Panduan Lengkap: Bacaan Surat-Surat Pendek untuk Sholat

Pentingnya Membaca Surat-Surat Pendek dalam Sholat

Gambar buku terbuka sebagai simbol ilmu dan bacaan Quran

Sholat adalah tiang agama dan merupakan ibadah fundamental bagi umat Islam. Dalam setiap rakaat sholat, setelah membaca Surat Al-Fatihah, dianjurkan untuk membaca sebagian ayat Al-Qur'an, dan lazimnya adalah surat-surat pendek, terutama bagi mereka yang belum hafal banyak. Membaca surat-surat pendek ini tidak hanya memenuhi rukun sholat, tetapi juga merupakan kesempatan untuk merenungi firman Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Pentingnya surat-surat pendek ini terletak pada beberapa aspek:

Memahami makna dari surat-surat yang dibaca akan meningkatkan kekhusyukan dan pemahaman kita tentang apa yang sedang kita sampaikan kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, artikel ini akan menyajikan beberapa surat pendek yang sering dibaca dalam sholat, lengkap dengan tulisan Arab, Latin, terjemahan, dan sedikit tafsir atau penjelasan singkatnya.

Kumpulan Surat-Surat Pendek untuk Sholat

Gambar target atau sasaran sebagai simbol tujuan ibadah

Berikut adalah beberapa surat pendek yang sering menjadi pilihan utama untuk dibaca dalam sholat. Kami akan membahasnya satu per satu dengan detail yang cukup untuk memberikan pemahaman menyeluruh.

1. Surat Al-Fatihah (Pembukaan)

Surat Al-Fatihah adalah surat yang sangat istimewa, dikenal sebagai Ummul Kitab (Induk Kitab) atau Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an). Ia adalah rukun dalam setiap rakaat sholat, yang tanpanya sholat seseorang tidak sah. Surat ini diturunkan di Mekah dan memiliki 7 ayat.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm.
Al-ḥamdu lillāhi Rabbil-'ālamīn.
Ar-Raḥmānir-Raḥīm.
Māliki Yaumid-Dīn.
Iyyāka na'budu wa iyyāka nasta'īn.
Ihdinaṣ-Ṣirāṭal-Mustaqīm.
Ṣirāṭallażīna an'amta 'alaihim gairil-magḍūbi 'alaihim wa laḍ-ḍāllīn.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Pemilik hari Pembalasan.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Tafsir Singkat: Surat Al-Fatihah adalah inti dari seluruh ajaran Islam. Dimulai dengan basmalah sebagai pembuka setiap kebaikan, lalu pujian sempurna kepada Allah SWT sebagai Rabb (Pemelihara, Pendidik, Pengatur) seluruh alam. Penegasan sifat Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang) menunjukkan bahwa kasih sayang-Nya mendahului murka-Nya. Ayat selanjutnya menegaskan kekuasaan mutlak Allah di Hari Pembalasan. Kemudian, ikrar tauhid dalam ibadah dan permohonan pertolongan hanya kepada-Nya, diakhiri dengan doa fundamental untuk petunjuk ke jalan yang lurus, yaitu jalan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin, serta memohon perlindungan dari jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat.

Surat ini menjadi pondasi keyakinan seorang muslim, mengajarkan tauhid, keesaan Allah, ketergantungan penuh kepada-Nya, serta orientasi hidup yang lurus. Dalam sholat, Al-Fatihah adalah dialog antara hamba dan Tuhannya, di mana Allah menjawab setiap pujian dan permohonan hamba-Nya.

2. Surat Al-Ikhlas (Keikhlasan)

Surat Al-Ikhlas adalah salah satu surat Makkiyah yang sangat agung, terdiri dari 4 ayat. Dinamakan Al-Ikhlas karena inti dari surat ini adalah pemurnian tauhid, membersihkan hati dari segala bentuk kesyirikan. Rasulullah SAW bersabda bahwa membaca surat ini setara dengan sepertiga Al-Qur'an.

قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ
ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ
Qul Huwallāhu Aḥad.
Allāhuṣ-Ṣamad.
Lam Yalid Wa Lam Yūlad.
Wa Lam Yakul Lahū Kufuwan Aḥad.
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Allah tempat meminta segala sesuatu.
(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.”

Tafsir Singkat: Surat ini secara ringkas menjelaskan esensi tauhidullah. Ayat pertama, "Qul Huwallāhu Aḥad," menegaskan keesaan Allah secara mutlak, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Kata "Ahad" di sini berarti Tunggal dalam segala aspek, bukan sekadar satu dari banyak. Ayat kedua, "Allāhuṣ-Ṣamad," menjelaskan bahwa Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu, yang segala makhluk butuh kepada-Nya, sementara Dia tidak butuh kepada apa pun. Dia Maha Mandiri dan Maha Sempurna.

Ayat ketiga, "Lam Yalid Wa Lam Yūlad," menolak konsep ketuhanan yang memiliki anak atau diperanakkan, sebuah penolakan tegas terhadap kepercayaan trinitas atau kepercayaan pagan yang menganggap Tuhan memiliki keturunan. Ini adalah ciri khas kemurnian tauhid Islam. Dan ayat terakhir, "Wa Lam Yakul Lahū Kufuwan Aḥad," menekankan bahwa tidak ada satu pun di alam semesta ini yang dapat menyamai atau setara dengan Allah dalam dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Surat ini adalah penegasan fundamental tentang keesaan, kemandirian, dan keunikan Allah SWT, menjadikannya kunci untuk memahami tauhid.

3. Surat Al-Falaq (Waktu Subuh)

Surat Al-Falaq adalah surat Makkiyah yang terdiri dari 5 ayat. Bersama dengan Surat An-Nas, keduanya dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain, yaitu dua surat pelindung. Rasulullah SAW menganjurkan membaca kedua surat ini untuk memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai kejahatan.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلْفَلَقِ
مِن شَرِّ مَا خَلَقَ
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
وَمِن شَرِّ ٱلنَّفَّٰثَٰتِ فِى ٱلْعُقَدِ
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
Qul A'ūżu Birabbil-Falaq.
Min Sharri Mā Khalaq.
Wa Min Sharri Gāsiqin Iżā Waqab.
Wa Min Sharrin-Naffāṡāti Fil-'Uqad.
Wa Min Sharri Ḥāsidin Iżā Ḥasad.
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),
dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
dan dari kejahatan wanita-wanita penyihir yang menghembus pada buhul-buhul (talinya),
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

Tafsir Singkat: Surat Al-Falaq mengajarkan kita untuk berlindung kepada Allah, Rabbul Falaq (Tuhan yang menguasai waktu subuh), yang mampu membelah kegelapan malam dengan cahaya. Ini adalah gambaran kekuasaan Allah yang tak terbatas, dan jika Dia mampu melakukannya, Dia juga mampu melindungi hamba-Nya dari segala kejahatan. Ayat kedua, "Min Sharri Mā Khalaq," adalah permohonan perlindungan umum dari segala bentuk kejahatan makhluk ciptaan-Nya, baik yang terlihat maupun tidak terlihat, yang kita ketahui maupun tidak.

Tiga ayat berikutnya merinci jenis-jenis kejahatan spesifik: "Wa Min Sharri Gāsiqin Iżā Waqab", yaitu kejahatan malam yang gelap gulita, di mana banyak keburukan dan kemaksiatan terjadi, serta merupakan waktu keluarnya makhluk-makhluk jahat. Kemudian, "Wa Min Sharrin-Naffāṡāti Fil-'Uqad", kejahatan tukang sihir (wanita yang menghembus pada buhul-buhul), menunjukkan bahaya sihir dan pengaruh jahatnya. Dan yang terakhir, "Wa Min Sharri Ḥāsidin Iżā Ḥasad", kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki, karena kedengkian dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan jahat untuk merugikan orang lain. Surat ini menguatkan keyakinan bahwa hanya Allah lah sebaik-baik pelindung dari segala marabahaya.

