Bacaan Sebelum Surat Al-Fatihah: Panduan Lengkap dan Hikmahnya
Surat Al-Fatihah, yang juga dikenal sebagai Ummul Kitab (Induk Kitab) atau Ummul Quran (Induk Al-Quran), adalah surat pembuka dalam kitab suci Al-Quran. Kedudukannya sangat istimewa, menjadi rukun dalam setiap rakaat shalat, sehingga shalat seseorang tidak sah jika tidak membacanya. Namun, sebelum seorang muslim melafalkan ayat-ayat suci Al-Fatihah, terutama dalam konteks shalat maupun tadarus Al-Quran, ada beberapa bacaan pendahuluan yang sangat dianjurkan, bahkan ada yang memiliki status wajib menurut beberapa mazhab. Bacaan-bacaan ini bukan sekadar formalitas, melainkan memiliki hikmah mendalam yang berfungsi mempersiapkan jiwa, membersihkan niat, dan memohon perlindungan serta keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai bacaan tersebut, meliputi Ta'awwudz, Basmalah, dan Doa Istiftah, beserta dalil, perbedaan pandangan ulama, dan makna spiritual yang terkandung di dalamnya, dengan harapan dapat menambah kekhusyukan dan pemahaman kita dalam beribadah.
Gambaran spiritual yang merepresentasikan kesucian dan pentingnya Al-Fatihah.
1. Ta'awwudz (Istia'adzah): Memohon Perlindungan dari Setan
Salah satu bacaan paling fundamental sebelum memulai membaca Al-Fatihah, khususnya saat membaca Al-Quran, adalah Ta'awwudz atau Isti'adzah. Lafaz yang paling umum adalah: "A'udzu billahi minash-shaitanir-rajim."
Makna dan Terjemahan
Secara harfiah, "A'udzu billahi minash-shaitanir-rajim" berarti: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk." Setiap kata dalam frasa ini memiliki makna yang mendalam dan esensial bagi seorang mukmin.
A'udzu (أَعُوذُ): Berarti 'aku berlindung', 'aku berpegang teguh', 'aku mencari suaka'. Ini menunjukkan kebutuhan dan kelemahan manusia di hadapan kekuatan yang lebih besar, serta pengakuannya akan adanya ancaman dari luar dirinya.
Billahi (بِاللَّهِ): Berarti 'kepada Allah'. Ini menegaskan bahwa satu-satunya Zat yang mampu memberikan perlindungan sejati adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dialah sumber segala kekuatan dan tempat kembali bagi setiap makhluk.
Minash-shaitani (مِنَ الشَّيْطَانِ): Berarti 'dari setan'. Setan di sini merujuk pada Iblis dan segala jenis jin serta manusia yang memiliki sifat-sifat membangkang dan mengajak kepada keburukan. Ia adalah musuh nyata bagi manusia.
Ar-rajim (الرَّجِيمِ): Berarti 'yang terkutuk', 'yang terlempar dari rahmat Allah'. Sifat ini menggambarkan kondisi setan yang telah terusir dari hadirat ilahi karena pembangkangannya.
Dalil dari Al-Quran
Perintah untuk membaca Ta'awwudz sebelum membaca Al-Quran secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 98:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (QS. An-Nahl: 98)
Ayat ini menjadi dasar utama bagi umat Islam untuk senantiasa mengawali setiap pembacaan Al-Quran dengan Isti'adzah. Meskipun konteks ayat ini bersifat umum untuk pembacaan Al-Quran, para ulama sepakat bahwa ini juga berlaku saat membaca Al-Fatihah dalam shalat, mengingat Al-Fatihah adalah bagian sentral dari Al-Quran yang dibaca dalam shalat.
