Bacaan Surat Al Kahfi Full: Arab, Latin, Terjemah & Keutamaan

Ilustrasi Gua Representasi sederhana dari pintu masuk gua dengan cahaya di dalamnya, melambangkan kisah Ashabul Kahfi.

Pendahuluan: Mengenal Surat Al-Kahfi

Surat Al-Kahfi (Arab: الكهف, al-Kahf, "Gua") adalah surat ke-18 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 110 ayat. Surat Makkiyah ini diturunkan di Mekah dan dikenal luas karena mengandung empat kisah utama yang penuh hikmah dan pelajaran berharga bagi umat manusia. Nama "Al-Kahfi" sendiri diambil dari kisah pertama yang sangat terkenal, yaitu tentang sekelompok pemuda beriman (Ashabul Kahfi) yang tertidur di dalam gua selama berabad-abad untuk menyelamatkan akidah mereka dari penguasa zalim.

Surat ini seringkali disebut sebagai 'penjaga' atau 'pelindung' dari fitnah Dajjal di akhir zaman, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, umat Muslim sangat dianjurkan untuk membaca dan merenungkan isi surat ini, terutama pada hari Jumat.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara komprehensif mengenai Surat Al-Kahfi, mulai dari keutamaan membacanya, ringkasan dan pelajaran dari keempat kisah utamanya, hingga bacaan lengkapnya dalam Bahasa Arab, Latin, serta terjemahan Bahasa Indonesia.

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi

Membaca Surat Al-Kahfi memiliki banyak keutamaan, terutama jika dilakukan pada hari Jumat. Beberapa hadis Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan manfaat spiritual dan perlindungan yang didapatkan oleh pembacanya:

  • Perlindungan dari Dajjal: Salah satu keutamaan terbesar adalah perlindungan dari fitnah Dajjal. Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa membaca sepuluh ayat pertama dari Surat Al-Kahfi, dia akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal." (HR. Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan sepuluh ayat terakhir. Ini menunjukkan pentingnya menghafal dan memahami bagian-bagian awal dan akhir surat ini.
  • Cahaya di Hari Kiamat: "Barangsiapa membaca Surat Al-Kahfi pada hari Jumat, niscaya akan diterangi cahaya baginya antara dua Jumat." (HR. An-Nasa'i, Baihaqi, dan Hakim). Cahaya ini dapat diartikan sebagai petunjuk, hidayah, ampunan dosa, atau bahkan cahaya hakiki di hari akhir.
  • Pengampunan Dosa: Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa membaca Al-Kahfi pada hari Jumat dapat mendatangkan ampunan dosa antara dua Jumat.
  • Ketenangan dan Kekuatan Iman: Merenungkan kisah-kisah di dalamnya dapat menguatkan keimanan, kesabaran, dan keteguhan dalam menghadapi cobaan hidup.

Mengingat keutamaan yang begitu besar, sangat dianjurkan bagi setiap Muslim untuk menjadikan pembacaan Surat Al-Kahfi sebagai rutinitas pada hari Jumat, atau setidaknya mempelajari isi dan hikmahnya.

Empat Kisah Utama dalam Surat Al-Kahfi dan Pelajarannya

Surat Al-Kahfi memuat empat kisah pokok yang saling terkait dan mengandung pelajaran mendalam tentang berbagai aspek kehidupan, mulai dari iman, kesabaran, ilmu, hingga kekuasaan duniawi. Kisah-kisah ini adalah:

  1. Kisah Ashabul Kahfi (Para Penghuni Gua)
  2. Kisah Dua Pemilik Kebun
  3. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
  4. Kisah Dzulqarnain

1. Kisah Ashabul Kahfi (Para Pemuda Penghuni Gua)

Ini adalah kisah pembuka dan paling terkenal dalam Surat Al-Kahfi (ayat 9-26). Kisah ini menceritakan tentang sekelompok pemuda beriman di zaman dahulu yang hidup di tengah masyarakat kafir yang dipimpin oleh raja yang zalim. Mereka menolak untuk menyembah selain Allah dan mempertahankan keimanan mereka meskipun diancam dengan hukuman mati. Untuk menyelamatkan akidah mereka, mereka melarikan diri dan berlindung di sebuah gua.

Di dalam gua tersebut, Allah membuat mereka tertidur pulas selama 309 tahun. Ketika mereka terbangun, mereka mengira hanya tertidur sebentar. Salah satu dari mereka pergi ke kota untuk membeli makanan dan menemukan bahwa dunia telah banyak berubah; raja yang zalim telah digantikan oleh penguasa yang beriman, dan orang-orang kini menyembah Allah. Akhirnya, mereka wafat dan Allah menjadikan kisah mereka sebagai pelajaran bagi umat manusia.

Pelajaran dari Kisah Ashabul Kahfi:

  • Keteguhan Iman: Kisah ini mengajarkan pentingnya mempertahankan iman meskipun menghadapi ancaman dan tekanan sosial yang besar.
  • Kekuasaan Allah: Allah memiliki kuasa untuk menidurkan dan membangunkan seseorang setelah ratusan tahun, serta mengubah keadaan suatu kaum.
  • Prioritas Akidah: Menyelamatkan akidah lebih utama daripada harta, kedudukan, atau bahkan nyawa.
  • Tawakal dan Pertolongan Allah: Ketika seseorang berpegang teguh pada kebenaran dan bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan pertolongan dari arah yang tidak disangka-sangka.
  • Larangan Bersumpah tanpa In Sya Allah: Allah menegur Nabi Muhammad ﷺ untuk tidak mengatakan akan melakukan sesuatu besok tanpa mengucapkan "in sya Allah" (jika Allah menghendaki), sebagai pelajaran dari kisah ini.