4. Surat An-Nas (Manusia)

Surat An-Nas adalah surat Makkiyah, terdiri dari 6 ayat. Bersama dengan Al-Falaq, keduanya merupakan benteng perlindungan bagi seorang muslim. An-Nas secara spesifik memohon perlindungan dari kejahatan bisikan setan dari golongan jin dan manusia yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلنَّاسِ
مَلِكِ ٱلنَّاسِ
إِلَٰهِ ٱلنَّاسِ
مِن شَرِّ ٱلْوَسْوَاسِ ٱلْخَنَّاسِ
ٱلَّذِى يُوَسْوِسُ فِى صُدُورِ ٱلنَّاسِ
مِنَ ٱلْجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ
Qul A'ūżu Birabbin-Nās.
Malikin-Nās.
Ilāhin-Nās.
Min Sharri Al-Waswāsil-Khannās.
Allażī Yuwaswisu Fī Ṣudūrin-Nās.
Minal-Jinnati Wan-Nās.
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,
Raja manusia,
sembahan manusia,
dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi,
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
dari (golongan) jin dan manusia.”

Tafsir Singkat: Surat An-Nas mengarahkan manusia untuk berlindung kepada Allah dengan menyebut tiga sifat keagungan-Nya: Rabbun-Nas (Tuhan Pemelihara manusia), Malikun-Nas (Raja penguasa manusia), dan Ilahun-Nas (Sembahan manusia). Penyebutan ketiga sifat ini secara berurutan menunjukkan bahwa perlindungan Allah adalah perlindungan yang paling sempurna dan mutlak, mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik fisik maupun spiritual.

Ayat selanjutnya menjelaskan objek perlindungan spesifik, yaitu "Min Sharri Al-Waswāsil-Khannās", dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi. "Al-Waswas" berarti bisikan jahat, dan "Al-Khannas" berarti yang bersembunyi atau menarik diri ketika manusia mengingat Allah, dan kembali membisikkan kejahatan ketika manusia lalai. Setan ini digambarkan sebagai "Allażī Yuwaswisu Fī Ṣudūrin-Nās", yang membisikkan kejahatan langsung ke dalam hati atau dada manusia. Bahaya bisikan ini sangat besar karena ia menyerang inti keimanan dan motivasi seseorang. Terakhir, surat ini menjelaskan bahwa setan pembisik ini berasal dari dua golongan: "Minal-Jinnati Wan-Nās", yaitu dari golongan jin (yang tidak terlihat) dan dari golongan manusia (yang mungkin terlihat seperti sahabat namun menyesatkan). Surat ini mengajarkan kewaspadaan terhadap segala bentuk godaan internal dan eksternal, dan kekuatan doa sebagai tameng utama.

5. Surat Al-Kafirun (Orang-Orang Kafir)

Surat Al-Kafirun adalah surat Makkiyah yang terdiri dari 6 ayat. Surat ini diturunkan sebagai respons terhadap usulan kaum kafir Quraisy agar Nabi Muhammad SAW menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun, dan mereka akan menyembah Allah selama setahun. Surat ini dengan tegas menolak kompromi dalam masalah akidah dan ibadah.

قُلْ يَا أَيُّهَا ٱلْكَٰفِرُونَ
لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ
وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ
وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
Qul Yā Ayyuhal-Kāfirūn.
Lā A'budu Mā Ta'budūn.
Wa Lā Antum 'Ābidūna Mā A'bud.
Wa Lā Anā 'Ābidum Mā 'Aba`ttum.
Wa Lā Antum 'Ābidūna Mā A'bud.
Lakum Dīnukum Wa Liya Dīn.
Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

Tafsir Singkat: Surat Al-Kafirun adalah deklarasi tegas tentang pemisahan akidah dan ibadah antara Islam dengan kekafiran. Diawali dengan seruan kepada "wahai orang-orang kafir", sebagai tanda penolakan secara langsung. Kemudian, ayat-ayat berikutnya menegaskan secara berulang-ulang bahwa tidak akan ada titik temu dalam hal penyembahan. Frasa "Lā A'budu Mā Ta'budūn" (Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah) dan "Wa Lā Antum 'Ābidūna Mā A'bud" (Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah) diulang untuk memperkuat penolakan dan menunjukkan perbedaan fundamental.

Pengulangan ini bukan redundansi, melainkan penegasan mutlak bahwa tidak ada ruang kompromi dalam hal prinsip-prinsip dasar tauhid dan syirik. Rasulullah SAW tidak akan pernah menyembah berhala-berhala mereka, dan mereka tidak akan pernah menyembah Allah dengan cara yang benar. Ayat terakhir, "Lakum Dīnukum Wa Liya Dīn," merangkum prinsip toleransi dalam Islam, yaitu menghormati kebebasan beragama orang lain tanpa mengorbankan prinsip-prinsip akidah sendiri. Ini adalah fondasi penting untuk mempertahankan kemurnian iman seorang muslim dan menjadi penangkal dari segala bentuk sinkretisme agama.

6. Surat An-Nasr (Pertolongan)

Surat An-Nasr adalah salah satu surat Madaniyah, terdiri dari 3 ayat. Surat ini diturunkan setelah Perjanjian Hudaibiyah, mengabarkan tentang kemenangan besar Islam dan masuknya banyak orang ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong, merujuk pada Fathu Makkah (Pembebasan Kota Mekah).

إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ ٱلنَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًۢا
Iżā Jā'a Naṣrullāhi Wal-Fatḥ.
Wa Ra'aitan-Nāsa Yadkhulūna Fī Dīnillāhi Afwājā.
Fa Sabbiḥ Biḥamdi Rabbika Wa Astagfirh, Innahū Kāna Tawwābā.
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat.

Tafsir Singkat: Surat An-Nasr adalah kabar gembira dan sekaligus petunjuk bagi Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Ayat pertama, "Iżā Jā'a Naṣrullāhi Wal-Fatḥ," mengisyaratkan datangnya pertolongan Allah dan kemenangan besar. Kemenangan ini secara historis merujuk pada Pembebasan Kota Mekah, yang merupakan titik balik penting dalam sejarah Islam. Ini bukan kemenangan biasa, melainkan pertolongan langsung dari Allah.

Ayat kedua, "Wa Ra'aitan-Nāsa Yadkhulūna Fī Dīnillāhi Afwājā," menggambarkan dampak dari kemenangan tersebut, yaitu manusia akan berbondong-bondong memeluk agama Islam. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan dakwah bukan hanya karena upaya manusia, tetapi karena kehendak dan pertolongan Allah yang membuka hati banyak orang. Setelah kemenangan dan keberhasilan dakwah, Allah memberikan perintah dalam ayat ketiga: "Fa Sabbiḥ Biḥamdi Rabbika Wa Astagfirh, Innahū Kāna Tawwābā." Ini adalah pelajaran penting bagi umat Islam bahwa di puncak keberhasilan sekalipun, hendaknya tidak larut dalam kesenangan duniawi atau kesombongan. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah bertasbih (mensucikan Allah), bertahmid (memuji-Nya), dan beristighfar (memohon ampunan). Ini mengingatkan bahwa segala nikmat berasal dari Allah, dan seorang hamba harus senantiasa merasa rendah diri dan bertaubat kepada-Nya, karena Allah Maha Penerima Tobat. Surat ini juga diyakini sebagai isyarat dekatnya ajal Rasulullah SAW, setelah misi dakwahnya selesai.