Tujuan dan Hikmah Membaca Ta'awwudz
Membaca Ta'awwudz bukan hanya sekadar mengikuti perintah, melainkan memiliki hikmah dan tujuan spiritual yang sangat mendalam:
Melindungi dari Gangguan Setan: Setan adalah musuh abadi manusia yang senantiasa berusaha menyesatkan, mengganggu kekhusyukan, dan membisikkan keraguan. Terutama saat seorang hamba ingin mendekatkan diri kepada Allah melalui firman-Nya, setan akan bekerja lebih keras untuk mengganggu konsentrasi dan keikhlasan. Dengan Ta'awwudz, seorang muslim memohon benteng perlindungan langsung dari Sang Pencipta.
Membersihkan Niat dan Pikiran: Sebelum menyentuh dan meresapi makna ayat-ayat suci, hati dan pikiran perlu dibersihkan dari segala kotoran dan bisikan negatif. Ta'awwudz berfungsi sebagai filter spiritual, membersihkan hati dari riya', ujub, atau pikiran-pikiran duniawi yang dapat mengurangi kualitas ibadah.
Pengakuan atas Kelemahan Diri: Dengan memohon perlindungan, seorang hamba mengakui kelemahan dirinya di hadapan kekuatan setan dan menyadari bahwa ia tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Ini menumbuhkan sikap tawadhu (rendah hati) dan ketergantungan penuh kepada Allah.
Membangun Fokus dan Kekhusyukan: Gangguan setan dapat berupa bisikan, godaan, atau bahkan lamunan yang tak terkendali. Dengan mengucapkan Ta'awwudz, seseorang secara sadar memutuskan hubungan dengan segala hal yang mengganggu dan memfokuskan diri sepenuhnya pada komunikasi dengan Allah melalui ayat-ayat-Nya.
Memenuhi Perintah Allah: Melaksanakan perintah Allah adalah ibadah itu sendiri. Dengan membaca Ta'awwudz, seorang muslim menunjukkan kepatuhannya terhadap ajaran agama.
Mendapatkan Berkah dari Al-Quran: Memulai sesuatu dengan memohon perlindungan dari keburukan akan membuka pintu keberkahan. Pembacaan Al-Quran yang diawali dengan Ta'awwudz diharapkan akan lebih diresapi, dipahami, dan memberikan dampak positif yang lebih besar dalam kehidupan.
Kapan Ta'awwudz Diucapkan?
Ta'awwudz disunnahkan untuk diucapkan setiap kali hendak membaca Al-Quran, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Dalam konteks shalat, Ta'awwudz dibaca pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram dan sebelum Basmalah (jika ada Doa Istiftah, maka setelah Doa Istiftah).
Apakah Ta'awwudz dibaca di setiap rakaat? Jumhur ulama berpendapat bahwa cukup dibaca pada rakaat pertama saja karena tujuannya adalah memulai pembacaan Al-Quran dalam shalat. Namun, sebagian ulama lain berpendapat bahwa lebih utama dibaca di setiap rakaat, terutama jika ada jeda panjang antara rakaat atau jika ada gangguan yang signifikan. Pendapat yang paling masyhur adalah cukup di rakaat pertama.
Lafaz Ta'awwudz yang Lain
Meskipun lafaz "A'udzu billahi minash-shaitanir-rajim" adalah yang paling umum dan berdasarkan dalil Al-Quran, ada beberapa riwayat lain yang menyebutkan variasi lafaz Ta'awwudz, meskipun tidak sepopuler dan sekuat dalil yang pertama:
A'udzu billahis-Sami'il-'Alimi minash-shaitanir-rajim (أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ): Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk.
A'udzu billahil-'Azim minash-shaitanir-rajim (أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ): Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dari setan yang terkutuk.
Beberapa riwayat lain juga menyebutkan penambahan seperti 'min hamzihī, wa nafkhihī, wa naftshihī' (dari godaan, tiupan, dan hembusan nafasnya).
Mayoritas ulama menganggap bahwa lafaz yang paling afdal dan paling sesuai dengan sunnah adalah yang disebutkan dalam Surah An-Nahl: "A'udzu billahi minash-shaitanir-rajim." Variasi lain dianggap sebagai tambahan yang baik namun tidak wajib.
Ilustrasi perlindungan dari bisikan dan gangguan setan (dilambangkan dengan tanda X merah) dengan memohon pertolongan Allah (lingkaran pelindung hijau).