2. Kisah Dua Pemilik Kebun

Kisah ini (ayat 32-44) menceritakan tentang dua orang sahabat, salah satunya adalah orang kaya yang sombong dengan dua kebun anggur dan kurma yang subur, serta banyak harta benda. Ia lupa bersyukur kepada Allah dan bahkan meremehkan sahabatnya yang miskin dan beriman. Dengan kesombongan, ia berkata bahwa kebunnya tidak akan pernah binasa dan bahkan meragukan Hari Kiamat.

Sahabatnya yang miskin menasihatinya untuk bersyukur dan tidak sombong. Namun, orang kaya tersebut menolak nasihat itu. Akhirnya, Allah menghancurkan seluruh kebunnya dengan badai, dan ia menyesali perbuatannya ketika semuanya sudah terlambat.

Pelajaran dari Kisah Dua Pemilik Kebun:

  • Larangan Kesombongan dan Kekafiran: Janganlah seseorang sombong dengan hartanya dan melupakan Allah. Harta hanyalah titipan yang bisa diambil kapan saja.
  • Pentingnya Syukur: Selalu bersyukur atas nikmat Allah dan tidak menganggapnya sebagai hasil mutlak dari usaha sendiri.
  • Harta Bukan Jaminan Kebahagiaan: Kekayaan duniawi bersifat fana dan tidak menjamin kebahagiaan sejati atau keselamatan di akhirat.
  • Larangan Meremehkan Orang Lain: Tidak patut meremehkan orang yang lebih miskin atau kurang beruntung, karena kemuliaan di sisi Allah diukur dari ketakwaan.
  • Akibat Kufur Nikmat: Mengingkari nikmat Allah dapat mendatangkan azab dan kehancuran.

3. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Kisah ini (ayat 60-82) adalah perjalanan Nabi Musa yang mencari ilmu dan hikmah dari seorang hamba Allah yang saleh bernama Khidir. Nabi Musa diperintahkan untuk mengikuti Khidir dengan syarat tidak bertanya tentang apa pun yang dilakukan Khidir sampai Khidir sendiri yang menjelaskannya.

Selama perjalanan, Khidir melakukan tiga tindakan yang secara lahiriah tampak salah dan bahkan merugikan: (1) melubangi perahu, (2) membunuh seorang anak muda, dan (3) memperbaiki tembok yang hampir roboh di sebuah desa yang tidak mau menjamu mereka. Setiap kali Khidir melakukan tindakan tersebut, Nabi Musa selalu bertanya karena tidak sabar, hingga akhirnya Khidir menjelaskan hikmah di balik setiap perbuatannya:

  • Melubangi Perahu: Perahu itu milik orang miskin yang bekerja di laut. Di belakang mereka ada raja yang zalim yang akan merampas setiap perahu yang bagus. Dengan dilubangi, perahu itu akan diperbaiki dan tetap menjadi milik mereka.
  • Membunuh Anak Muda: Anak itu akan tumbuh menjadi anak durhaka yang membuat kedua orang tuanya (yang saleh) sengsara. Allah ingin menggantinya dengan anak yang lebih baik.
  • Memperbaiki Tembok: Di bawah tembok yang hampir roboh itu ada harta peninggalan dua anak yatim yang saleh. Allah ingin mereka dewasa terlebih dahulu untuk bisa mengambil harta tersebut.

Pelajaran dari Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir:

  • Keterbatasan Ilmu Manusia: Ilmu Allah jauh lebih luas dari ilmu manusia. Ada banyak hikmah di balik peristiwa yang tampak buruk di mata kita.
  • Pentingnya Kesabaran: Sabar dalam mencari ilmu dan menghadapi takdir Allah. Tidak semua hal dapat kita pahami secara instan.
  • Peran Takdir dan Hikmah Ilahi: Allah memiliki rencana dan hikmah di balik setiap kejadian, meskipun seringkali tidak terjangkau oleh akal manusia.
  • Adab Menuntut Ilmu: Pentingnya adab seorang murid kepada guru, yaitu patuh dan tidak banyak bertanya sebelum diberi penjelasan.
  • Ilmu Laduni: Allah bisa memberikan ilmu khusus (laduni) kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki, seperti yang diberikan kepada Khidir.

4. Kisah Dzulqarnain

Kisah ini (ayat 83-98) menceritakan tentang Dzulqarnain, seorang raja yang saleh dan adil yang diberikan kekuasaan dan kekuatan besar oleh Allah. Ia melakukan perjalanan ke tiga arah: Barat, Timur, dan sebuah tempat antara dua gunung.

  • Perjalanan ke Barat: Ia sampai di tempat matahari terbenam dan menemukan suatu kaum di sana. Allah memberinya pilihan untuk mengazab atau berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain memutuskan untuk menghukum yang zalim dan berbuat baik kepada yang beriman.
  • Perjalanan ke Timur: Ia sampai di tempat matahari terbit dan menemukan kaum yang tidak memiliki pelindung dari matahari. Ia memerintahkan untuk membangunkan tempat berteduh bagi mereka.
  • Perjalanan antara Dua Gunung: Ia bertemu dengan kaum yang mengadu tentang Ya'juj dan Ma'juj (Gog dan Magog) yang selalu membuat kerusakan. Dzulqarnain kemudian membangun tembok besar dari besi dan tembaga untuk menghalangi Ya'juj dan Ma'juj keluar dan membuat kerusakan.

