Bank Indonesia (BI) memegang peran krusial sebagai bank sentral Republik Indonesia. Keberadaannya bukan sekadar institusi keuangan biasa, melainkan fondasi utama yang menopang stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara. Sebagai bank sentral, BI memiliki mandat yang luas dan fundamental, yang tercermin dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Mandat utama ini mencakup tiga sasaran yang saling terkait: menjaga kestabilan nilai Rupiah, mengembangkan sistem pembayaran yang efisien, dan turut menjaga kelancaran sistem keuangan.
Salah satu fungsi terpenting Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah menjaga kestabilan nilai Rupiah. Hal ini diwujudkan melalui kebijakan moneter yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh BI. Kestabilan nilai Rupiah mencakup dua aspek utama: stabilitas nilai Rupiah terhadap barang dan jasa (inflasi) serta stabilitas nilai Rupiah terhadap mata uang negara lain (nilai tukar).
Untuk mengendalikan inflasi, BI menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter, seperti suku bunga acuan (BI-Rate), operasi pasar terbuka (OPT), dan giro wajib minimum (GWM). Dengan menaikkan suku bunga acuan, BI berupaya mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga permintaan barang dan jasa dapat terkendali dan inflasi dapat ditekan. Sebaliknya, penurunan suku bunga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan merangsang investasi dan konsumsi.
Sementara itu, untuk menjaga stabilitas nilai tukar, BI dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing. Intervensi ini dilakukan untuk mencegah fluktuasi nilai tukar yang berlebihan yang dapat merugikan perekonomian nasional. Kestabilan nilai Rupiah yang terjaga akan memberikan kepastian bagi pelaku ekonomi, baik domestik maupun internasional, sehingga iklim investasi dan perdagangan dapat berjalan lancar.
Fungsi krusial lainnya dari Bank Indonesia adalah mengembangkan dan memelihara kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, andal, dan aman sangat vital untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat, mulai dari transaksi sehari-hari hingga transaksi skala besar antarlembaga keuangan. BI berperan sebagai penyelenggara, pengatur, dan pengawas sistem pembayaran.
BI mengelola berbagai infrastruktur sistem pembayaran, seperti Sistem Kliring Nasional Indonesia (SKNI) untuk transaksi ritel, dan Real Time Gross Settlement (RTGS) untuk penyelesaian transaksi bernilai besar. Selain itu, BI juga mendorong inovasi dalam sistem pembayaran digital, seperti alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), uang elektronik, dan dompet digital. Tujuannya adalah untuk mempermudah masyarakat dalam bertransaksi, mengurangi penggunaan uang tunai, serta meningkatkan inklusi keuangan.
Melalui pengembangan sistem pembayaran, BI berkontribusi pada efisiensi ekonomi, penurunan biaya transaksi, dan peningkatan kecepatan perputaran uang dalam perekonomian.
Bank Indonesia memiliki peran strategis dalam menjaga kelancaran dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Ini mencakup upaya untuk mencegah dan mengatasi krisis keuangan yang dapat timbul dari berbagai sumber, baik domestik maupun global. BI bekerja sama dengan lembaga lain, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam mengawasi lembaga keuangan dan menjaga kesehatan sektor keuangan.
Salah satu instrumen BI dalam menjaga stabilitas sistem keuangan adalah sebagai lender of the last resort (LOLR), yaitu penyedia likuiditas terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Peran ini memastikan bahwa bank-bank yang sehat tidak kolaps akibat masalah likuiditas sementara yang dapat memicu efek domino di seluruh sistem keuangan.
Selain itu, BI juga aktif dalam memantau risiko sistemik yang muncul dari aktivitas lembaga keuangan, pasar keuangan, dan perekonomian secara luas. Dengan mendeteksi dini potensi risiko, BI dapat mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan sistem keuangan nasional.
Selain ketiga pilar utama tersebut, Bank Indonesia juga memiliki peran lain, seperti penerbit tunggal uang Rupiah, pengelola cadangan devisa negara, dan penyedia data serta analisis ekonomi yang penting bagi pembuat kebijakan dan publik. BI juga berperan dalam mempromosikan penggunaan Rupiah dan mencegah peredaran uang palsu.
Di era digitalisasi dan globalisasi yang semakin pesat, Bank Indonesia menghadapi tantangan baru. Perluasan penggunaan aset kripto, perkembangan teknologi finansial (fintech), dan dinamika ekonomi global menuntut BI untuk terus beradaptasi dan berinovasi. BI harus mampu menjaga relevansinya sambil terus menjalankan mandatnya dalam menjaga stabilitas ekonomi. Melalui kebijakan yang tepat sasaran, koordinasi yang kuat dengan pemerintah dan lembaga terkait, serta kemampuan adaptasi yang tinggi, Bank Indonesia akan terus menjadi pilar utama dalam mencapai kemajuan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.