7. Surat Al-Lahab (Gejolak Api/Api yang Bergejolak)

Surat Al-Lahab adalah surat Makkiyah, terdiri dari 5 ayat. Surat ini secara khusus diturunkan untuk mencela Abu Lahab, paman Nabi Muhammad SAW, dan istrinya, karena permusuhan sengit mereka terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW. Nama "Al-Lahab" sendiri berarti api yang bergejolak, merujuk pada nasib Abu Lahab di akhirat.

تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ
مَآ أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ
فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Tabbat Yadā Abī Lahabin Wa Tabb.
Mā Agnā 'Anhu Māluhū Wa Mā Kasab.
Sayaslā Nāran Żāta Lahab.
Wamra`atuhū Ḥammālatal-Ḥaṭab.
Fī Jīdihā Ḥablum Mim Masad.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.

Tafsir Singkat: Surat Al-Lahab adalah sebuah ramalan dan ancaman langsung dari Allah SWT terhadap Abu Lahab dan istrinya. Ayat pertama, "Tabbat Yadā Abī Lahabin Wa Tabb," adalah doa sekaligus berita tentang kehancuran Abu Lahab. Frasa "kedua tangannya binasa" adalah kiasan untuk kehancuran seluruh usahanya, daya kekuatannya, dan hidupnya. Dan frasa "benar-benar binasa dia" menegaskan bahwa kehancuran itu pasti dan total.

Ayat kedua, "Mā Agnā 'Anhu Māluhū Wa Mā Kasab," menyatakan bahwa harta kekayaan dan semua usaha yang telah Abu Lahab kumpulkan tidak akan sedikit pun menyelamatkannya dari azab Allah. Ini adalah pelajaran bahwa kekayaan dan kekuasaan tidak berarti apa-apa di hadapan keadilan ilahi jika digunakan untuk menentang kebenaran. Ayat ketiga, "Sayaslā Nāran Żāta Lahab," mengabarkan dengan pasti bahwa Abu Lahab akan masuk ke dalam api neraka yang bergejolak, sebuah permainan kata dengan namanya sendiri. Ayat keempat dan kelima menyoroti nasib istrinya, Ummu Jamil, yang dikenal sebagai penyebar fitnah dan pembuat masalah bagi Nabi SAW. Dia disebut "Ḥammālatal-Ḥaṭab" (pembawa kayu bakar), kiasan untuk orang yang menyebarkan fitnah dan permusuhan. Dan sebagai balasan, ia akan dihukum dengan "Fī Jīdihā Ḥablum Mim Masad", di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal, yang mungkin menggambarkan beban dosa atau hukuman fisik di neraka. Surat ini menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang menentang kebenaran dan memerangi agama Allah.

8. Surat Al-Kautsar (Nikmat yang Banyak)

Surat Al-Kautsar adalah surat Makkiyah, terdiri dari 3 ayat, dan merupakan surat terpendek dalam Al-Qur'an. Surat ini diturunkan untuk menghibur Nabi Muhammad SAW di tengah cemoohan kaum musyrikin yang mengejek beliau dengan sebutan "abtar" (terputus keturunannya) karena putra-putranya meninggal dunia.

إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلْأَبْتَرُ
Innā A'ṭainākal-Kauṡar.
Fa Ṣalli Lirabbika Wanḥar.
Inna Shāni'aka Huwal-Abtar.
Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.
Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).

Tafsir Singkat: Surat Al-Kautsar adalah surat penghibur dan kabar gembira bagi Nabi Muhammad SAW. Allah memulai dengan penegasan, "Innā A'ṭainākal-Kauṡar," yaitu "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak." "Al-Kautsar" sendiri memiliki banyak tafsir, di antaranya adalah telaga di surga yang akan diminum oleh umat Nabi, banyaknya keturunan, Al-Qur'an, kenabian, dan segala kebaikan yang melimpah ruah di dunia dan akhirat. Ini adalah jawaban langsung terhadap ejekan kaum kafir dan penegasan bahwa Nabi SAW adalah pribadi yang paling dicintai Allah.

Sebagai respons atas nikmat yang melimpah ini, Allah memerintahkan dalam ayat kedua: "Fa Ṣalli Lirabbika Wanḥar." Ini adalah perintah untuk mendirikan sholat (khususnya sholat Iedul Adha) dan berkurban hanya untuk Allah. Sholat adalah ibadah badaniyah tertinggi, dan kurban adalah ibadah harta yang menunjukkan ketaatan total kepada Allah. Kedua ibadah ini merupakan wujud syukur atas nikmat Al-Kautsar. Ayat terakhir adalah janji dan peringatan: "Inna Shāni'aka Huwal-Abtar." "Shani'ak" adalah orang-orang yang membenci Nabi Muhammad SAW. Mereka inilah yang sebenarnya "Al-Abtar" (terputus), yaitu terputus dari kebaikan, rahmat Allah, dan keberkahan di dunia dan akhirat, bukan Nabi Muhammad SAW. Surat ini memberikan kekuatan dan penghiburan, serta menjadi pengingat bagi umat Islam untuk selalu bersyukur dan beribadah hanya kepada Allah.

9. Surat Al-Ma'un (Barang-barang yang Berguna)

Surat Al-Ma'un adalah surat Makkiyah, terdiri dari 7 ayat. Surat ini mencela sifat-sifat buruk yang bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya dalam hal kepedulian sosial dan kekhusyukan dalam sholat. Surat ini menyingkap kemunafikan dan kekurangan dalam iman serta amal.

أَرَأَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ
فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ
وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
ٱلَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ
وَيَمْنَعُونَ ٱلْمَاعُونَ
Ara'aital-Lażī Yukażżibu Bid-Dīn?
Fażālikal-Lażī Yadu'ul-Yatīm.
Wa Lā Yaḥuḍḍu 'Alā Ṭa'āmil-Miskīn.
Fa Wailul Lil-Muṣallīn.
Allażīna Hum 'An Ṣalātihim Sāhūn.
Allażīna Hum Yurā'ūn.
Wa Yamna'ūnal-Mā'ūn.
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
Maka celakalah orang-orang yang sholat,
(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya,
orang-orang yang berbuat riya,
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Tafsir Singkat: Surat Al-Ma'un diawali dengan pertanyaan retoris, "Ara'aital-Lażī Yukażżibu Bid-Dīn?" (Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?). Pertanyaan ini menarik perhatian pendengar untuk merenungkan siapa sebenarnya pendusta agama. Ayat-ayat berikutnya kemudian memberikan ciri-ciri mereka. Ayat kedua dan ketiga, "Fażālikal-Lażī Yadu'ul-Yatīm. Wa Lā Yaḥuḍḍu 'Alā Ṭa'āmil-Miskīn," menjelaskan bahwa pendusta agama adalah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong pemberian makan kepada orang miskin. Ini menunjukkan bahwa mendustakan agama tidak hanya sebatas tidak percaya, tetapi juga termanifestasi dalam perilaku buruk terhadap sesama, terutama kaum lemah.