Pelajaran dari Kisah Dzulqarnain:

  • Kekuasaan dan Keadilan: Allah menganugerahkan kekuasaan kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Pemimpin yang baik menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan dan keadilan.
  • Tawakal dan Syukur: Dzulqarnain selalu bersyukur dan mengembalikan semua kekuasaannya kepada Allah. Ia tidak sombong seperti pemilik kebun.
  • Inovasi dan Pembangunan: Dzulqarnain menggunakan ilmu dan kemampuannya untuk membangun benteng yang kokoh demi melindungi rakyat dari kejahatan.
  • Kejahatan Ya'juj dan Ma'juj: Kisah ini mengisyaratkan tentang fitnah besar Ya'juj dan Ma'juj di akhir zaman yang akan menyebarkan kerusakan di muka bumi.
  • Keterbatasan Kekuasaan Manusia: Benteng yang dibangun Dzulqarnain akan hancur pada waktunya, menunjukkan bahwa tidak ada yang kekal kecuali Allah.

Surat Al-Kahfi dan Perlindungan dari Fitnah Dajjal

Sebagaimana disebutkan dalam hadis, membaca Surat Al-Kahfi adalah salah satu cara untuk terlindung dari fitnah Dajjal. Mengapa demikian? Para ulama menjelaskan bahwa keempat kisah dalam surat ini secara implisit mengajarkan antidot terhadap berbagai jenis fitnah yang akan dibawa oleh Dajjal:

  • Fitnah Agama (Ashabul Kahfi): Dajjal akan mencoba memalingkan manusia dari agama yang benar. Kisah Ashabul Kahfi mengajarkan keteguhan iman dan keberanian dalam mempertahankan akidah di tengah tekanan.
  • Fitnah Harta (Dua Pemilik Kebun): Dajjal akan datang dengan berbagai kenikmatan dunia, harta, dan kemewahan. Kisah ini mengajarkan bahwa harta hanyalah titipan, tidak kekal, dan kesombongan karena harta akan berujung pada kehancuran.
  • Fitnah Ilmu (Musa dan Khidir): Dajjal akan memiliki kekuatan dan kemampuan yang luar biasa, seolah-olah dia memiliki ilmu yang tak terbatas. Kisah Musa dan Khidir mengajarkan bahwa ada ilmu yang lebih tinggi dari yang kita pahami, dan bahwa Allah memiliki hikmah di balik segala sesuatu yang tampak tidak masuk akal. Ini melatih kita untuk tidak mudah tertipu oleh hal-hal ajaib yang tidak sesuai dengan syariat.
  • Fitnah Kekuasaan (Dzulqarnain): Dajjal akan mengklaim kekuasaan dan ketuhanan. Kisah Dzulqarnain mengajarkan bahwa kekuasaan sejati adalah milik Allah, dan pemimpin yang baik adalah yang menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan umat, bukan untuk kesombongan.

Dengan merenungkan keempat kisah ini, seorang Muslim akan memiliki bekal spiritual untuk mengenali tipu daya Dajjal dan tetap berpegang teguh pada kebenaran. Surat Al-Kahfi adalah pengingat bahwa keimanan, kesabaran, kerendahan hati, dan keyakinan akan takdir Allah adalah kunci untuk menghadapi segala fitnah di dunia ini.

Bacaan Lengkap Surat Al-Kahfi (Arab, Latin, dan Terjemahan)

Berikut adalah bacaan lengkap Surat Al-Kahfi dari ayat 1 hingga 110, disertai dengan tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia. Semoga dengan ini kita dapat lebih mudah membaca, menghafal, dan memahami makna setiap ayatnya.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ١

Al-ḥamdu lillāhillażī anzala 'alā 'abdihil-kitāba wa lam yaj'al lahụ 'iwajā

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok;

قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا ٢

Qayyimal liyunżira ba`san syadīdam mil ladun-hu wa yubasysyiral-mu`minīnallażīna ya'malụnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā

sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik,

مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا ٣

Mākiṡīna fīhi abadā

mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.

وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا ٤

Wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā

Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."

مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا ٥

Mā lahum bihī min 'ilmiw wa lā li`ābā`ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, in yaqụlụna illā każibā

Mereka sama sekali tidak mempunyai ilmu tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا ٦

Fa la'allaka bākhi'un nafsaka 'alā āṡārihim il lam yu`minụ bihāżal-ḥadīṡi asafā

Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati mengikuti mereka, jika mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ٧

Innā ja'alnā mā 'alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalā

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.

وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا ٨

Wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzā

Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا ٩

Am ḥasibta anna aṣḥābal-kahfi war-raqīmi kānụ min āyātinā 'ajabā

Apakah engkau mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا ١٠

Iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qālụ rabbanā ātinā mil ladungka raḥmataw wa hayyi` lanā min amrinā rasyadā

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami."

فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا ١١

Fa ḍarabnā 'alā āżānihim fil-kahfi sinīna 'adadā

Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun.

ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَىٰ لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا ١٢

Summa ba'aṡnāhum lina'lama ayyul-ḥizbaini aḥṣā limā labiṡū amadā

Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua).