2. Basmalah: Mengawali dengan Nama Allah
Setelah Ta'awwudz, bacaan selanjutnya yang sangat penting dan hampir selalu menyertai setiap pembacaan Al-Quran, termasuk Al-Fatihah, adalah Basmalah. Lafaznya adalah: "Bismillahir-Rahmanir-Rahim."
Makna dan Terjemahan
Lafaz Basmalah berarti: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Ini adalah salah satu frasa paling sering diucapkan dalam kehidupan seorang muslim, menjadi pembuka hampir setiap tindakan yang baik.
Bi (بِـ): Berarti 'dengan', 'dengan pertolongan', 'dengan nama'. Ini menunjukkan bahwa setiap tindakan yang dimulai dengan Basmalah dilakukan atas nama dan dengan bantuan Allah.
Ismi (اسْمِ): Berarti 'nama'. Menunjukkan pengagungan terhadap Dzat yang disebut namanya.
Allahi (اللَّهِ): Nama Dzat Yang Maha Tinggi, Sang Pencipta, satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.
Ar-Rahman (الرَّحْمَنِ): Salah satu Asmaul Husna yang berarti 'Yang Maha Pengasih'. Sifat ini merujuk pada kasih sayang Allah yang bersifat universal, mencakup seluruh makhluk di dunia, baik mukmin maupun kafir. Rahmat-Nya melingkupi segala sesuatu.
Ar-Rahim (الرَّحِيمِ): Juga salah satu Asmaul Husna yang berarti 'Yang Maha Penyayang'. Sifat ini merujuk pada kasih sayang Allah yang bersifat khusus, diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di akhirat kelak.
Gabungan dua sifat ini, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, menekankan luasnya kasih sayang Allah yang meliputi segala aspek kehidupan dan akhirat, memberikan pengharapan dan keyakinan akan rahmat-Nya.
Dalil dari Al-Quran dan Sunnah
Basmalah terdapat pada permulaan setiap surah dalam Al-Quran (kecuali Surah At-Taubah). Keberadaannya di setiap awal surah menunjukkan betapa pentingnya ia sebagai pembuka dan penanda. Selain itu, ada ayat khusus yang menyebutkan Basmalah, yaitu dalam Surah An-Naml ayat 30, dalam konteks surat Nabi Sulaiman:
إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
"Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." (QS. An-Naml: 30)
Dalam hadis, Rasulullah ﷺ juga sering mengawali berbagai aktivitas penting dengan Basmalah, menegaskan keutamaannya. Beliau bersabda:
"Setiap urusan penting yang tidak dimulai dengan 'Bismillahir-Rahmanir-Rahim', maka ia terputus (keberkahannya)." (Hadis Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah, dengan sedikit perbedaan redaksi)
Hadis ini memperkuat anjuran untuk senantiasa memulai segala sesuatu yang baik dengan Basmalah, termasuk membaca Al-Fatihah.
Status Basmalah dalam Al-Fatihah: Perdebatan Mazhab Fiqih
Ini adalah salah satu poin perdebatan fiqih paling terkenal mengenai bacaan sebelum Al-Fatihah, khususnya dalam shalat. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah Basmalah merupakan salah satu ayat dari Surah Al-Fatihah, ataukah ia merupakan ayat tersendiri yang berfungsi sebagai pemisah antar surah? Perbedaan pandangan ini menghasilkan implikasi praktis yang berbeda dalam pelaksanaan shalat.
Pendapat Pertama: Basmalah adalah Bagian dari Al-Fatihah (Mazhab Syafi'i dan sebagian Hanbali)
Mazhab Syafi'i, dan juga sebagian ulama dari Mazhab Hanbali, berpendapat bahwa "Bismillahir-Rahmanir-Rahim" adalah ayat pertama dari Surah Al-Fatihah.