Kemudian, surat ini beralih ke celaan yang lebih spesifik bagi sebagian orang yang mengaku beragama: "Fa Wailul Lil-Muṣallīn. Alladzīna Hum 'An Shalātihim Sāhūn." Celakalah bagi orang-orang yang sholat, yang lalai dalam sholatnya. Kelalaian ini bisa berarti menunda sholat dari waktunya, tidak memperhatikan rukun dan syaratnya, atau tidak memiliki kekhusyukan. Ayat keenam, "Allażīna Hum Yurā'ūn," mencela orang-orang yang berbuat riya (pamer) dalam ibadah mereka, melakukan sholat atau amal kebaikan hanya untuk dilihat dan dipuji manusia, bukan semata-mata karena Allah. Dan puncaknya pada ayat ketujuh, "Wa Yamna'ūnal-Mā'ūn," yaitu enggan menolong dengan barang-barang berguna (ma'un). "Ma'un" bisa berarti barang-barang kecil yang biasa dipinjamkan, atau zakat dan sedekah. Ini menunjukkan kurangnya kepedulian sosial dan kekikiran. Surat ini adalah peringatan keras bahwa ibadah ritual (seperti sholat) harus diiringi dengan ibadah sosial dan keikhlasan, jika tidak, ibadah itu kosong dan tidak bernilai di sisi Allah.

10. Surat Al-Ashr (Waktu)

Surat Al-Ashr adalah surat Makkiyah, terdiri dari 3 ayat. Meskipun singkat, Imam Syafi'i RA menyatakan bahwa seandainya tidak diturunkan surat lain kecuali surat ini, niscaya cukuplah surat ini untuk manusia. Ini menunjukkan kedalaman makna dan pentingnya surat Al-Ashr sebagai ringkasan prinsip-prinsip keselamatan hidup.

وَٱلْعَصْرِ
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
Wal-'Aṣr.
Innal-Insāna Lafī Khusr.
Illal-Lażīna Āmanū Wa 'Amiluṣ-Ṣāliḥāti Wa Tawāṣau Bil-Ḥaqqi Wa Tawāṣau Biṣ-Ṣabr.
Demi masa!
Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

Tafsir Singkat: Surat Al-Ashr diawali dengan sumpah Allah, "Wal-'Aṣr," yaitu "Demi masa!" Allah bersumpah dengan waktu, yang menunjukkan betapa pentingnya waktu dalam kehidupan manusia. Waktu adalah modal utama manusia, yang terus berjalan dan tidak akan pernah kembali. Setelah sumpah ini, Allah menyatakan sebuah kebenaran universal: "Innal-Insāna Lafī Khusr," yaitu "Sungguh, manusia berada dalam kerugian." Semua manusia, tanpa terkecuali, pada dasarnya merugi jika mereka tidak memanfaatkan waktu dengan baik.

Namun, Allah kemudian memberikan pengecualian, menjelaskan siapa saja yang terhindar dari kerugian ini. Pengecualian ini mencakup empat pilar utama keselamatan, disebutkan dalam ayat ketiga: "Illal-Lażīna Āmanū Wa 'Amiluṣ-Ṣāliḥāti Wa Tawāṣau Bil-Ḥaqqi Wa Tawāṣau Biṣ-Ṣabr." Empat pilar tersebut adalah: pertama, beriman (keimanan yang benar kepada Allah dan segala rukun iman); kedua, beramal shalih (melakukan perbuatan baik yang sesuai syariat Islam); ketiga, saling menasihati dalam kebenaran (menyebarkan ajaran Islam yang hak, amar ma'ruf nahi mungkar); dan keempat, saling menasihati dalam kesabaran (sabar dalam menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan menghadapi ujian hidup). Surat ini adalah peta jalan menuju kesuksesan sejati di dunia dan akhirat, menekankan keseimbangan antara iman pribadi, amal perbuatan, dan tanggung jawab sosial.

11. Surat Al-Fil (Gajah)

Surat Al-Fil adalah surat Makkiyah, terdiri dari 5 ayat. Surat ini mengisahkan peristiwa penting yang terjadi sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu upaya Abrahah, raja Yaman, dengan pasukannya yang menunggangi gajah, untuk menghancurkan Ka'bah di Mekah. Allah SWT menggagalkan usaha mereka dengan mengirimkan burung Ababil.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَٰبِ ٱلْفِيلِ
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِى تَضْلِيلٍ
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍۭ
Alam Tara Kaifa Fa'ala Rabbuka Bi`aṣḥābil-Fīl?
Alam Yaj'al Kaidahum Fī Taḍlīl?
Wa Arsala 'Alaihim Ṭairan Abābīl.
Tarmīhim Biḥijāratim Min Sijjīl.
Faja'alahum Ka'aṣfim Ma`kūl.
Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) sia-sia?
Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah liat yang dibakar,
sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Tafsir Singkat: Surat Al-Fil dimulai dengan pertanyaan retoris, "Alam Tara Kaifa Fa'ala Rabbuka Bi`aṣḥābil-Fīl?" (Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?), yang bertujuan untuk mengajak merenungkan kekuasaan Allah yang nyata dalam peristiwa tersebut. Ini adalah peristiwa yang sangat dikenal di kalangan bangsa Arab saat itu, sehingga Nabi Muhammad SAW dan kaumnya pasti mengetahuinya.

Ayat kedua, "Alam Yaj'al Kaidahum Fī Taḍlīl?", menegaskan bahwa Allah telah menggagalkan dan menyia-nyiakan tipu daya serta rencana jahat Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah. Meskipun mereka datang dengan kekuatan militer yang luar biasa, Allah dengan mudah membatalkan rencana mereka. Kemudian, Allah menjelaskan bagaimana Dia melakukannya: "Wa Arsala 'Alaihim Ṭairan Abābīl. Tarmīhim Biḥijāratim Min Sijjīl." Allah mengirimkan kepada mereka burung Ababil yang datang berbondong-bondong, setiap burung membawa batu-batu kecil dari Sijjil (tanah liat yang dibakar, sekeras batu). Burung-burung ini melemparkan batu-batu tersebut ke arah pasukan Abrahah.

Akibat dari serangan ini, seperti yang disebutkan di ayat terakhir: "Faja'alahum Ka'aṣfim Ma`kūl." Allah menjadikan pasukan Abrahah seperti daun-daun yang dimakan ulat, hancur lebur dan tidak berdaya. Surat ini adalah bukti kekuasaan Allah dalam melindungi Baitullah dan menunjukkan bahwa Dia akan senantiasa menjaga agama-Nya dari musuh-musuh-Nya, meskipun dengan cara yang tidak terduga. Ini juga menjadi peringatan bagi setiap orang yang berniat jahat terhadap syiar-syiar Allah.

12. Surat Quraisy (Suku Quraisy)

Surat Quraisy adalah surat Makkiyah, terdiri dari 4 ayat. Surat ini erat kaitannya dengan Surat Al-Fil, seolah-olah menjadi kelanjutan atau penjelasan mengapa Allah melindungi Ka'bah. Ia menekankan nikmat Allah kepada suku Quraisy, yaitu rasa aman dan kemudahan dalam perdagangan, sehingga mereka seharusnya bersyukur dengan menyembah Tuhan pemilik Ka'bah.