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ١٣

Naḥnu naquṣṣu 'alaika naba`ahum bil-ḥaqq, innahum fityatun āmanụ birabbihim wa zidnāhum hudā

Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا ١٤

Wa rabaṭnā 'alā qulụbihim iż qāmụ fa qālụ rabbunā rabbus-samāwāti wal-arḍi lan nad'uwa min dụnihī ilāhal laqad qulnā iżan syaṭaṭā

Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak akan menyembah tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran."

هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا ١٥

Hā`ulā`i qaumunattakhażụ min dụnihī ālihatah, lau lā ya`tụna 'alaihim bisulṭānim bayyin, fa man aẓlamu mimmaniftarā 'alallāhi każibā

Kaum kami ini telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا ١٦

Wa iżi'tazaltumụhum wa mā ya'budụna illallāha fa`wū ilal-kahfi yansyur lakum rabbukum mir raḥmatihī wa yuhayyi` lakum min amrikum mirfaqā

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu."

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ۗ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا ١٧

Wa tarasy-syamsa iżā ṭala'at tazāwaru 'an kahfihim żātul-yamīni wa iżā garabat taqriḍuhum żātasy-syimāli wa hum fī fajwatim min-h, żālika min āyātillāh, may yahdillāhu fa huwal-muhtadi wa may yuḍlil fa lan tajida lahụ walīyam mursyidā

Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila ia terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam (gua) itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ ۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا ١٨

Wa taḥsabuhum aiqāẓaw wa hum ruqụduw wa nuqallibuhum żātal-yamīni wa żātasy-syimāli wa kalbuhum bāsiṭun żirā'aihī bil-waṣīd, lawiṭṭala'ta 'alaihim lawallaita min-hum firāraw wa lamuli`ta min-hum ru'bā

Dan engkau mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di ambang pintu. Sekiranya kamu melihat mereka tentu kamu akan berpaling melarikan diri dari mereka dan pasti kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.

وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا ١٩

Wa każālika ba'aṡnāhum liyatasa`alụ bainahum, qāla qā`ilum min-hum kam labiṡtum, qālụ labiṡnā yauman au ba'ḍa yaụm, qālụ rabbukum a'lamu bimā labiṡtum, fab'aṡū aḥadakum biwariqikum hāżihī ilal-madīnati falyanẓur ayyuhā azkā ṭa'āman falya`tikum birizqim min-hu walyatalaṭṭaf wa lā yusy'iranna bikum aḥadā

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka berkata, "Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, lalu bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا ٢٠

Innahum iy yaẓharụ 'alaikum yarjumụkum au yu'īdụkum fī millatihim wa lan tuflinụ iżan abadā

Sesungguhnya jika mereka sampai mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka; dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya."

وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا ۖ رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا ٢١

Wa każālika a'ṡarnā 'alaihim liya'lamū anna wa'dallāhi ḥaqquw wa annas-sā'ata lā raiba fīhā, iż yatanāza'ụna bainahum amrahum, fa qālụbnụ 'alaihim bunyānā, rabbuhum a'lamu bihim, qālallażīna galabụ 'alā amrihim lanattakhiżanna 'alaihim masjidā

Dan demikian (pula) Kami memperlihatkan (kepada manusia) keadaan mereka, agar mereka tahu bahwa janji Allah benar, dan bahwa hari Kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika itu mereka berselisih tentang urusan mereka, lalu mereka berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka." Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Kami pasti akan mendirikan rumah ibadah di atasnya."

سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا ٢٢

Sayaqụlụna ṡalāṡatur rābi'uhum kalbuhum, wa yaqụlụna khamsatun sādisuhum kalbuhum rajmam bil-gaib, wa yaqụlụna sab'atuw wa ṡāminuhum kalbuhum, qul rabbī a'lamu bi'iddatihim mā ya'lamuhum illā qalīl, fa lā tumāri fīhim illā mirā`an ẓāhiraw wa lā tastafti fīhim min-hum aḥadā

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, "(Jumlah mereka) tiga orang, yang keempat adalah anjingnya," dan (yang lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) lima orang, yang keenam adalah anjingnya," sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (jumlah) mereka kecuali sebagian kecil." Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan lahir saja dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (kepada siapa pun).

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا ٢٣

Wa lā taqụlanna lisyai`in innī fā'ilun żālika gadā

Dan jangan sekali-kali engkau mengucapkan tentang sesuatu, "Aku pasti melakukannya besok pagi,"

إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا ٢٤

Illā ay yasyā`allāh, ważkur rabbaka iżā nasīta wa qul 'asā ay yahdiyanī rabbī li`aqraba min hāżā rasyadā

kecuali (dengan mengucapkan), "In sya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini."

وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا ٢٥

Wa labiṡụ fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādụ tis'ā

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا ۖ لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا ٢٦

Qulillāhu a'lamu bimā labiṡụ, lahụ gaibus-samāwāti wal-arḍ, abṣir bihī wa asmi', mā lahum min dụnihī miw walīyiw wa lā yusyriku fī ḥukmihī aḥadā

Katakanlah (Muhammad), "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); milik-Nya semua yang gaib di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan."

وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا ٢٧

Watlu mā ụḥiya ilaika ming kitābi rabbik, lā mubaddila likalimātihī wa lan tajida min dụnihī multaḥadā

Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan menemukan tempat berlindung selain Dia.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا ٢٨

Waṣbir nafsaka ma'allażīna yad'ụna rabbahum bil-gadāti wal-'asyiyyi yurīdụna waj-hahụ wa lā ta'du 'aināka 'an-hum turīdu zīnatal-ḥayātiddunyā, wa lā tuṭi' man agfalnā qalbahu 'an żikrinā wattaba'a hawāhu wa kāna amruhụ furuṭā

Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا ٢٩

Wa qulil-ḥaqqu mir rabbikum, fa man syā`a falyu`miw wa man syā`a falyakfur, innā a'tadnā liẓẓālimīna nāran aḥāṭa bihim surādiqụhā, wa iy yastagīṡụ yugāṡụ bimā`ing kal-muhli yasywul-wujụh, bi`sasy-syarābu wa sā`at murtafaqā

Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا ٣٠

Innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti innā lā nuḍī'u ajra man aḥsana 'amalā

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik itu.

أُولَٰئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ ۚ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا ٣١

Ulā`ika lahum jannātu 'adnin tajrī min taḥtihimul-anhāru yuḥallauuna fīhā min asāwira min żahabiw wa yalbasụna ṡiyāban khuḍram min sundusiw wa istabraqim muttakī`īna fīhā 'alal-arā`ik, ni'maṡ-ṡawābu wa ḥasunat murtafaqā

Mereka itulah yang memperoleh Surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dalam (surga) itu mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sedang mereka duduk bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah.

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا ٣٢

Waḍrib lahum maṡalar rajulaini ja'alnā li`aḥadihimā jannataini min a'nābiw wa ḥafafnāhumā binakhliw wa ja'alnā bainahumā zar'ā

Dan berikanlah (Muhammad) kepada mereka sebuah perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang (kafir) Kami beri dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara keduanya (kebun itu) Kami buatkan ladang.

كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا ٣٣

Kiltal-jannataini ātat ukulahā wa lam taẓlim min-hu syai`aw wa fajjarnā khilālahumā naharā

Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak kurang sedikit pun (hasilnya), dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai,

وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ ۖ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا ٣٤

Wa kāna lahụ ṡamarun fa qāla liṣāḥibihī wa huwa yuḥāwiruhū ana akṡaru mingka mālaw wa a'azzu nafarā

dan dia memiliki kekayaan besar. Maka dia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengannya, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat."

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا ٣٥

Wa dakhala jannatahụ wa huwa ẓālimul linafsihī qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā

Dan dia memasuki kebunnya dengan sikap menzalimi dirinya sendiri (karena sombong dan kufur) seraya berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,

وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا ٣٦

Wa mā aẓunnus-sā'ata qā`imataw wa la`in rudittu ilā rabbī la`ajidanna khairam min-hā munqalabā

dan aku kira hari Kiamat itu tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada ini."

قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا ٣٧

Qāla lahụ ṣāḥibuhụ wa huwa yuḥāwiruhū a kafarṭa billażī khalaqaka min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma sawwāka rajulā

Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya ketika bercakap-cakap dengannya, "Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, lalu dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?

لَٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا ٣٨

Lākinna huwallāhu rabbī wa lā usyriku birabbī aḥadā

Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku.

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا ٣٩

Wa lau lā iż dakhalta jannataka qulta mā syā`allāhu lā quwwata illā billāh, in tarani ana aqalla mingka mālaw wa waladā

Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, "Māsyā Allah, Lā quwwata illā billāh (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." Sekiranya engkau menganggap aku lebih sedikit dari padamu dalam hal harta dan keturunan,

فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا ٤٠

Fa 'asā rabbī ay yu`tiyani khairam min jannatika wa yursila 'alaihā ḥusbānam minas-samā`i fa tuṣbiḥa ṣa'īdan zalaqā

maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberiku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan ketetapan (petir) dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin lagi tandus,

أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا ٤١

Au yuṣbiḥa mā`uhā gauran fa lan tastaṭī'a lahụ ṭalabā

atau airnya menjadi kering, sehingga engkau tidak akan dapat menemukannya lagi."

وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا ٤٢

Wa uḥīṭa biṡamarihī fa aṣbaḥa yuqallibu kaffaihī 'alā mā anfaqa fīhā wa hiya khāwiyatun 'alā 'urụsyihā wa yaqụlu yā laitanī lam usyrik birabbī aḥadā

Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyanggah-penyanggahnya (tiang-tiangnya) lalu dia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku."

وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا ٤٣

Wa lam takul lahụ fi`atuy yanṣurụnahụ min dụnillāhi wa mā kāna muntaṣirā

Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia pun tidak akan dapat menolong dirinya sendiri.

هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا ٤٤

Hunālikal-walāyatu lillāhil-ḥaqq, huwa khairun ṡawābaw wa khairun 'uqbā

Di sana (pada hari Kiamat) pertolongan itu hanya dari Allah, Tuhan Yang Mahabenar. Dia sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا ٤٥

Waḍrib lahum maṡalal-ḥayātiddunyā kamā`in anzalnāhu minas-samā`i fakhtalaṭa bihī nabātul-arḍi fa aṣbaḥa hasyīman tażrūhur-riyāḥ, wa kānallāhu 'alā kulli syai`im muqtadirā

Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا ٤٦

Al-mālu wal-banụna zīnatul-ḥayātiddunyā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun 'inda rabbika ṡawābaw wa khairun amalā

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang kekal adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا ٤٧

Wa yauma nusayyirul-jibāla wa taral-arḍa bārizataw wa ḥasyarnāhum fa lam nugādir min-hum aḥadā

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.

