Surat Al-Lahab adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang diturunkan di Mekah (Makkiyah). Surat ini secara langsung menyebutkan seorang tokoh, yaitu Abu Lahab, paman Nabi Muhammad ﷺ, yang dikenal sebagai salah satu penentang paling keras dan gigih terhadap dakwah Islam. Setiap ayat dalam surat ini mengandung makna yang mendalam dan peringatan yang keras. Namun, ayat ke 3 surat Al-Lahab, "سيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ" (Sayaṣlā nāran dhāta lahabin), memiliki kekhususan dan kekuatan tersendiri yang mengukuhkan janji Allah atas balasan bagi orang-orang yang menentang kebenaran dengan kesombongan dan permusuhan.
Memahami ayat ke 3 surat Al-Lahab tidak hanya sekadar menerjemahkan kata per kata, tetapi juga menyelami konteks sejarah, nuansa linguistik Arab, serta implikasi teologisnya. Ayat ini adalah puncak dari gambaran hukuman bagi Abu Lahab dan istrinya, sebuah gambaran yang penuh dengan ironi ilahi dan keadilan yang mutlak. Dengan menyelami makna setiap komponen ayat ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih kaya tentang pesan universal yang ingin disampaikan Al-Qur'an.
Konteks Historis Surat Al-Lahab: Akar Permusuhan
Untuk memahami sepenuhnya bobot ayat ke 3 surat Al-Lahab, penting bagi kita untuk menempatkannya dalam konteks sejarah turunnya. Surat ini diturunkan pada masa-masa awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Mekah, ketika beliau baru saja memulai dakwah secara terang-terangan setelah menerima perintah Allah untuk "memberi peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" (QS. Asy-Syu'ara: 214). Nabi ﷺ naik ke Bukit Safa dan menyeru kaum Quraisy untuk berkumpul.
Ketika Nabi ﷺ mulai menyampaikan risalah tauhid dan peringatan tentang hari kiamat, Abu Lahab, yang bernama asli Abdul Uzza bin Abdul Muttalib, tiba-tiba memotong perkataan beliau dengan cemoohan dan kutukan. "Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?" demikian caciannya. Ini adalah momen krusial yang menunjukkan betapa kuatnya permusuhan dan kebencian Abu Lahab terhadap keponakannya sendiri, meskipun mereka memiliki hubungan darah yang sangat dekat sebagai paman dan keponakan.
Permusuhan Abu Lahab tidak berhenti pada kata-kata. Ia dan istrinya, Ummu Jamil (Arwa binti Harb), secara aktif dan sistematis menentang Nabi ﷺ. Mereka melemparkan kotoran ke pintu rumah beliau, menyebarkan fitnah, menghasut orang lain untuk tidak percaya kepada Nabi, dan bahkan memerintahkan anak-anaknya untuk menceraikan putri-putri Nabi. Perilaku ini sangat menyakitkan bagi Nabi ﷺ, karena datang dari keluarga terdekat yang seharusnya menjadi pelindung. Dalam budaya Arab, paman memiliki kedudukan terhormat dan seringkali menjadi pelindung klan. Tindakan Abu Lahab adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai kekeluargaan dan suku.
Melihat kesabaran Nabi ﷺ dan kekejaman Abu Lahab, Allah pun menurunkan Surat Al-Lahab sebagai bentuk pembelaan dan janji akan azab bagi Abu Lahab dan istrinya. Surat ini merupakan salah satu dari sedikit surat dalam Al-Qur'an yang secara langsung menyebut nama seseorang dan mengutuknya. Ini menunjukkan betapa seriusnya tindakan Abu Lahab di mata Allah dan betapa besar kemurkaan-Nya atas penentangan terang-terangan terhadap kebenaran.
Analisis Linguistik Ayat ke-3 Surat Al-Lahab
Kini mari kita fokus pada ayat ke 3 surat Al-Lahab itu sendiri: "سيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ". Mari kita bedah setiap kata untuk menggali makna yang lebih dalam.
"Dia (Abu Lahab) akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)."