Dalil dan Argumen Mereka:
Penghitungan Ayat dalam Mushaf: Dalam banyak mushaf Al-Quran, terutama yang mengikuti qira'at (cara baca) Imam Hafs dari Ashim (yang banyak digunakan di dunia Islam, termasuk Indonesia), Basmalah dihitung sebagai ayat pertama Surah Al-Fatihah. Ini adalah bukti visual yang kuat.
Hadis-hadis Nabi ﷺ:
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah ﷺ membaca Al-Fatihah dengan memisahkan setiap ayatnya, dan beliau membaca Basmalah sebagai ayat pertama. Dalam riwayat lain, beliau menghitung Basmalah sebagai ayat pertama Al-Fatihah.
Hadis Abu Hurairah tentang turunnya wahyu: Ketika Rasulullah ﷺ membaca Basmalah, itu dihitung sebagai ayat.
Praktik Sahabat dan Tabi'in: Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat Nabi dan para tabi'in generasi awal juga menghitung Basmalah sebagai bagian dari Al-Fatihah dan mengeraskannya dalam shalat.
Makna dan Kesinambungan: Basmalah mengandung makna pujian kepada Allah dengan dua sifat utama-Nya (Ar-Rahman, Ar-Rahim), yang sangat relevan dan menjadi pengantar yang sempurna untuk pujian-pujian selanjutnya dalam Al-Fatihah seperti "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin" (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).
Implikasi Praktis:
Menurut Mazhab Syafi'i, karena Basmalah adalah bagian dari Al-Fatihah, maka wajib membacanya dalam setiap rakaat shalat.
Dalam shalat berjamaah yang dibaca secara jahr (lantang), imam wajib mengeraskan bacaan Basmalah sebagaimana mengeraskan ayat-ayat Al-Fatihah lainnya. Meninggalkan Basmalah dalam Al-Fatihah akan menyebabkan shalat tidak sah atau setidaknya mengurangi kesempurnaannya secara signifikan.
Pendapat Kedua: Basmalah Bukan Bagian dari Al-Fatihah (Mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian Hanbali)
Mayoritas ulama dari Mazhab Hanafi dan Maliki, serta sebagian ulama Hanbali, berpendapat bahwa "Bismillahir-Rahmanir-Rahim" bukanlah ayat dari Surah Al-Fatihah, melainkan ayat tersendiri yang berfungsi sebagai pemisah antara surah-surah dalam Al-Quran dan untuk mencari berkah.
Dalil dan Argumen Mereka:
Penghitungan Ayat dalam Mushaf Lain: Dalam mushaf yang mengikuti qira'at selain Hafs dari Ashim (misalnya, qira'at Imam Warsy atau Abu Amr), Basmalah tidak dihitung sebagai ayat pertama Al-Fatihah. Ayat pertama Al-Fatihah justru dimulai dari "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin." Tujuh ayat dihitung dengan menjadikan "Shiratal-ladzina an'amta 'alaihim ghairil-maghdubi 'alaihim waladh-dhallin" sebagai dua ayat atau membagi ayat terakhir.
Hadis-hadis Nabi ﷺ:
Hadis Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: "Aku shalat di belakang Nabi ﷺ, Abu Bakar, dan Umar, mereka memulai (membaca) dengan 'Alhamdulillahi Rabbil 'alamin' (yakni tanpa mengeraskan Basmalah)." Dalam riwayat lain, Anas berkata: "Aku tidak mendengar mereka membaca Bismillahir-Rahmanir-Rahim." Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi dan para Khalifah tidak mengeraskan Basmalah, yang menjadi indikasi bahwa mereka tidak menganggapnya sebagai bagian yang wajib dikeraskan dari Al-Fatihah.
Hadis lain dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, Allah berfirman: "Aku membagi shalat (Al-Fatihah) antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian..." dan hadis ini memulai pembagian dari "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin," menunjukkan bahwa Basmalah tidak termasuk dalam tujuh ayat yang dibagi.
Tidak Ada Lafaz "Amin" Setelah Basmalah: Umat Islam disunnahkan mengucapkan "Amin" setelah menyelesaikan Al-Fatihah. Jika Basmalah adalah bagian dari Al-Fatihah, maka secara logis "Amin" seharusnya dibaca setelahnya. Namun, tidak ada riwayat yang menunjukkan Nabi ﷺ membaca "Amin" setelah Basmalah.