وَعُرِضُوا عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا ٤٨

Wa 'uriḍụ 'alā rabbika ṣaffā, laqad ji`tumụnā kamā khalaqnākum awwala marrah, bal za'amtum allan naj'ala lakum mau'idā

Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), "Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali. Bahkan kamu mengira, bahwa Kami tidak akan menjadikan bagimu tempat yang dijanjikan (hari berbangkit)."

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا ٤٩

Wa wuḍi'al-kitābu fa taral-mujrīmīna musyfiqīna mimmā fīhi wa yaqụlụna yā wailatanā māli hāżal-kitābi lā yugādiru ṣagīrataw wa lā kabīratan illā aḥṣāhā, wa wajadụ mā 'amilụ ḥāḍirā, wa lā yaẓlimu rabbuka aḥadā

Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa (yang tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا ٥٠

Wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīsa kāna minal-jinni fa fasaqa 'an amri rabbih, a fa tattakhiżụnahụ wa żurriyyatahū auliyā`a min dụnī wa hum lakum 'aduw, bi`sa liẓẓālimīna badalā

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu sebagai) pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.

مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا ٥١

Mā asy-hattuhum khalqas-samāwāti wal-arḍi wa lā khalqa anfusihim wa mā kuntu muttakhiżal-muḍillīna 'aḍudā

Aku tidak menghadirkan mereka (Iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak menjadikan orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.

وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا ٥٢

Wa yauma yaqụlu nādụ syurakā`iyallażīna za'amtum fa da'auhum fa lam yastajībụ lahum wa ja'alnā bainahum maubiqā

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, "Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu sangka itu." Lalu mereka memanggilnya, tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak menyahut (panggilan) mereka, dan Kami jadikan di antara mereka tempat kebinasaan (neraka).

وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا ٥٣

Wa ra`al-mujrīmụnan-nāra fa ẓannū annahum muwāqi'ụhā wa lam yajidụ 'anhā maṣrifā

Dan orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka yakin bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.

وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا ٥٤

Wa laqad ṣarrafnā fī hāżal-qur`āni lin-nāsi min kulli maṡal, wa kānal-insānu akṡara syai`in jadalā

Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami (Allah) jelaskan berulang-ulang kepada manusia bermacam-macam perumpamaan. Namun manusia adalah yang paling banyak membantah.

وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلًا ٥٥

Wa mā mana'an-nāsa an yu`minū iż jā`ahumul-hudā wa yastagfirụ rabbahum illā an ta`tiyahum sunnatul-awwalīna au ya`tiyahumul-'ażābu qubulā

Dan tidak ada yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan tidak (menghalangi mereka) untuk memohon ampunan kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya kebinasaan (atas mereka) sebagaimana kebinasaan yang telah menimpa orang-orang dahulu atau datangnya azab atas mereka secara langsung.

وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۚ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ ۖ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا ٥٦

Wa mā nursilul-mursalīna illā mubasysyirīna wa munżirīn, wa yujādilullażīna kafarụ bil-bāṭili liyudḥiḍụ bihil-ḥaqqa wattakhażū āyātī wa mā unżirụ huzuwā

Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak (kebenaran), dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan kepada mereka sebagai olok-olokan.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا ٥٧

Wa man aẓlamu mim man żukkira bi`āyāti rabbihī fa a'raḍa 'anhā wa nasiya mā qaddamat yadāh, innā ja'alnā 'alā qulụbihim akinnatan ay yafqahụhu wa fī āżānihim waqra, wa in tad'uhum ilal-hudā fa lay yahtadū iżan abadā

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan di telinga mereka ada penyumbat. Kalaupun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.

وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ ۚ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا ٥٨

Wa rabbukal-gafụru żur-raḥmah, lau yu`ākhiżuhum bimā kasabụ la'ajjala lahumul-'ażāb, bal lahum mau'idul lay yajidụ min dụnihī mau`ilā

Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun, memiliki rahmat. Sekiranya Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan siksa bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu tertentu (untuk mendapat siksa) yang mereka tidak akan menemukan tempat berlindung selain-Nya.

وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا ٥٩

Wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamụ wa ja'alnā limahlikihim mau'idā

Dan (penduduk) negeri-negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu untuk kebinasaan mereka.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا ٦٠

Wa iż qāla mụsā lifatāhu lā abraḥu ḥattā abluġa majma'al-baḥraini au amḍiya ḥuqubā

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun."

فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا ٦١

Fa lammā balagā majma'a bainihimā nasiyā ḥụtahumā fattakhaża sabīlahụ fil-baḥri sarabā

Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu ikan itu meluncur menempuh jalannya ke laut itu.

فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا ٦٢

Fa lammā jāwazā qāla lifatāhu ātinā gadā`anā laqad laqīnā min safarinā hāżā naṣabā

Ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."

قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ٦٣

Qāla ara`aita iż awainā ilaṣ-ṣakhrati fa innī nasītul-ḥụt, wa mā ansānīhu illasy-syaiṭānu an ażkurah, wattakhaża sabīlahụ fil-baḥri 'ajabā

Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."

قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا ٦٤

Qāla żālika mā kunnā nabg, fartaddā 'alā āṡārihimā qaṣaṣā

Dia (Musa) berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا ٦٥

Fa wajadā 'abdam min 'ibādinā ātaināhu raḥmatam min 'indinā wa 'allamnāhu mil ladunnā 'ilmā

Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.

قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ٦٦

Qāla lahụ mụsā hal attabi'uka 'alā an tu'allimani mimmā 'ullimta rusydā

Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu) yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٦٧

Qāla innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā

Dia (Khidir) menjawab, "Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.

وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ٦٨

Wa kaifa taṣbiru 'alā mā lam tuḥiṭ bihī khubrā

Dan bagaimana engkau akan sanggup bersabar atas sesuatu yang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentangnya?"

قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا ٦٩

Qāla satajidunī in syā`allāhu ṣābiraw wa lā a'ṣī laka amrā

Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun."

قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ٧٠

Qāla fa inittaba'tanī fa lā tas`alnī 'an syai`in ḥattā uḥdiṡa laka min-hu żikrā

Dia (Khidir) berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu."

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَهْرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا ٧١

Fanṭalaqā ḥattā iżā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla a kharaqtahā litugriqa ahlahā, laqad ji`ta syai`an imrā

Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika mereka menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar."

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٢

Qāla alam aqul innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā

Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?"

قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا ٧٣

Qāla lā tu`ākhiżnī bimā nasītu wa lā turhiqnī min amrī 'usrā

Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku kesulitan dalam urusanku."

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا ٧٤

Fanṭalaqā ḥattā iżā laqiyā gulāman fa qatalahụ qāla a qatalta nafsan zakiyyatam bigairi nafsin laqad ji`ta syai`an nukrā

Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika berjumpa dengan seorang anak, Khidir membunuhnya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar."

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٥

Qāla alam aqul laka innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā

Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan padamu, bahwa engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?"

قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا ٧٦

Qāla in sa`altuka 'an syai`im ba'dahā fa lā tuṣāḥibnī, qad balagta mil ladunnī 'użrā

Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkanku menyertaimu. Sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) memberiku alasan."

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا ٧٧

Fanṭalaqā ḥattā iżā atayā ahla qaryatinistaṭ'amā ahlahā fa abau ay yuḍayyifụhumā fa wajadā fīhā jidāray yurīdu ay yanqaḍḍa fa aqāmah, qāla lau syi`ta lattakhażta 'alaihi ajrā

Maka keduanya berjalan lagi; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan di sana dinding rumah yang roboh, lalu Khidir menegakkannya. Musa berkata, "Sekiranya engkau mau, tentu engkau dapat meminta imbalan untuk itu."

قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ٧٨

Qāla hāżā firāqu bainī wa bainik, sa`unabbi`uka bita`wīli mā lam tastaṭi' 'alaihi ṣabrā

Dia (Khidir) berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberitahukan kepadamu makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.

أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا ٧٩

Ammās-safīnatu fa kānat limasākīna ya'malụna fil-baḥri fa arattu an a'ībahā wa kāna warā`ahum malikuy ya`khużu kulla safīnatin gaṣbā

Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu (yang bagus).

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا ٨٠

Wa ammal-gulāmu fa kāna abawāhu mu`minaini fa khasīna an yurhiqahumā ṭugyānaw wa kufrā

Dan adapun anak muda itu (yang dibunuh), kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.

فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا ٨١

Fa aradnā ay yubdilahumā rabbuhumā khairam min-hu zakātaw wa aqraba ruḥmā

Maka kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ٨٢

Wa ammal-jidāru fa kāna ligulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahụ kanzul lahumā wa kāna abụhumā ṣāliḥā, fa arāda rabbuka ay yablugā asyuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatam mir rabbik, wa mā fa'altuhụ 'an amrī, żālika ta`wīlu mā lam tasṭi' 'alaihi ṣabrā

Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan atas kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."

وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا ٨٣

Wa yas`alụnaka 'an żil-qarnain, qul sa`atlụ 'alaikum min-hu żikrā

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah, "Aku akan bacakan kepadamu sebagian kisahnya."

إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا ٨٤

Innā makkannā lahụ fil-arḍi wa ātaināhu ming kulli syai`in sababā

Sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di bumi, dan Kami telah memberinya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.

فَأَتْبَعَ سَبَبًا ٨٥

Fa atba'a sababā

Maka dia menempuh suatu jalan.

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا ۗ قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا ٨٦

Ḥattā iżā balaga magribasy-syamsi wajadahā tagrubu fī 'ainin ḥami`atiw wa wajada 'indahā qaumā, qulnā yā żal-qarnaini immā an tu'ażżiba wa immā an tattakhiża fīhim ḥusnā

Hingga ketika dia sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana didapatinya suatu kaum (kafir). Kami berfirman, "Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka."

قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا ٨٧

Qāla ammā man ẓalama fa saufa nu'ażżibuhụ ṡumma yuraddu ilā rabbihī fa yu'ażżibuhụ 'ażāban nukrā

Dia (Zulkarnain) berkata, "Barangsiapa berbuat zalim, kami akan menyiksanya, kemudian dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Dia akan menyiksanya dengan siksaan yang lebih pedih.

وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا ٨٨

Wa ammā man āmana wa 'amila ṣāliḥan fa lahụ jazā`anil-ḥusnā wa sanaqụlu lahụ min amrinā yusrā

Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat balasan yang terbaik sebagai tempat kembali, dan akan kami katakan kepadanya (perintah) kami yang mudah-mudah."

ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ٨٩

Summa atba'a sababā

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا ٩٠

Ḥattā iżā balaga maṭli'asy-syamsi wajadahā taṭlu'u 'alā qaumil lam naj'al lahum min dụnihā sitrā

Hingga ketika dia sampai di tempat matahari terbit, dia mendapati matahari itu menyinari suatu kaum yang tidak Kami buatkan suatu pelindung bagi mereka dari (sinar) matahari itu.