(Terjemahan Kementerian Agama RI)
1. سيَصْلَىٰ (Sayaslā): Dia akan masuk/terbakar
- 'س' (Sa): Huruf 'sa' di awal kata kerja ini adalah partikel yang menunjukkan masa depan yang pasti dan segera. Ini bukan hanya sebuah kemungkinan, melainkan sebuah kepastian yang tidak bisa dihindari. Penggunaannya di sini menguatkan bahwa azab ini pasti akan menimpa Abu Lahab di kemudian hari.
- يَصْلَىٰ (Yaslā): Berasal dari akar kata صَلَىٰ (ṣalā) yang berarti "membakar", "memanggang", "masuk ke dalam api", atau "menderita panas". Kata ini menggambarkan kondisi seseorang yang sedang terbakar atau terpanggang oleh api yang sangat panas. Pilihan kata ini sangat tepat untuk menggambarkan siksaan di neraka, yaitu siksaan yang membakar dan menyebabkan penderitaan hebat.
Gabungan 'sa' dan 'yaslā' menjadi 'sayaslā' secara tegas menyatakan bahwa Abu Lahab pasti akan masuk dan terbakar dalam api neraka. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam janji ini dari Allah SWT.
2. نَارًا (Nāran): Api
Kata نَارًا (nāran) berarti "api". Dalam konteks Al-Qur'an, "nar" seringkali merujuk pada api neraka (Jahannam), yang sifatnya jauh melampaui api dunia. Api neraka digambarkan sebagai api yang sangat panas, menyala-nyala, dan memiliki daya bakar yang luar biasa. Penggunaan kata ini setelah 'sayaslā' semakin memperjelas jenis hukuman yang akan diterima Abu Lahab, yaitu siksaan api yang pedih.
3. ذَاتَ (Dhāta): Yang memiliki/penuh dengan
Kata ذَاتَ (dhāta) adalah bentuk muannats dari ذُو (dhū), yang berarti "pemilik", "yang memiliki", "yang mempunyai", atau "penuh dengan". Dalam konteks ini, ذَاتَ (dhāta) digunakan untuk mengaitkan sifat 'api' dengan 'lahab' (nyala api yang berkobar). Ini bukan sekadar api biasa, tetapi api yang memiliki ciri khas tertentu, yaitu sifat berkobar-kobar.
4. لَهَبٍ (Lahabin): Nyala api/kobaran
Inilah kata kunci yang paling menarik dan penuh dengan ironi dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab. لَهَبٍ (lahabin) berarti "nyala api", "kobaran api", atau "bara api yang membara". Kata ini secara langsung mengacu pada arti harfiah dari nama panggilan Abu Lahab, yaitu "Ayah Api" atau "Pemilik Api yang Berapi-api".
Pilihan kata ini menunjukkan sebuah keajaiban retorika Al-Qur'an dan keadilan ilahi yang sempurna. Abu Lahab, yang namanya sendiri berarti 'ayah api' atau 'pemilik nyala api', dan yang sifatnya di dunia seperti api yang membakar permusuhan, kini dijanjikan akan masuk ke dalam api neraka yang sifatnya juga 'lahab' (berkobar-kobar). Ini adalah bentuk hukuman yang sangat pas dan mengena, seolah-olah takdirnya sudah tertulis dalam namanya sendiri.
Ironi dan Keadilan Ilahi dalam Ayat ke-3 Surat Al-Lahab
Penyebutan nama "Lahab" dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab, "نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ" (naran dhāta lahabin), adalah contoh sempurna dari retorika Al-Qur'an yang luar biasa. Ini bukan sekadar deskripsi api neraka, melainkan sebuah ironi yang mendalam dan sebuah bentuk keadilan ilahi yang sangat spesifik untuk Abu Lahab.