لِإِيلَٰفِ قُرَيْشٍ
إِۦلَٰفِهِمْ رِحْلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيْفِ
فَلْيَعْبُدُوا۟ رَبَّ هَٰذَا ٱلْبَيْتِ
ٱلَّذِىٓ أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَءَامَنَهُم مِّنْ خَوْفٍۭ
Li`īlāfi Quraysh.
Īlāfihim Riḥlatash-Shitā'i Waṣ-Ṣaif.
Falya'budū Rabba Hāżal-Bayt.
Allażī Aṭ'amahum Min Jū'iw Wa Āmanahum Min Khawf.
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah),
yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

Tafsir Singkat: Surat Quraisy mengawali dengan "Li`īlāfi Quraysh," yang artinya "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy." Kata "īlāf" berarti kebiasaan atau persatuan dalam perjalanan. Ini merujuk pada kebiasaan suku Quraisy yang aman dan terjamin dalam melakukan perjalanan dagang mereka. Ayat kedua menjelaskan lebih lanjut kebiasaan tersebut: "Īlāfihim Riḥlatash-Shitā'i Waṣ-Ṣaif," yaitu perjalanan dagang mereka pada musim dingin (ke Yaman) dan musim panas (ke Syam/Suriah). Perjalanan ini sangat vital bagi perekonomian Mekah dan suku Quraisy, dan mereka bisa melakukannya dengan aman berkat kehormatan mereka sebagai penjaga Ka'bah serta perlindungan Allah dari musuh-musuh, seperti peristiwa Abrahah.

Karena nikmat besar berupa keamanan dan kemudahan dalam mencari rezeki ini, Allah memberikan perintah dalam ayat ketiga: "Falya'budū Rabba Hāżal-Bayt," yaitu "Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah)." Ini adalah panggilan untuk bersyukur kepada Allah yang telah memberikan mereka semua nikmat tersebut. Penyebutan "Pemilik rumah ini" secara eksplisit mengingatkan mereka akan Ka'bah, pusat kehidupan spiritual dan ekonomi mereka, yang telah Allah lindungi. Ayat terakhir merinci dua nikmat fundamental yang diberikan Allah: "Allażī Aṭ'amahum Min Jū'iw Wa Āmanahum Min Khawf," yaitu Allah yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. Ini adalah dua kebutuhan dasar manusia: keamanan pangan dan keamanan fisik. Surat ini adalah ajakan untuk merenungkan nikmat-nikmat Allah dan membalasnya dengan ibadah yang tulus hanya kepada-Nya, menegaskan pentingnya tauhid sebagai bentuk syukur yang paling hakiki.

13. Surat At-Takasur (Bermegah-megahan)

Surat At-Takasur adalah surat Makkiyah, terdiri dari 8 ayat. Surat ini menegur manusia yang terlalu sibuk dengan gemerlap dunia, berlomba-lomba dalam mengumpulkan harta, kekuasaan, dan keturunan, hingga melalaikan tujuan akhir penciptaan mereka dan hari akhirat.

أَلْهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ
حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ ٱلْيَقِينِ
لَتَرَوُنَّ ٱلْجَحِيمَ
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ ٱلْيَقِينِ
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
Alhākumut-Takāṡur.
Ḥattā Zurtumul-Maqābir.
Kallā Sawfa Ta'lamūn.
Ṡumma Kallā Sawfa Ta'lamūn.
Kallā Law Ta'lamūna 'Ilmal-Yaqīn.
Latarawunnal-Jaḥīm.
Ṡumma Latarawunnahā 'Ainal-Yaqīn.
Ṡumma Latus'alunna Yauma`iżin 'Anin-Na'īm.
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).
Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.
Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim.
Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).

Tafsir Singkat: Surat At-Takasur dimulai dengan pernyataan tajam, "Alhākumut-Takāṡur," yang berarti "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu." "At-Takasur" adalah sikap berlomba-lomba dalam memperbanyak harta, keturunan, kedudukan, atau segala bentuk kemewahan duniawi. Kelalaian ini berlanjut "Ḥattā Zurtumul-Maqābir", yaitu "sampai kamu masuk ke dalam kubur," menunjukkan bahwa kelalaian ini terjadi sepanjang hidup hingga datangnya kematian.

Allah kemudian memberikan ancaman berulang, "Kallā Sawfa Ta'lamūn. Ṡumma Kallā Sawfa Ta'lamūn," yang artinya "Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)." Pengulangan ini memperkuat peringatan akan konsekuensi yang akan datang. Kemudian ditegaskan, "Kallā Law Ta'lamūna 'Ilmal-Yaqīn. Latarawunnal-Jaḥīm. Ṡumma Latarawunnahā 'Ainal-Yaqīn," yaitu "Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri." Ini adalah peringatan tentang kepastian datangnya hari akhirat dan neraka Jahim, yang akan disaksikan dengan mata telanjang sebagai balasan atas kelalaian di dunia.

Surat ini diakhiri dengan peringatan, "Ṡumma Latus'alunna Yauma`iżin 'Anin-Na'īm," yaitu "Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)." Ini adalah pengingat bahwa semua kenikmatan duniawi, baik harta, kesehatan, waktu, maupun keluarga, adalah amanah dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Surat ini mendorong manusia untuk tidak terlena dengan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

14. Surat Al-Humazah (Pengumpat)

Surat Al-Humazah adalah surat Makkiyah, terdiri dari 9 ayat. Surat ini mengecam dengan keras orang-orang yang suka mencela, mengumpat, dan mengumpulkan harta semata-mata karena keserakahannya, serta menyangka bahwa hartanya akan melanggengkan hidupnya di dunia.

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
ٱلَّذِى جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُۥ
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخْلَدَهُۥ
كَلَّا ۖ لَيُنۢبَذَنَّ فِى ٱلْحُطَمَةِ
وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلْحُطَمَةُ
نَارُ ٱللَّهِ ٱلْمُوقَدَةُ
ٱلَّتِى تَطَّلِعُ عَلَى ٱلْأَفْـِٔدَةِ
إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ
فِى عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍۭ
Wailul Likulli Humazatil Lumazah.
Allażī Jama'a Mālaw Wa 'Addadah.
Yaḥsabu Anna Mālahū Akhladah.
Kallā Sayunbażanna Fil-Ḥuṭamah.
Wa Mā Adrāka Mal-Ḥuṭamah.
Nārullāhil-Mūqadah.
Allatī Taṭṭali'u 'Alal-Af`idah.
Innahā 'Alaihim Mu`ṣadah.
Fī 'Amadim Mumaddadah.
Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,
yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,
dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.
Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah.
Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hutamah itu?
(Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,
yang (membakar) sampai ke hati.
Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,
(sedang mereka diikat) pada tiang-tiang yang menjulang.

Tafsir Singkat: Surat Al-Humazah dimulai dengan ancaman keras, "Wailul Likulli Humazatil Lumazah," yaitu "Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela." "Humazah" adalah orang yang suka mencela dengan isyarat, perbuatan, atau ucapan yang merendahkan orang lain, sedangkan "Lumazah" adalah orang yang suka mencela dengan lisan (ghibah atau fitnah). Kedua sifat ini menunjukkan perilaku tercela yang merusak hubungan sosial dan moral.

Ayat selanjutnya menjelaskan motivasi buruk mereka: "Allażī Jama'a Mālaw Wa 'Addadah. Yaḥsabu Anna Mālahū Akhladah." Mereka adalah orang-orang yang sibuk mengumpulkan harta benda dan menghitung-hitungnya dengan bangga, serta beranggapan bahwa harta kekayaan itu dapat membuat mereka hidup kekal di dunia, atau melindunginya dari kematian. Ini adalah ilusi yang fatal. Allah kemudian menepis anggapan ini dengan tegas, "Kallā Sayunbażanna Fil-Ḥuṭamah. Wa Mā Adrāka Mal-Ḥuṭamah. Nārullāhil-Mūqadah. Allatī Taṭṭali'u 'Alal-Af`idah." Sekali-kali tidak! Orang seperti itu pasti akan dilemparkan ke dalam neraka Hutamah. Hutamah digambarkan sebagai api Allah yang menyala-nyala, yang kekuatannya begitu dahsyat sehingga tidak hanya membakar fisik, tetapi juga membakar sampai ke hati (pusat keyakinan dan perasaan). Ini menunjukkan kedalaman azab yang menimpa mereka. Ayat terakhir menjelaskan kondisi mereka di neraka: "Innahā 'Alaihim Mu`ṣadah. Fī 'Amadim Mumaddadah." Api neraka itu ditutup rapat atas mereka, tanpa jalan keluar, dan mereka diikat pada tiang-tiang yang menjulang tinggi, menambah penderitaan mereka. Surat ini mengingatkan akan bahaya lisan yang tidak terjaga, kerakusan harta, dan melupakan akhirat.