Tujuan Basmalah: Mereka berpendapat bahwa Basmalah adalah ayat yang diturunkan untuk memisahkan surah-surah dan sebagai tanda keberkahan untuk memulai. Oleh karena itu, ia dibaca di awal setiap surah, bukan sebagai bagian integral dari surah tersebut (kecuali untuk Surah An-Naml).
Implikasi Praktis:
Menurut Mazhab Hanafi dan Maliki, Basmalah dibaca dalam shalat secara sirr (pelan/rahasia) sebelum Al-Fatihah. Dalam Mazhab Maliki, bahkan ada yang berpendapat tidak perlu dibaca sama sekali dalam shalat fardhu.
Karena tidak dianggap sebagai bagian dari Al-Fatihah, ketiadaan Basmalah tidak membatalkan shalat.
Dalam shalat berjamaah, imam tidak mengeraskan bacaan Basmalah.
Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang sedikit lebih fleksibel. Mereka menganggap bahwa Basmalah adalah ayat Al-Quran dan disunnahkan untuk dibaca sebelum Al-Fatihah. Mengenai apakah ia bagian dari Al-Fatihah atau tidak, ada perbedaan pendapat di antara ulama Hanbali itu sendiri. Namun, umumnya mereka lebih cenderung tidak menganggapnya sebagai ayat wajib dari Al-Fatihah secara eksplisit. Meskipun demikian, mereka tetap menganjurkan untuk membacanya secara sirr.
Rekonsiliasi dan Sikap Muslim
Meskipun ada perbedaan pendapat yang mendasar mengenai status Basmalah, penting untuk diingat bahwa semua mazhab sepakat tentang keagungan Basmalah dan anjuran untuk membacanya. Perbedaan ini adalah bagian dari kekayaan fiqih Islam yang bersumber dari perbedaan interpretasi dalil, bukan karena penolakan terhadap dalil itu sendiri.
Hormati Perbedaan: Seorang muslim hendaknya menghormati perbedaan pandangan ini. Tidak pantas untuk saling menyalahkan atau mengklaim satu pihak sepenuhnya salah.
Ikuti Mazhab yang Dipegang: Umumnya, seorang muslim dapat mengikuti pandangan mazhab yang dominan di wilayahnya atau yang ia pelajari. Jika seseorang mengikuti Mazhab Syafi'i, ia akan mengeraskan Basmalah; jika mengikuti Hanafi/Maliki, ia akan membacanya pelan atau tidak sama sekali di shalat tertentu.
Fokus pada Kekhusyukan: Yang terpenting adalah esensi dari Basmalah itu sendiri: memulai segala sesuatu dengan nama Allah, memohon keberkahan dan mengingat sifat-sifat-Nya. Kekhusyukan dan kesadaran akan makna Basmalah jauh lebih penting daripada sekadar memperdebatkan status fiqihnya secara berlebihan.
Tujuan dan Hikmah Membaca Basmalah
Terlepas dari statusnya sebagai ayat Al-Fatihah atau bukan, Basmalah memiliki hikmah dan keutamaan yang universal:
Mencari Keberkahan: Memulai sesuatu dengan nama Allah adalah cara terbaik untuk memohon keberkahan. Setiap tindakan yang diawali dengan Basmalah diharapkan akan mendapatkan pertolongan dan kelancaran dari Allah.
Mengingat Allah: Basmalah adalah pengingat akan kebesaran Allah dan dua sifat-Nya yang agung: Maha Pengasih (Ar-Rahman) dan Maha Penyayang (Ar-Rahim). Ini menanamkan rasa syukur, harap, dan takut kepada-Nya.
Menjauhkan dari Perbuatan Buruk: Dengan memulai dengan nama Allah, seseorang cenderung akan berpikir dua kali sebelum melakukan perbuatan yang tidak diridhai-Nya. Ini menjadi pengingat akan pengawasan Allah.
