benda yang sering diperjualbelikan dan dikaitkan dengan berbagai khasiat mistis, terutama untuk urusan asmara, keberuntungan, atau kekebalan diri. Di Indonesia, popularitasnya sering kali melampaui batas-batas rasionalitas, bahkan menyeretnya ke ranah spiritual. Namun, bagaimana pandangan ajaran Islam yang sangat tegas mengenai segala bentuk benda pusaka atau jimat yang dipercaya memiliki kekuatan di luar kehendak Allah SWT?
Apa Itu Bulu Perindu dan Asal Usulnya?
Secara fisik, Bulu Perindu bukanlah bulu hewan dalam pengertian umum. Benda ini umumnya berupa seutas serat kecil yang tampak seperti rambut atau sehelai akar tanaman yang sangat halus. Ia menjadi terkenal karena ciri khasnya yang bergerak-gerak sendiri ketika diletakkan di atas benda yang mengandung minyak wangi atau saat berada di dekat lawan jenis (sesuai klaim penjual). Karena fenomena "pergerakan" ini, ia dikaitkan dengan energi gaib atau daya tarik metafisik.
Dalam tradisi Nusantara, Bulu Perindu sering dianggap sebagai sarana peluluh hati atau penarik rezeki. Penjualnya mengklaim bahwa benda tersebut harus melalui ritual tertentu atau dibersihkan dengan minyak khusus agar energinya aktif. Klaim-klaim supernatural inilah yang kemudian menjadi titik singgung utama dalam tinjauan teologi Islam.
Prinsip Akidah Islam Terhadap Benda Bertuah
Islam dibangun di atas fondasi tauhid (mengesakan Allah SWT). Segala bentuk kekuatan, baik itu mendatangkan jodoh, mengusir penyakit, atau memenangkan persaingan, hanya bersumber dari kehendak mutlak Allah. Mengaitkan kekuatan atau manfaat pada suatu benda, tanpa menganggapnya hanya sebagai perantara lahiriah, sangat rentan mengarah pada praktik syirik.
Syirik adalah dosa terbesar dalam Islam. Ketika seseorang percaya bahwa Bulu Perindu dapat menarik jodohnya secara mandiri, atau bahwa benda itu memiliki daya magis tersendiri, maka ia telah menempatkan kepercayaan pada makhluk atau benda ciptaan Allah, bukan pada Pencipta.
Hukum Menggunakan Bulu Perindu dalam Islam
Ulama kontemporer dan klasik sepakat bahwa menggunakan benda apapun—termasuk Bulu Perindu, batu akik bertuah, atau jimat—dengan keyakinan bahwa benda tersebut memiliki kekuatan independen (bukan sekadar simbol atau hiasan) adalah haram.
Ada beberapa tingkatan dalam hukum ini:
- Keyakinan Mutlak (Syirik Akbar): Jika seseorang yakin bahwa Bulu Perindu adalah sumber kekuatannya (misalnya, ia yakin jodohnya datang karena bulu itu yang menarik, bukan karena Allah yang mengizinkan), maka pelakunya dianggap telah melakukan syirik besar yang mengeluarkan dari Islam.
- Keyakinan sebagai Sebab 'Aadi (Syubhat): Jika seseorang menganggapnya hanya sebagai sebab fisik biasa (seperti meminum obat), namun dalam konteks benda mistis seperti ini, pandangan mayoritas cenderung melarangnya karena benda tersebut sarat dengan unsur perdukunan dan tahayul.
- Sekadar Hiasan Tanpa Keyakinan: Jika Bulu Perindu hanya dipakai sebagai perhiasan tanpa ada sedikit pun keyakinan akan khasiatnya, hukumnya lebih ringan, namun tetap sangat dianjurkan untuk dihindari karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah atau kesalahpahaman akidah di masyarakat.
Nabi Muhammad SAW bersabda mengenai benda-benda yang digantungkan untuk tolak bala atau penarik rezeki (termasuk yang sejenis jimat): "Barangsiapa menggantungkan sesuatu (sebagai jimat), maka ia diserahkan kepadanya." (HR. Tirmidzi). Hadis ini menekankan bahwa ketika kita bergantung pada jimat, maka pertolongan Allah tidak akan datang kepadanya.
Menggantungkan Harapan pada Jalan yang Benar
Islam mengajarkan bahwa jalan terbaik untuk mencapai tujuan—baik itu jodoh, rezeki, atau kesuksesan—adalah melalui usaha yang dibarengi dengan doa yang benar (tawakkal) dan cara-cara yang telah digariskan syariat. Jika ingin mendapatkan jodoh, seorang Muslim dianjurkan untuk memperbaiki diri, meningkatkan ibadah, memperluas pergaulan yang baik, dan berdoa kepada Allah, bukan mencari "media" gaib.
Fenomena Bulu Perindu adalah cerminan dari lemahnya pemahaman akidah di tengah masyarakat yang lebih mudah tergiur janji-janji instan daripada proses spiritual yang membutuhkan kesabaran dan keikhlasan. Oleh karena itu, bagi umat Islam, menjauhkan diri dari segala bentuk benda yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural adalah bagian integral dari menjaga kemurnian tauhid.
Kesimpulannya, Bulu Perindu adalah objek yang harus dihindari oleh seorang Muslim. Kepercayaan pada benda tersebut, terlepas dari mitos yang menyertainya, menempatkan pemeluknya pada wilayah syubhat (keraguan) yang sangat dekat dengan kesyirikan. Kekuatan sejati hanya milik Allah SWT semata.