15. Surat Al-Zalzalah (Goncangan)

Surat Al-Zalzalah adalah surat Madaniyah, terdiri dari 8 ayat. Surat ini menggambarkan dahsyatnya hari kiamat, ketika bumi diguncangkan dengan guncangan yang sangat hebat, dan semua isi bumi dikeluarkan. Ia juga menegaskan prinsip keadilan ilahi di mana setiap amal perbuatan, sekecil apa pun, akan diperhitungkan dan diberi balasan.

إِذَا زُلْزِلَتِ ٱلْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
وَأَخْرَجَتِ ٱلْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
وَقَالَ ٱلْإِنسَٰنُ مَا لَهَا
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَىٰ لَهَا
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ ٱلنَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا۟ أَعْمَٰلَهُمْ
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ
وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُۥ
Iżā Zulzilatil-Arḍu Zilzālahā.
Wa Akhrajatil-Arḍu Aṡqālahā.
Wa Qālal-Insānu Mā Lahā.
Yauma`iżin Tuḥaddiṡu Akhbārahā.
Bi`anna Rabbaka Awḥā Lahā.
Yauma`iżin Yaṣdurun-Nāsu Ashtātal Liyurau A'mālahum.
Faman Ya'mal Miṡqāla Żarratin Khairay Yarah.
Wa Man Ya'mal Miṡqāla Żarratin Sharray Yarah.
Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat,
dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”
Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,
karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya.
Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya.
Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

Tafsir Singkat: Surat Al-Zalzalah membuka dengan gambaran kiamat: "Iżā Zulzilatil-Arḍu Zilzālahā. Wa Akhrajatil-Arḍu Aṡqālahā." Ketika bumi diguncangkan dengan guncangan yang maha dahsyat, yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan mengeluarkan semua beban yang ada di dalamnya, seperti mayat-mayat dari kubur dan harta karun terpendam. Peristiwa ini membuat manusia keheranan, "Wa Qālal-Insānu Mā Lahā," bertanya-tanya apa yang terjadi pada bumi ini.

Pada hari itu, bumi yang selama ini diam akan berbicara: "Yauma`iżin Tuḥaddiṡu Akhbārahā. Bi`anna Rabbaka Awḥā Lahā." Bumi akan menceritakan semua perbuatan yang telah dilakukan di atas permukaannya, baik atau buruk, karena Tuhan telah memerintahkan dan mengizinkannya untuk berbicara. Ini adalah bukti bahwa tidak ada satu pun perbuatan manusia yang luput dari pantauan Allah.

Ayat keenam menggambarkan situasi manusia setelah dibangkitkan: "Yauma`iżin Yaṣdurun-Nāsu Ashtātal Liyurau A'mālahum." Pada hari itu, manusia akan keluar dari kuburnya dalam keadaan terpencar-pencar, kelompok-kelompok, untuk diperlihatkan hasil semua perbuatan mereka. Ini adalah saat di mana keadilan mutlak ditegakkan. Puncaknya adalah dua ayat terakhir yang masyhur: "Faman Ya'mal Miṡqāla Żarratin Khairay Yarah. Wa Man Ya'mal Miṡqāla Żarratin Sharray Yarah." Barangsiapa melakukan kebaikan sekecil atom pun, dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa melakukan keburukan sekecil atom pun, dia juga akan melihat balasannya. Ayat ini menekankan pentingnya setiap amal perbuatan, betapapun kecilnya, dan menjadi motivasi kuat untuk berbuat baik serta menjauhi kejahatan.

16. Surat Al-Adiyat (Kuda Perang yang Berlari Kencang)

Surat Al-Adiyat adalah surat Makkiyah, terdiri dari 11 ayat. Surat ini dimulai dengan sumpah Allah atas kuda-kuda perang yang berlari kencang, lalu menggambarkan sifat dasar manusia yang cenderung ingkar dan sangat mencintai harta. Kemudian, surat ini mengingatkan manusia akan hari kebangkitan dan pengungkapan segala isi hati.

وَٱلْعَٰدِيَٰتِ ضَبْحًا
فَٱلْمُورِيَٰتِ قَدْحًا
فَٱلْمُغِيرَٰتِ صُبْحًا
فَأَثَرْنَ بِهِۦ نَقْعًا
فَوَسَطْنَ بِهِۦ جَمْعًا
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٌ
وَإِنَّهُۥ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ
وَإِنَّهُۥ لِحُبِّ ٱلْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِى ٱلْقُبُورِ
وَحُصِّلَ مَا فِى ٱلصُّدُورِ
إِنَّ رَبَّهُم بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيرٌۢ
Wal-'Ādiyāti Ḍabḥā.
Fal-Mūriyāti Qadḥā.
Fal-Mugīrāti Ṣubḥā.
Fa Aṡarna Bihī Naq'ā.
Fa Wasaṭna Bihī Jam'ā.
Innal-Insāna Lirabbihī Lakanūd.
Wa Innahū 'Alā Żālika Lashahīd.
Wa Innahū Liḥubbil-Khairi Lashadīd.
Afalā Ya'lamu Iżā Bu'ṡira Mā Fil-Qubūr.
Wa Ḥuṣṣila Mā Fiṣ-Ṣudūr.
Inna Rabbahum Bihim Yauma`iżil Lakhabīr.
Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,
dan kuda yang memercikkan api (dengan pukulan tapak kakinya),
dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi,
sehingga menerbangkan debu,
lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan (musuh),
sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhannya,
dan sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan (mengakui) keingkarannya,
dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan.
Maka tidakkah dia mengetahui apabila apa yang di dalam kubur dikeluarkan?
dan apa yang tersimpan di dalam dada dilahirkan?
Sungguh, Tuhan mereka pada hari itu Mahateliti terhadap keadaan mereka.

Tafsir Singkat: Surat Al-Adiyat dibuka dengan sumpah Allah atas kuda-kuda perang yang memiliki kekuatan, kecepatan, dan keberanian. "Wal-'Ādiyāti Ḍabḥā" (Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah), menggambarkan suara napas kuda yang berat saat berlari. "Fal-Mūriyāti Qadḥā" (dan kuda yang memercikkan api), merujuk pada percikan api yang keluar dari gesekan tapak kaki kuda dengan batu saat berlari kencang di kegelapan. "Fal-Mugīrāti Ṣubḥā" (dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi), menggambarkan serangan mendadak pasukan berkuda di waktu subuh untuk meraih keuntungan. "Fa Aṡarna Bihī Naq'ā" (sehingga menerbangkan debu) dan "Fa Wasaṭna Bihī Jam'ā" (lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh), melengkapi gambaran dahsyatnya serangan kuda-kuda tersebut.