Pengakuan Ketergantungan: Mengucapkan Basmalah adalah pengakuan bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Ini menumbuhkan kerendahan hati dan tawakal.
Pembuka Komunikasi Ilahi: Saat membaca Al-Quran, Basmalah adalah gerbang pertama menuju komunikasi dengan firman-Nya, mempersiapkan hati untuk menerima petunjuk.
Kaligrafi Arab "Bismillahir-Rahmanir-Rahim" yang merupakan bacaan penting sebelum memulai setiap amal kebaikan.
3. Doa Istiftah (Doa Pembuka Shalat)
Selain Ta'awwudz dan Basmalah, ada bacaan lain yang disunnahkan dibaca sebelum Al-Fatihah dalam shalat, yaitu Doa Istiftah atau Doa Pembuka Shalat. Doa ini dibaca setelah takbiratul ihram dan sebelum Ta'awwudz.
Status Hukum Doa Istiftah
Doa Istiftah hukumnya adalah sunnah (dianjurkan), bukan wajib. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat, namun melaksanakannya akan menambah kesempurnaan dan pahala shalat. Doa ini berfungsi untuk memuji Allah, mengagungkan-Nya, dan mengakui dosa-dosa sebelum memulai inti ibadah shalat.
Beberapa Lafaz Doa Istiftah yang Diajarkan Nabi ﷺ
Ada beberapa variasi Doa Istiftah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, dan seorang muslim dapat memilih salah satu di antaranya.
a. Doa Istiftah yang Paling Populer (Riwayat Muslim):
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
"Subhanakallahumma wa bihamdika, wa tabarakasmuka, wa ta'ala jadduka, wa la ilaha ghairuk." Artinya: "Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu. Maha Berkah nama-Mu, dan Maha Tinggi keagungan-Mu, dan tidak ada ilah (sesembahan) selain Engkau."
Ini adalah doa yang paling sering diajarkan dan mudah dihafal, berisi pujian dan pengakuan tauhid kepada Allah.
b. Doa Istiftah "Allahumma Ba'id Bainii" (Riwayat Bukhari dan Muslim):
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
"Allahumma ba'id baini wa baina khatayaya kama ba'adta bainal-masyriqi wal-maghribi. Allahumma naqqini min khatayaya kama yunaqqath-thawbul-abyadhu minad-danasi. Allahummaghsilni min khatayaya bil-ma'i wats-tsalji wal-barad." Artinya: "Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan embun."
Doa ini lebih fokus pada permohonan ampunan dan penyucian diri dari dosa-dosa, sebuah persiapan yang sempurna sebelum menghadap Allah dengan Al-Fatihah.
c. Doa Istiftah "Wajjahtu Wajhiya" (Riwayat Muslim):
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas-samawati wal-ardha hanifan wa ma ana minal-musyrikin. Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil 'alamin. La syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal-muslimin." Artinya: "Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan berserah diri, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk golongan orang-orang muslim."
Doa ini lebih panjang dan berisi deklarasi tauhid yang kuat, pengakuan tujuan hidup seorang muslim, serta penegasan keislaman.
d. Doa Istiftah Lain (khusus Tahajud, Riwayat Bukhari dan Muslim):
Ada pula doa istiftah yang lebih panjang dan khusus dibaca ketika shalat tahajud atau qiyamul lail, yang dimulai dengan pujian dan permohonan ampunan yang sangat detail, misalnya yang dibaca Nabi ﷺ:
اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Allahumma Rabba Jibra'ila wa Mika'ila wa Israfila, fatiras-samawati wal-ardh, 'alimal-ghaibi wasy-syahadah, anta tahkumu baina 'ibadika fima kanu fihi yakhtalifun. Ihdini limahtulifa fihi minal-haqqi bi idznika innaka tahdi man tasya'u ila siratin mustaqim." Artinya: "Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Engkau memutuskan di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk kepada kebenaran dalam hal yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus."
