Memahami Batuan Beku Intermediate

Visualisasi Mineral Batuan Intermediate

Ilustrasi mineralogi batuan beku intermediate

Definisi dan Kedudukan Batuan Beku Intermediate

Batuan beku, atau batuan igneus, terbentuk dari pendinginan dan pemadatan magma, baik di bawah permukaan bumi (intrusi/plutonik) maupun di permukaan (ekstrusi/vulkanik). Klasifikasi utama batuan beku didasarkan pada komposisi mineralogi dan kandungan silika (SiO₂). Secara tradisional, batuan beku dikategorikan menjadi tiga kelompok utama berdasarkan kandungan silika: felsik (kaya silika, >66%), mafik (miskin silika, 45-52%), dan intermediate.

Batuan beku intermediate menempati posisi tengah dalam spektrum komposisi kimia ini. Kandungan silika pada batuan intermediate umumnya berkisar antara 52% hingga 66%. Posisi "intermediate" ini mencerminkan bahwa magma induknya memiliki komposisi kimia yang merupakan campuran antara magma felsik (kaya natrium, kalium, dan aluminium) dan magma mafik (kaya magnesium dan besi). Secara tekstural, batuan ini sering menunjukkan campuran mineral terang (seperti feldspar plagioklas) dan mineral gelap (seperti hornblende atau biotit) dalam proporsi yang relatif seimbang, memberikan penampilan abu-abu atau abu-abu kehijauan yang khas.

Karakteristik Mineralogi Batuan Beku Intermediate

Karakteristik mineralogi adalah kunci untuk mengidentifikasi batuan intermediate. Karena berada di tengah spektrum, batuan ini memiliki mineral yang lebih banyak dibandingkan batuan mafik, namun tidak didominasi oleh kuarsa dan feldspar alkali seperti batuan felsik. Mineral dominan yang sering dijumpai adalah plagioklas feldspar, yang biasanya hadir dalam komposisi antara labradorit hingga andesin. Selain itu, mineral mafik seperti biotit, hornblende, dan piroksen sering hadir sebagai komponen signifikan.

Batuan intermediate plutonik (instrusif) yang paling terkenal adalah Diorit. Diorit seringkali memiliki warna dominan abu-abu karena keseimbangan antara feldspar plagioklas dan mineral gelap. Sementara itu, padanannya di lingkungan vulkanik (ekstrusif) adalah Andesit. Andesit seringkali ditemukan di busur kepulauan vulkanik, seperti yang banyak terdapat di Indonesia. Meskipun tekstur mereka berbeda—Diorit cenderung kasar (faneritik) dan Andesit halus (afanitik)—komposisi mineralogi dasarnya tetap berada dalam rentang intermediate.

Proses Pembentukan dan Lokasi Geologi

Pembentukan batuan beku intermediate sangat erat kaitannya dengan proses tektonik lempeng konvergen. Subduksi lempeng samudra di bawah lempeng benua atau lempeng samudra lainnya menghasilkan pencairan sebagian mantel dan kerak bumi yang lebih tua. Magma yang dihasilkan dari peleburan parsial ini cenderung memiliki komposisi yang sudah termodifikasi, menghasilkan magma intermediate.

Oleh karena itu, batuan intermediate sangat melimpah di zona-zona tektonik aktif, terutama pada busur magmatik kontinental dan busur kepulauan vulkanik (island arcs). Misalnya, pegunungan Andes di Amerika Selatan atau banyak gunung berapi di sepanjang Cincin Api Pasifik didominasi oleh batuan andesitik. Dalam konteks intrusi, diorit sering ditemukan sebagai bagian dari batholith atau sill yang lebih besar di area yang sama.

Perbandingan dengan Batuan Lain

Untuk memahami batuan intermediate, penting untuk membandingkannya dengan ekstremnya. Batuan felsik seperti Granit memiliki lebih dari 65% silika, didominasi kuarsa dan feldspar alkali, serta berwarna terang. Sebaliknya, batuan mafik seperti Gabro (instrusif) atau Basalt (ekstrusif) memiliki silika kurang dari 52%, kaya akan piroksen dan olivin, dan berwarna gelap. Batuan intermediate, dengan kandungan silika 52-66%, memberikan jembatan petrologis yang penting, menjelaskan bagaimana komposisi magma dapat berubah secara bertahap melalui proses fraksional kristalisasi atau asimilasi magma berbeda. Pemahaman batuan ini krusial dalam menginterpretasikan sejarah evolusi kerak bumi di zona-zona subduksi.

Keyword Terkait: Batuan Beku, Magma, Diorit, Andesit, Komposisi Silika, Batuan Plutonik, Batuan Vulkanik.

🏠 Homepage