Setelah sumpah yang kuat ini, Allah mengalihkan perhatian pada sifat dasar manusia: "Innal-Insāna Lirabbihī Lakanūd. Wa Innahū 'Alā Żālika Lashahīd. Wa Innahū Liḥubbil-Khairi Lashadīd." Sungguh, manusia itu sangat ingkar dan tidak bersyukur kepada Tuhannya. Sifat "kanud" berarti sangat ingkar nikmat, bahkan cenderung menyalahkan ketika ditimpa musibah. Manusia juga menjadi saksi atas keingkarannya sendiri melalui perbuatan-perbuatannya. Dan yang paling mencolok, cintanya kepada harta (disebut "al-khair" dalam konteks ini) benar-benar berlebihan. Harta membuatnya lupa akan kewajiban dan akhirat.

Surat ini kemudian mengingatkan tentang hari perhitungan: "Afalā Ya'lamu Iżā Bu'ṡira Mā Fil-Qubūr. Wa Ḥuṣṣila Mā Fiṣ-Ṣudūr. Inna Rabbahum Bihim Yauma`iżil Lakhabīr." Tidakkah manusia sadar bahwa akan tiba saatnya semua yang ada di dalam kubur dikeluarkan dan semua yang tersembunyi di dalam dada (niat, pikiran, rahasia) akan diungkapkan? Sesungguhnya, Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui dan Mahateliti terhadap semua perbuatan mereka. Ini adalah peringatan keras bagi manusia agar tidak terlena dengan dunia dan mempersiapkan diri untuk pertanggungjawaban di hadapan Allah.

17. Surat Al-Qari'ah (Hari Kiamat yang Menggemparkan)

Surat Al-Qari'ah adalah surat Makkiyah, terdiri dari 11 ayat. Surat ini menggambarkan salah satu nama hari kiamat yang menunjukkan kedahsyatan dan keguncangan yang luar biasa, serta menjelaskan bagaimana nasib manusia pada hari tersebut berdasarkan timbangan amal perbuatan mereka.

ٱلْقَارِعَةُ
مَا ٱلْقَارِعَةُ
وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلْقَارِعَةُ
يَوْمَ يَكُونُ ٱلنَّاسُ كَٱلْفَرَاشِ ٱلْمَبْثُوثِ
وَتَكُونُ ٱلْجِبَالُ كَٱلْعِهْنِ ٱلْمَنفُوشِ
فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَٰزِينُهُۥ
فَهُوَ فِى عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَٰزِينُهُۥ
فَأُمُّهُۥ هَاوِيَةٌ
وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا هِيَهْ
نَارٌ حَامِيَةٌۢ
Al-Qāri'ah.
Mal-Qāri'ah.
Wa Mā Adrāka Mal-Qāri'ah.
Yauma Yakūnun-Nāsu Kal-Farāshil-Mabṡūṡ.
Wa Takūnul-Jibālu Kal-'Ihni Al-Manfūsh.
Fa Ammā Man Ṡaqulat Mawāzīnuh.
Fa Huwa Fī 'Īshatir Rāḍiyah.
Wa Ammā Man Khaffat Mawāzīnuh.
Fa Ummūhū Hāwiyah.
Wa Mā Adrāka Mā Hiyah.
Nārun Ḥāmiyah.
Hari Kiamat yang Menggemparkan,
apakah hari Kiamat yang Menggemparkan itu?
Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat yang Menggemparkan itu?
Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan,
dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
Maka adapun orang yang berat timbangan (kebajikan)nya,
maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebajikan)nya,
maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
(Yaitu) api yang sangat panas.

Tafsir Singkat: Surat Al-Qari'ah dibuka dengan nama hari kiamat itu sendiri, "Al-Qāri'ah," diikuti dengan pertanyaan retoris berulang, "Mal-Qāri'ah? Wa Mā Adrāka Mal-Qāri'ah?" Pertanyaan ini bertujuan untuk menekankan kedahsyatan dan kemisteriusan peristiwa tersebut, bahwa tidak ada yang dapat benar-benar membayangkan atau menggambarkan sepenuhnya apa itu Al-Qari'ah kecuali Allah SWT.

Kemudian, surat ini memberikan gambaran tentang kondisi pada hari itu. "Yauma Yakūnun-Nāsu Kal-Farāshil-Mabṡūṡ. Wa Takūnul-Jibālu Kal-'Ihni Al-Manfūsh." Pada hari itu, manusia akan bertebaran seperti laron yang kebingungan, tidak tahu arah tujuan karena panik dan ketakutan yang luar biasa. Gunung-gunung yang kokoh pun akan hancur lebur seperti bulu yang dihambur-hamburkan, menunjukkan bahwa tidak ada lagi yang tersisa dari tatanan duniawi.

Setelah gambaran kedahsyatan kiamat, surat ini beralih pada penentuan nasib manusia berdasarkan timbangan amal perbuatan. "Fa Ammā Man Ṡaqulat Mawāzīnuh. Fa Huwa Fī 'Īshatir Rāḍiyah." Barangsiapa yang berat timbangan kebaikannya, yaitu amal shalihnya lebih banyak daripada keburukannya, maka ia akan berada dalam kehidupan yang memuaskan, yaitu di surga. Sebaliknya, "Wa Ammā Man Khaffat Mawāzīnuh. Fa Ummūhū Hāwiyah. Wa Mā Adrāka Mā Hiyah. Nārun Ḥāmiyah." Adapun orang yang ringan timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Nama Hawiyah itu sendiri berarti jurang yang dalam, dan Allah menegaskan apa itu Hawiyah: api yang sangat panas dan menyala-nyala. Surat ini adalah pengingat yang kuat akan pentingnya amal shalih di dunia ini sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.

18. Surat Al-Bayyinah (Bukti Nyata)

Surat Al-Bayyinah adalah surat Madaniyah, terdiri dari 8 ayat. Surat ini menjelaskan bahwa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kaum musyrikin tidak akan berhenti dari kekafiran mereka sebelum datangnya bukti yang nyata, yaitu diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan ajaran Al-Qur'an. Surat ini juga menegaskan inti ajaran Islam yang dibawa oleh semua Nabi.

لَمْ يَكُنِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ ٱلْبَيِّنَةُ
رَسُولٌ مِّنَ ٱللَّهِ يَتْلُوا۟ صُحُفًا مُّطَهَّرَةً
فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ
وَمَا تَفَرَّقَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَةُ
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ ٱلْبَرِيَّةِ
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ خَيْرُ ٱلْبَرِيَّةِ
جَزَآؤُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِىَ رَبَّهُۥ
Lam Yakunil-Lażīna Kafarū Min Ahlil-Kitābi Wal-Mushrikīna Munfakkīna Ḥattā Ta`tiyahumul-Bayyinah.
Rasūlum Minallāhi Yatlū Ṣuḥufam Muṭahharah.
Fīhā Kutubun Qayyimah.
Wa Mā Tafarraqallażīna Ūtul-Kitāba Illā Mim Ba'di Mā Jā`athumul-Bayyinah.
Wa Mā Umirū Illā Liya'budullāha Mukhliṣīna Lahud-Dīna Ḥunafā`a Wa Yuqīmuṣ-Ṣalāta Wa Yu'tuz-Zakāh Wa Żālika Dīnul-Qayyimah.
Innallażīna Kafarū Min Ahlil-Kitābi Wal-Mushrikīna Fī Nāri Jahannama Khālidīna Fīhā Ūlā`ika Hum Sharul-Bariyyah.
Innallażīna Āmanū Wa 'Amiluṣ-Ṣāliḥāti Ūlā`ika Hum Khairul-Bariyyah.
Jazā'uhum 'Inda Rabbihim Jannātu 'Adnin Tajrī Min Taḥtihal-Anhāru Khālidīna Fīhā Abadā Raḍiyallāhu 'Anhum Wa Raḍū 'Anh, Żālika Liman Khashiya Rabbah.
Orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (kekafirannya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.
(Yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran suci (Al-Qur'an),
di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus (benar).
Dan tidaklah terpecah belah orang-orang yang diberi Kitab kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Tafsir Singkat: Surat Al-Bayyinah dimulai dengan menyatakan bahwa orang-orang kafir dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kaum musyrikin tidak akan melepaskan kekafiran mereka sampai datang kepada mereka "Al-Bayyinah" (bukti nyata). Bukti nyata ini dijelaskan pada ayat kedua dan ketiga: "Rasūlum Minallāhi Yatlū Ṣuḥufam Muṭahharah. Fīhā Kutubun Qayyimah." Yaitu seorang Rasul dari Allah (Nabi Muhammad SAW) yang membacakan lembaran-lembaran suci (Al-Qur'an) yang di dalamnya terkandung kitab-kitab yang lurus dan benar (yaitu ajaran tauhid dan syariat yang jelas).