كَذَٰلِكَ ۖ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا ٩١

Każālik, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihī khubrā

Demikianlah. Dan sesungguhnya Kami mengetahui segala sesuatu yang ada padanya.

ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ٩٢

Summa atba'a sababā

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا ٩٣

Ḥattā iżā balaga bainas-saddaini wajada min dụnihimā qaumal lā yakādụna yafqahụna qaulā

Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung, didapatinya di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan.

قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا ٩٤

Qālụ yā żal-qarnaini inna ya`jụja wa ma`jụja mufsidụna fil-arḍi fa hal naj'alu laka kharjan 'alā an taj'ala bainanā wa bainahum saddā

Mereka berkata, "Wahai Zulkarnain! Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj selalu berbuat kerusakan di bumi. Maka bolehkah kami membayarmu suatu imbalan, agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?"

قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا ٩٥

Qāla mā makkannī fīhi rabbī khairun fa a'īnụnī biquwwatin aj'al bainakum wa bainahum radmā

Dia (Zulkarnain) berkata, "Apa yang telah dianugerahkan Tuhanku kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka.

آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ٩٦

Ātụnī zubaral-ḥadīd, ḥattā iżā sāwā bainas-ṣadafaini qālanfukhụ, ḥattā iżā ja'alahụ nāran qāla ātụnī ufrig 'alaihi qiṭrā

Berilah aku potongan-potongan besi!" Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, "Tiup (api itu)!" Hingga ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu)."

فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا ٩٧

Fa masṭā'ū ay yaẓharụhu wa masṭaṭā'ụ lahụ naqbā

Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.

قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا ٩٨

Qāla hāżā raḥmatum mir rabbī, fa iżā jā`a wa'du rabbī ja'alahụ rakkā`a, wa kāna wa'du rabbī ḥaqqā

Dia (Zulkarnain) berkata, "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menghancurleburkannya; dan janji Tuhanku itu benar."

وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا ٩٩

Wa taraknā ba'ḍahum yauma`iżiy yamụju fī ba'ḍiw wa nufikha fiṣ-ṣụri fa jama'nāhum jam'ā

Dan pada hari itu Kami biarkan mereka (Ya'juj dan Ma'juj) berbaur antara satu dengan yang lain, dan (apabila) sangkakala ditiup (sekali lagi), akan Kami kumpulkan mereka semuanya.

وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا ١٠٠

Wa 'araḍnā jahannama yauma`iżil lil-kāfirīna 'arḍā

Dan Kami perlihatkan (neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu kepada orang-orang kafir,

الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا ١٠١

Allażīna kānat a'yunuhum fī giṭā`in 'an żikrī wa kānụ lā yastaṭī'ụna sam'ā

yaitu orang yang mata (hati)nya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran)-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.

أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا ١٠٢

A fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżū 'ibādī min dụnī auliyā`, innā a'tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā

Maka apakah orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan (neraka) Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ١٠٣

Qul hal nunabbi`ukum bil-akhsarīna a'mālā

Katakanlah (Muhammad), "Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?"

الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ١٠٤

Allażīna ḍalla sa'yuhum fil-ḥayātiddunyā wa hum yaḥsabụna annahum yuḥsinụna ṣun'ā

Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا ١٠٥

Ulā`ikallażīna kafarụ bi`āyāti rabbihim wa liqā`ihī fa ḥabiṭat a'māluhum fa lā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā

Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sia seluruh amal mereka, dan Kami tidak akan mengadakan timbangan (penilaian) untuk (amal) mereka pada hari Kiamat.

ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا ١٠٦

Żālika jazā`uhum jahannamu bimā kafarụ wattakhażū āyātī wa rusulī huzuwā

Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, karena kekafiran mereka, dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olokan.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ١٠٧

Innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti kānat lahum jannātul-firdausi nuzulā

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal,

خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا ١٠٨

Khālidīna fīhā lā yabgụna 'anhā ḥiwalā

mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari padanya.

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا ١٠٩

Qul lau kānal-baḥru midādal likalimāti rabbī lanafidal-baḥru qabla an tanfada kalimātu rabbī walau ji`nā bimislihī madadā

Katakanlah (Muhammad), "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah lautan itu sebelum selesai (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ١١٠

Qul innamā ana basyarum miṡlukum yụḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid, fa mang kāna yarjụ liqā`a rabbihī falya'mal 'amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi'ibādati rabbihī aḥadā

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."

Penutup

Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat agung dalam Al-Qur'an yang kaya akan hikmah dan pelajaran. Empat kisah utamanya menjadi pengingat bagi kita tentang pentingnya keteguhan iman, kerendahan hati dalam menghadapi harta dan kekuasaan, kesabaran dalam mencari ilmu dan menerima takdir, serta keadilan dalam kepemimpinan.

Membaca dan merenungkan Surat Al-Kahfi, khususnya pada hari Jumat, bukan hanya mendatangkan pahala dan cahaya, tetapi juga membentengi diri kita dari berbagai fitnah duniawi, termasuk fitnah Dajjal yang maha dahsyat di akhir zaman. Mari kita jadikan Surat Al-Kahfi sebagai bagian tak terpisahkan dari ibadah dan pembelajaran kita sehari-hari, agar kita senantiasa berada dalam petunjuk dan perlindungan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

🏠 Homepage