Ilustrasi struktur pita batuan gneiss.
Batuan gneiss (dibaca: "nais") merupakan salah satu jenis batuan metamorf regional yang paling dikenal dalam ilmu geologi. Batuan ini terbentuk melalui proses metamorfosis, yaitu perubahan mineralogi dan tekstur batuan yang sudah ada (batuan asal atau protolith) akibat peningkatan suhu dan tekanan yang signifikan di dalam kerak bumi. Batuan asal dari gneiss bisa berupa batuan beku (seperti granit) atau batuan sedimen (seperti serpih atau batu lanau).
Karakteristik paling mencolok dari gneiss adalah adanya **foliasi gneissik** (atau gneissic banding). Ini merujuk pada pemisahan mineral-mineral terang (felsik, seperti kuarsa dan feldspar) dari mineral-mineral gelap (mafik, seperti biotit dan amfibol) menjadi pita-pita (bands) yang sejajar dan terlihat jelas. Pita-pita ini menunjukkan orientasi mineral yang sejajar akibat tekanan diferensial yang bekerja saat proses metamorfosis berlangsung. Tingkat metamorfosis yang dialami batuan gneiss umumnya tergolong tinggi, sering kali berada pada tingkat metamorfisme amfibolit atau granulit.
Untuk mengidentifikasi gneiss, ahli geologi mencari beberapa ciri khas. Selain pita-pita yang telah disebutkan, tekstur batuan ini menunjukkan mineral yang umumnya berukuran sedang hingga kasar (faneritik). Komposisi mineralnya sangat bervariasi tergantung batuan asalnya. Gneiss yang berasal dari granit biasanya didominasi oleh kuarsa dan feldspar, sedangkan gneiss yang berasal dari batuan mafik akan memiliki kandungan mineral gelap yang lebih tinggi.
Gneiss adalah batuan yang keras dan padat. Ketika pita-pita mineralnya relatif lurus dan teratur, batuan ini dikenal sebagai orthogneiss (jika batuan asalnya beku) atau paragneiss (jika batuan asalnya sedimen). Namun, pada kondisi tekanan dan suhu yang sangat tinggi, pita-pita tersebut bisa mengalami deformasi dan tampak terlipat atau bergelombang, menunjukkan sejarah tektonik yang kompleks pada wilayah pembentukannya.
Pembentukan gneiss sering dikaitkan dengan zona orogeni atau pembentukan pegunungan, di mana batuan terkubur jauh di bawah permukaan bumi. Peningkatan suhu yang ekstrem (biasanya di atas 500°C) dan tekanan yang besar menyebabkan mineral-mineral asli mulai larut dan mengkristal ulang membentuk mineral baru yang stabil pada kondisi tersebut. Tekanan yang bekerja dari satu arah (stres diferensial) memaksa mineral-mineral berbentuk lempeng atau prismatik untuk sejajar tegak lurus terhadap arah gaya tekan terbesar, sehingga terciptalah struktur foliasi yang khas.
Faktor utama yang membedakan gneiss dari batuan metamorf tingkat menengah seperti sekis adalah intensitas metamorfosisnya. Pada sekis, mineral-mineral masih terorientasi sejajar, tetapi foliasinya mungkin kurang tegas dibandingkan pita-pita tebal yang terlihat pada gneiss. Gneiss sering kali berada di zona metamorfisme tertinggi sebelum akhirnya batuan tersebut meleleh kembali menjadi magma (anateksis), menghasilkan batuan seperti granitoid migmatit.
Batuan gneiss memiliki signifikansi besar dalam memahami sejarah geologi suatu wilayah. Keberadaannya menunjukkan bahwa area tersebut pernah mengalami peristiwa tektonik besar, seperti tumbukan lempeng benua. Mereka sering ditemukan pada inti (atau perisai) pegunungan tua, seperti Pegunungan Rocky atau kerak benua Kraton kuno.
Dalam aplikasinya, meskipun bukan batuan metamorf yang paling populer untuk konstruksi (karena foliasinya membuat material mudah pecah mengikuti bidang), gneiss berkualitas baik tetap digunakan sebagai batu hias (decorative stone) dan batu pelapis karena keindahan pola pitanya yang unik. Warnanya yang bervariasi—dari abu-abu terang, merah muda, hingga hitam—membuatnya diminati dalam desain interior dan eksterior bangunan yang membutuhkan sentuhan alami dan dramatis. Pemilihan blok gneiss harus hati-hati, memastikan bahwa orientasi foliasi sejajar dengan arah beban tekan yang akan diterima, demi menjaga kekuatan strukturalnya.