Tujuan dan Hikmah Membaca Doa Istiftah
Membaca Doa Istiftah memiliki banyak hikmah dan manfaat spiritual:
Pembukaan yang Sempurna: Doa ini adalah permulaan yang indah untuk shalat, mengalihkan perhatian dari urusan duniawi dan memusatkan diri sepenuhnya pada Allah.
Memuji dan Mengagungkan Allah: Sebagian besar doa istiftah berisi pujian dan sanjungan kepada Allah, mengakui kebesaran, kekuasaan, dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Ini menumbuhkan rasa takzim dan cinta kepada Sang Pencipta.
Memohon Ampunan: Beberapa versi doa istiftah secara eksplisit memohon ampunan dosa, menyucikan hati sebelum berdialog dengan Allah.
Memperbaharui Niat dan Tauhid: Doa istiftah menegaskan kembali niat seorang hamba bahwa seluruh ibadahnya, hidupnya, dan matinya adalah semata-mata untuk Allah, tanpa menyekutukan-Nya.
Menambah Kekhusyukan: Dengan merenungkan makna doa istiftah, seorang muslim dapat lebih fokus dan khusyuk dalam shalatnya, mempersiapkan jiwanya untuk menerima ayat-ayat Al-Quran yang akan dibaca.
Mengikuti Sunnah Nabi ﷺ: Melaksanakan doa istiftah adalah bentuk meneladani Rasulullah ﷺ dan berharap mendapatkan pahala dari setiap sunnah yang dijalankan.
Gambaran seseorang yang sedang berdoa, melambangkan kekhusyukan dan penghambaan.
4. Urutan Bacaan Sebelum Al-Fatihah dalam Shalat
Berdasarkan pembahasan di atas, urutan bacaan yang ideal sebelum memulai Al-Fatihah dalam shalat adalah sebagai berikut:
Takbiratul Ihram: "Allahu Akbar" (Wajib). Ini adalah pembukaan shalat yang mengawali semua gerakan dan bacaan.
Doa Istiftah: (Sunnah). Dibaca setelah takbiratul ihram. Pilih salah satu dari lafaz-lafaz yang telah disebutkan.
Ta'awwudz: "A'udzu billahi minash-shaitanir-rajim" (Sunnah, dan sangat dianjurkan/wajib menurut sebagian). Dibaca setelah Doa Istiftah (jika dibaca) dan sebelum Basmalah.
Basmalah: "Bismillahir-Rahmanir-Rahim" (Sunnah, dan wajib menurut Mazhab Syafi'i sebagai bagian dari Al-Fatihah). Dibaca setelah Ta'awwudz dan sebelum ayat pertama Al-Fatihah.
Al-Fatihah: (Wajib, rukun shalat).
Amin: (Sunnah Mu'akkadah). Dibaca setelah menyelesaikan Al-Fatihah.
Mengenai Keras atau Pelannya Bacaan (Jahr dan Sirr)
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan mazhab fiqih mengenai apakah Ta'awwudz dan Basmalah dibaca secara jahr (lantang/terdengar) atau sirr (pelan/rahasia) dalam shalat yang jahr (seperti shalat Subuh, Maghrib, Isya, dan dua rakaat pertama Dzuhur & Ashar).
Ta'awwudz: Mayoritas ulama berpendapat bahwa Ta'awwudz dibaca secara sirr (pelan), baik bagi imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian, meskipun dalam shalat jahr. Ini karena tujuannya adalah memohon perlindungan secara pribadi sebelum membaca kalamullah.
Basmalah:
Mazhab Syafi'i: Karena menganggap Basmalah sebagai bagian dari Al-Fatihah, maka imam wajib membacanya secara jahr (lantang) dalam shalat jahr.
Mazhab Hanafi dan Maliki: Mereka berpendapat bahwa Basmalah dibaca secara sirr (pelan), bahkan ada yang tidak membacanya sama sekali dalam shalat fardhu (Maliki), karena tidak dianggap sebagai bagian dari Al-Fatihah yang wajib dikeraskan.
Mazhab Hanbali: Cenderung menganjurkan bacaan sirr (pelan) untuk Basmalah.