Ayat keempat menjelaskan bahwa perpecahan di antara Ahli Kitab tidak terjadi karena ketidakjelasan agama mereka sebelumnya, tetapi justru setelah datangnya bukti yang nyata (Nabi Muhammad dan Al-Qur'an). Mereka berpecah belah karena hawa nafsu dan kedengkian, bukan karena tidak ada petunjuk. Ayat kelima menegaskan inti ajaran semua agama samawi: "Wa Mā Umirū Illā Liya'budullāha Mukhliṣīna Lahud-Dīna Ḥunafā`a Wa Yuqīmuṣ-Ṣalāta Wa Yu'tuz-Zakāh Wa Żālika Dīnul-Qayyimah." Mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas, tulus dalam menjalankan agama, lurus (condong pada tauhid), mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Inilah agama yang lurus dan benar.

Dua ayat terakhir membandingkan nasib dua golongan manusia: "Innallażīna Kafarū Min Ahlil-Kitābi Wal-Mushrikīna Fī Nāri Jahannama Khālidīna Fīhā Ūlā`ika Hum Sharul-Bariyyah." Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan musyrikin akan kekal di neraka Jahanam, dan mereka adalah sejahat-jahat makhluk. Sebaliknya, "Innallażīna Āmanū Wa 'Amiluṣ-Ṣāliḥāti Ūlā`ika Hum Khairul-Bariyyah." Orang-orang yang beriman dan beramal shalih adalah sebaik-baik makhluk, dan balasan mereka di sisi Allah adalah surga Adn yang kekal. Allah rida kepada mereka dan mereka rida kepada Allah. Semua ini adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhannya. Surat ini merupakan gambaran jelas tentang dua jalan yang berbeda dan balasan yang sesuai bagi setiap pilihan.

19. Surat At-Tin (Buah Tin)

Surat At-Tin adalah surat Makkiyah, terdiri dari 8 ayat. Surat ini diawali dengan sumpah Allah atas beberapa tempat suci yang terkait dengan sejarah kenabian, kemudian menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna, namun bisa jatuh ke derajat yang paling rendah kecuali bagi mereka yang beriman dan beramal shalih. Surat ini menutup dengan penegasan keadilan Allah.

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
وَطُورِ سِينِينَ
وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
Wat-Tīni Waz-Zaytūn.
Wa Ṭūri Sīnīn.
Wa Hāżal-Baladil-Amīn.
Laqad Khalaqnal-Insāna Fī Aḥsani Taqūīm.
Ṡumma Radadnāhu Asfala Sāfilīn.
Illal-Lażīna Āmanū Wa 'Amiluṣ-Ṣāliḥāti Falahum Ajrun Gairu Mamnūn.
Famā Yukażżibuka Ba'du Bid-Dīn?
Alaysallāhu Bi`aḥkamil-Ḥākimīn?
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
dan demi gunung Sinai,
dan demi negeri (Mekah) yang aman ini,
sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.
Maka apa yang menyebabkanmu mendustakan (hari) pembalasan setelah (adanya keterangan-keterangan) itu?
Bukankah Allah hakim yang paling adil?

Tafsir Singkat: Surat At-Tin dimulai dengan tiga sumpah yang agung: "Wat-Tīni Waz-Zaytūn," (Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun), yang juga dapat diartikan sebagai tempat tumbuhnya kedua buah tersebut, seperti Damaskus atau Palestina, yang merupakan tempat diutusnya Nabi Isa AS. Sumpah kedua, "Wa Ṭūri Sīnīn," (dan demi gunung Sinai), adalah tempat Nabi Musa AS menerima wahyu. Sumpah ketiga, "Wa Hāżal-Baladil-Amīn," (dan demi negeri (Mekah) yang aman ini), merujuk kepada Mekah, tempat diutusnya Nabi Muhammad SAW. Ketiga sumpah ini mencakup tempat-tempat suci dan kenabian yang menjadi bukti kebenaran agama Allah.

Setelah sumpah tersebut, Allah menyatakan: "Laqad Khalaqnal-Insāna Fī Aḥsani Taqūīm." Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ini merujuk pada kesempurnaan fisik, akal, dan spiritual manusia, yang membedakannya dari makhluk lain. Namun, manusia bisa jatuh dari derajat mulia ini: "Ṡumma Radadnāhu Asfala Sāfilīn," (kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya), yaitu neraka, jika mereka ingkar dan berbuat dosa.

Namun, ada pengecualian: "Illal-Lażīna Āmanū Wa 'Amiluṣ-Ṣāliḥāti Falahum Ajrun Gairu Mamnūn." Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya, yaitu surga. Ini menunjukkan bahwa iman dan amal shalih adalah kunci untuk mempertahankan kemuliaan manusia. Surat ini ditutup dengan pertanyaan retoris, "Famā Yukażżibuka Ba'du Bid-Dīn? Alaysallāhu Bi`aḥkamil-Ḥākimīn?" Maka apa yang menyebabkanmu mendustakan (hari) pembalasan setelah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang paling adil? Ini adalah peringatan bagi manusia untuk percaya pada hari pembalasan dan keadilan Allah yang mutlak.

Tips Membaca dan Menghafal Surat Pendek

Gambar petir sebagai simbol semangat dan kekuatan

Untuk meningkatkan kualitas sholat dan kekhusyukan, ada beberapa tips yang dapat membantu dalam membaca dan menghafal surat-surat pendek:

Penutup: Keberkahan Membaca Al-Qur'an dalam Sholat

Gambar hati sebagai simbol cinta dan keberkahan

Membaca surat-surat pendek dalam sholat adalah praktik yang tidak hanya memudahkan pelaksanaan ibadah, tetapi juga membuka pintu keberkahan dan pemahaman yang lebih dalam tentang pesan-pesan ilahi. Setiap huruf yang dilafalkan, setiap makna yang direnungkan, akan menjadi pahala yang terus mengalir dan memperkuat ikatan seorang hamba dengan Tuhannya.

Semoga panduan ini bermanfaat bagi kita semua dalam meningkatkan kualitas ibadah sholat dan memperkaya hafalan Al-Qur'an kita. Teruslah belajar, membaca, dan merenungkan firman-firman Allah SWT agar hidup kita senantiasa diberkahi dan mendapat petunjuk dari-Nya.

🏠 Homepage