Visualisasi bentuk kristal umum Korundum.
Pertanyaan mengenai klasifikasi geologis batu korundum sering muncul dalam dunia mineralogi. Secara teknis, **batu korundum termasuk dalam kelompok mineral oksida**, bukan batuan beku, sedimen, atau metamorf secara langsung. Korundum adalah bentuk kristalin dari aluminium oksida ($\text{Al}_2\text{O}_3$).
Meskipun demikian, untuk menemukan korundum dalam bentuk endapan yang signifikan, kita harus melihat konteks pembentukannya. Korundum terbentuk dalam batuan metamorf tingkat tinggi (seperti gneis atau skarn) atau dalam batuan beku tertentu yang sangat kekurangan silika (seperti nefelin sienit). Oleh karena itu, korundum adalah **mineral** yang ditemukan sebagai komponen penting dalam berbagai jenis **batuan**.
Sifat kekerasan mineral ini, yang berada pada skala Mohs 9 (hanya kalah dari intan), menjadikannya sangat berharga, baik sebagai permata (rubi dan safir) maupun sebagai bahan abrasif industri.
Keunikan korundum terletak pada komposisi kimianya yang relatif sederhana namun memiliki struktur kristal yang sangat stabil. Aluminium oksida murni menghasilkan korundum tidak berwarna atau putih yang disebut *leuco-sapphire*. Namun, keberadaan sedikit elemen pengotor (dopan) dalam kisi kristal adalah yang bertanggung jawab atas warna-warna indah yang membuatnya terkenal.
Beberapa karakteristik utamanya meliputi:
Dua permata paling ikonik di dunia adalah varietas dari korundum. Perbedaan antara keduanya ditentukan murni oleh jejak elemen yang menyerap cahaya, bukan perbedaan struktur kristal:
Korundum yang tidak memiliki kualitas permata, atau yang terlalu kecil/buruk kualitasnya, sangat penting dalam industri. Korundum sintetis atau alami yang dipakai sebagai bahan abrasif dikenal sebagai amplas atau batu asah karena ketahanannya yang luar biasa terhadap keausan.
Pembentukan korundum membutuhkan kondisi tekanan dan suhu tinggi, serta lingkungan yang miskin silika, karena silika akan bereaksi dengan aluminium membentuk mineral lain seperti feldspar atau kuarsa. Lingkungan geologis yang mendukung pembentukan korundum meliputi:
1. Batuan Metamorf: Ketika batuan kaya aluminium (seperti batuan sedimen yang mengalami metamorfisme tinggi) dipanaskan dan ditekan tanpa adanya kuarsa bebas. Contohnya adalah batuan marmer yang mengandung korundum.
2. Batuan Beku Alkali: Dalam batuan beku yang terbentuk dari magma yang sangat miskin silika, seperti nefelin sienit. Korundum terbentuk karena tidak ada cukup silika untuk membentuk feldspar.
Deposit aluvial juga merupakan sumber utama. Setelah batuan induk lapuk, mineral korundum yang keras dan berat akan terpisah dan terakumulasi di dasar sungai atau endapan pantai, mempermudah penambangannya sebagai batu permata lepas.
Kesimpulannya, meskipun Korundum adalah sebuah mineral oksida, kehadirannya secara geologis selalu terkait erat dengan pembentukan batuan beku atau metamorf yang ekstrem. Sifatnya yang keras menjamin bahwa ia akan bertahan lama dalam siklus geologi, menjadikannya harta karun mineralogi dan industri yang tak ternilai.