Batik Parang Kusumo adalah salah satu mahakarya seni tekstil tradisional Indonesia yang paling ikonik, khususnya yang berasal dari kota budaya, Solo (Surakarta). Motif ini tidak hanya sekadar hiasan kain, melainkan sebuah narasi visual yang mengandung makna filosofis mendalam tentang kekuasaan, keteguhan, dan kesinambungan. Dalam tradisi Jawa, motif Parang diyakini berasal dari pola ombak laut yang tak pernah berhenti memukul karang, melambangkan semangat pantang menyerah seorang pemimpin.
Secara visual, pola Parang dicirikan oleh garis-garis diagonal yang saling terkait dan membentuk huruf 'S' yang berulang, menyerupai mata tombak atau huruf Yunani Sigma. Di Solo, pengembangan motif Parang sering kali mengalami sentuhan elegan yang disebut sebagai Parang Kusumo. Kata "Kusumo" sendiri berarti bunga atau bangsawan, mengindikasikan bahwa variasi ini biasanya diperuntukkan bagi kalangan keraton dan bangsawan tinggi. Proses pembuatannya sangatlah rumit, membutuhkan keahlian tingkat tinggi dari para pembatik, terutama dalam menjaga konsistensi kemiringan garis diagonal di sepanjang bentangan kain.
Mengapa motif Parang Kusumo begitu sakral di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta? Alasannya terletak pada pantangan penggunaannya. Dahulu kala, Parang Kusumo hanya boleh dikenakan oleh Raja atau keturunannya. Motif ini melambangkan bahwa pemakainya memiliki wibawa dan kepemimpinan layaknya ombak samudra yang perkasa. Garis-garis yang sejajar diagonal 45 derajat tersebut tidak boleh terputus; jika garis tersebut terpotong atau bersudut, dipercaya akan membawa nasib buruk bagi pemakainya karena energi positif dari pola tersebut dianggap terpecah.
Meskipun kini Parang Kusumo telah tersedia secara lebih luas untuk masyarakat umum, esensi kemuliaan dan penghormatan terhadap pakem aslinya tetap dijaga ketat oleh para maestro batik di Solo. Batik ini sering kali menggunakan kombinasi warna klasik seperti cokelat soga (cokelat kemerahan), indigo (biru tua), dan putih gading. Soga sering kali menjadi warna dasar karena melambangkan bumi dan ketenangan, sementara indigo mewakili kedalaman spiritual dan kebijaksanaan.
Pembuatan batik tulis dengan motif sekompleks Parang Kusumo adalah proses yang memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Dimulai dari proses penggambaran pola pada kain mori (kain katun putih) menggunakan canting kecil untuk menghasilkan garis-garis halus motif Parang. Pekerjaan ini memerlukan ketelitian yang ekstrem. Setiap canting harus dicelupkan ke dalam malam panas dengan takaran yang pas agar malam yang keluar saat menorehkan motif memiliki ketebalan dan konsistensi yang seragam.
Setelah proses penulisan motif selesai, kain akan melalui proses pencelupan (pencelupan). Dalam Parang Kusumo, seringkali dibutuhkan beberapa tahap pencelupan untuk mendapatkan gradasi warna yang diinginkan. Misalnya, pertama dicelup warna cokelat soga, kemudian ditutup dengan malam pada area yang ingin dipertahankan warna soga, lalu dicelup warna biru indigo, dan seterusnya. Proses pelorodan (pelepasan malam) menjadi momen dramatis di mana seluruh keindahan pola dan warna asli Solo akhirnya terungkap. Karena kompleksitas dan nilai historisnya, Batik Parang Kusumo Solo tetap menjadi investasi berharga bagi para pecinta kain tradisional Indonesia. Warisan ini menjadi pengingat abadi akan kedalaman seni budaya Jawa Tengah.