Doa Istiftah: Selalu dibaca secara sirr (pelan) oleh semua.
Perbedaan ini tidak mengurangi keabsahan shalat, melainkan menunjukkan keluasan dan rahmat Allah dalam syariat-Nya. Seorang muslim dapat mengikuti pandangan yang ia yakini atau yang berlaku di lingkungannya.
5. Hikmah Umum dan Manfaat Spiritual dari Bacaan-Bacaan Ini
Secara keseluruhan, rangkaian bacaan sebelum Surat Al-Fatihah bukan sekadar daftar periksa, melainkan sebuah proses spiritual yang memiliki hikmah mendalam:
Pembersihan Hati dan Niat: Ta'awwudz membersihkan hati dari gangguan setan, sedangkan Basmalah dan Doa Istiftah mengarahkan niat sepenuhnya kepada Allah, menjauhkan dari riya' dan kesombongan. Ini menciptakan suasana hati yang bersih dan tulus untuk beribadah.
Pengakuan Keagungan Allah: Setiap bacaan, dari Basmalah hingga Doa Istiftah, penuh dengan pujian, pengagungan, dan pengakuan atas sifat-sifat mulia Allah (Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Suci, Maha Tinggi Keagungan-Nya). Ini menumbuhkan rasa takzim dan kekaguman.
Meningkatkan Kekhusyukan: Dengan merenungkan makna setiap bacaan, seseorang dapat lebih fokus dan hadir dalam shalatnya. Transisi dari kehidupan duniawi ke hadirat Ilahi menjadi lebih mulus dan penuh kesadaran.
Memohon Pertolongan dan Perlindungan: Ta'awwudz secara langsung memohon perlindungan dari setan, sementara Basmalah memohon keberkahan dan pertolongan dari Allah dalam setiap langkah ibadah. Ini menguatkan rasa tawakal dan ketergantungan kepada Allah.
Mendekatkan Diri kepada Allah: Setiap bacaan ini adalah bentuk zikir dan doa yang mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Semakin dalam pemahaman dan penghayatan, semakin dekat pula perasaan seorang hamba dengan Penciptanya.
Mendapatkan Pahala yang Berlipat Ganda: Mengikuti sunnah Nabi ﷺ dalam setiap detail shalat akan mendatangkan pahala yang besar dan keberkahan dalam ibadah.
Ilustrasi seseorang yang sedang khusyuk dalam shalat, inti dari setiap bacaan.
6. Kesimpulan: Menuju Shalat yang Lebih Bermakna
Bacaan sebelum Surat Al-Fatihah, yakni Ta'awwudz, Basmalah, dan Doa Istiftah, merupakan elemen-elemen penting yang membentuk pondasi spiritual bagi shalat yang khusyuk dan bermakna. Meskipun ada perbedaan pandangan ulama mengenai status hukum dan cara melafazkannya, esensi dari semua bacaan ini adalah sama: mempersiapkan diri secara lahir dan batin untuk berhadapan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ta'awwudz adalah perisai diri dari godaan setan, sebuah pengakuan akan kelemahan manusia dan kekuatan Allah. Basmalah adalah kunci pembuka setiap keberkahan, pengingat akan kasih sayang Allah yang tak terbatas. Sementara Doa Istiftah adalah proklamasi pujian, pengagungan, dan permohonan ampunan, sebagai pembukaan yang sempurna menuju dialog langsung dengan Sang Pencipta melalui Al-Fatihah.
Memahami makna dan hikmah di balik setiap lafaz ini akan mengubah rutinitas shalat menjadi pengalaman spiritual yang mendalam. Bukan lagi sekadar gerakan dan hafalan, tetapi sebuah perjalanan hati yang penuh kesadaran dan penghambaan. Marilah kita berusaha untuk senantiasa memperhatikan dan menghayati bacaan-bacaan ini, agar shalat kita bukan hanya sah secara fiqih, tetapi juga diterima dengan rahmat dan ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam memahami dan mengamalkan ajaran-Nya dengan sebaik-baiknya.