Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi, salah satu aspek fundamentalnya adalah mempelajari batuan. Secara umum, batuan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama: batuan sedimen, batuan metamorf, dan batuan beku. Di antara batuan beku, terdapat pembagian penting berdasarkan lokasi pembentukannya, yaitu batuan beku ekstrusif (volkanik) dan batuan beku intrusif. Salah satu jenis batuan beku intrusif yang paling menarik untuk dipelajari adalah batuan plutonik. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan batuan plutonik adalah?
Batuan plutonik, sering juga disebut batuan intrusif dalam, adalah batuan beku yang terbentuk dari proses pendinginan dan kristalisasi magma di bawah permukaan bumi. Kata "plutonik" sendiri berasal dari Pluton, nama dewa dunia bawah dalam mitologi Romawi, yang secara metaforis merujuk pada pembentukan yang terjadi jauh di kedalaman kerak bumi.
Karakteristik yang paling membedakan batuan plutonik dari batuan vulkanik adalah laju pendinginannya. Karena terletak jauh di bawah permukaan, panas yang terperangkap di dalam magma membutuhkan waktu yang sangat lama—ratusan ribu hingga jutaan tahun—untuk hilang. Pendinginan yang sangat lambat ini memberikan waktu yang cukup bagi atom-atom untuk menyusun diri menjadi kristal yang besar dan terdefinisi dengan baik. Oleh karena itu, tekstur batuan plutonik dicirikan sebagai faneritik, yang berarti mineral penyusunnya dapat dilihat dengan mata telanjang tanpa memerlukan alat bantu.
Proses pembentukan batuan plutonik dimulai ketika magma (batuan cair panas di dalam bumi) naik dari mantel atau kerak bawah menuju kerak atas. Ketika magma ini terperangkap di kedalaman, ia membentuk kantong atau badan magma besar yang disebut batolit, sill, atau dike. Di lingkungan yang terisolasi dari permukaan ini, proses kristalisasi dimulai.
Urutan kristalisasi sangat dipengaruhi oleh suhu. Mineral yang terbentuk lebih dulu adalah mineral yang memiliki titik leleh tinggi dan kaya silika rendah (seperti Olivin), sedangkan mineral yang terbentuk belakangan adalah yang kaya silika (seperti Kuarsa dan Feldspar). Karena pendinginan berlangsung sangat gradual, proses ini memungkinkan pertumbuhan kristal secara maksimal. Ketika batuan ini akhirnya terekspos ke permukaan akibat erosi pada batuan penutup di atasnya, kita dapat mengamati wujud akhir dari batuan plutonik adalah batuan dengan butiran kasar yang indah.
Klasifikasi batuan plutonik sangat bergantung pada komposisi mineralnya, terutama kandungan silika dan rasio mineral felsik (terang) terhadap mafik (gelap). Tiga contoh paling umum dari batuan plutonik meliputi:
Granit adalah contoh batuan plutonik yang paling terkenal. Ia dicirikan sebagai batuan felsik, artinya kaya akan silika (lebih dari 65%) dan didominasi oleh mineral berwarna terang seperti kuarsa, feldspar plagioklas, dan ortoklas. Granit memiliki tekstur faneritik yang khas dan seringkali menjadi batuan dasar benua. Warna keseluruhannya cenderung merah muda, abu-abu muda, atau putih.
Diorit menempati posisi intermediet (sedang) dalam spektrum komposisi kimia antara granit yang felsik dan gabro yang mafik. Diorit memiliki kandungan silika sekitar 52% hingga 65%. Secara visual, diorit seringkali memiliki penampilan seperti "garam dan merica" karena komposisi mineralnya yang seimbang antara mineral terang (feldspar) dan mineral gelap (amfibol dan piroksen). Diorit umumnya terbentuk dari magma yang berasal dari zona subduksi.
Gabro adalah batuan plutonik yang mafik, yang berarti ia miskin silika (di bawah 52%) tetapi kaya akan magnesium dan besi. Gabro didominasi oleh mineral gelap seperti piroksen dan feldspar plagioklas yang kaya kalsium. Karena kandungan mineral mafiknya yang tinggi, gabro berwarna sangat gelap, biasanya hitam atau abu-abu tua. Gabro adalah padanan intrusif dari batuan vulkanik basalt.
Penting untuk membedakan batuan plutonik dengan batuan vulkanik (ekstrusif). Meskipun keduanya berasal dari magma yang sama, perbedaan lokasi pendinginan menghasilkan sifat yang sangat berbeda. Batuan vulkanik mendingin dengan cepat di permukaan, sehingga kristalnya sangat halus (mikrokristalin) atau bahkan tidak membentuk kristal sama sekali (glassy, seperti obsidian). Sebaliknya, batuan plutonik adalah batuan yang mendingin lambat dan menghasilkan kristal besar (faneritik).
Studi mengenai batuan plutonik sangat krusial karena batuan ini memberikan petunjuk tentang komposisi kimia kerak benua dan proses geodinamika yang terjadi jauh di bawah kaki kita. Mereka merupakan arsip beku dari sejarah termal dan kimiawi planet Bumi.