1. Ironi Nama dan Nasib
Nama panggilan Abu Lahab sendiri, yang berarti "Ayah Api" atau "Pemilik Nyala Api", diberikan kepadanya karena wajahnya yang rupawan dan kemerahan, seolah memancarkan cahaya. Namun, takdir ilahi menetapkan bahwa ia akan menjadi "pemilik nyala api" dalam arti yang sesungguhnya di akhirat kelak. Ia yang di dunia dikenal dengan "api" dari wajahnya, akan disiksa dengan "api" neraka yang membakar. Ini adalah ironi yang tajam, mengubah apa yang dianggap sebagai atribut positif di dunia menjadi sumber siksaan di akhirat.
Kontras ini mempertegas bahwa segala kemuliaan duniawi, entah itu kekayaan, kedudukan, atau bahkan kecantikan fisik, tidak akan berarti apa-apa di hadapan keadilan Allah jika diiringi dengan penentangan terhadap kebenaran dan permusuhan terhadap utusan-Nya. Nama Abu Lahab menjadi simbol dari orang yang di dunia memiliki 'cahaya' fisik atau status, namun di akhirat akan mendapatkan 'api' karena kekufurannya.
2. Penekanan pada Kepastian Hukuman
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, huruf 'س' (sa) pada 'سيَصْلَىٰ' (sayaslā) menunjukkan kepastian. Dengan demikian, ayat ke 3 surat Al-Lahab tidak hanya mengancam, tetapi juga mengumumkan sebuah putusan yang mutlak. Abu Lahab akan masuk ke neraka tanpa keraguan sedikit pun. Hal ini menunjukkan kekuatan firman Allah dan kebenaran nubuwah (kenabian) Nabi Muhammad ﷺ. Sepanjang hidupnya, Abu Lahab dan istrinya tidak pernah beriman, dan mereka meninggal dalam kekufuran, sehingga janji Allah ini tergenapi.
Kepastian ini juga menjadi pelajaran bagi orang-orang lain yang menentang dakwah kebenaran. Bahwa penolakan mereka, betapapun kuatnya, tidak akan menggoyahkan janji Allah untuk memberi balasan yang setimpal. Ini adalah peringatan keras bagi setiap individu yang bersikap sombong dan menolak kebenaran, bahwa konsekuensi dari tindakan mereka adalah nyata dan pasti.
3. Spesifisitas Azab
Penggunaan frasa "نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ" (naran dhāta lahabin) tidak hanya berarti "api", tetapi "api yang memiliki nyala api yang berkobar-kobar". Ini bukan deskripsi api biasa, melainkan api yang sangat intens, menyala-nyala, dan membakar dengan dahsyat. Ini menunjukkan spesifisitas azab yang akan menimpa Abu Lahab, seolah api neraka itu sendiri mencerminkan sifat dan nama dirinya.
Deskripsi ini juga memperkuat gambaran tentang neraka sebagai tempat siksaan yang tidak terbayangkan kepedihannya. Api neraka digambarkan dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadis sebagai sesuatu yang jauh melampaui api dunia. Intensitas yang disebutkan dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab menggarisbawahi beratnya hukuman bagi mereka yang memilih jalan kekafiran dan permusuhan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Pelajaran dan Hikmah dari Ayat ke-3 Surat Al-Lahab
Lebih dari sekadar kisah historis atau hukuman bagi satu individu, ayat ke 3 surat Al-Lahab mengandung pelajaran universal yang relevan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.
1. Keadilan Ilahi yang Mutlak
Ayat ini adalah bukti nyata bahwa Allah Maha Adil. Tidak ada perbuatan baik yang akan sia-sia, dan tidak ada kejahatan yang akan luput dari perhitungan. Abu Lahab, meskipun memiliki kedudukan sosial tinggi dan hubungan kekerabatan dengan Nabi, tidak mendapatkan pengecualian dari hukuman Allah karena kekufuran dan permusuhannya. Ini menegaskan prinsip bahwa di mata Allah, yang membedakan seseorang adalah ketakwaan dan amal perbuatannya, bukan keturunan atau status duniawi.
2. Konsekuensi Menolak Kebenaran
Kisah Abu Lahab menjadi cermin bagi siapa saja yang menolak kebenaran dan memilih jalan kesesatan. Penolakan terhadap risalah kenabian, yang merupakan petunjuk dari Allah, akan berujung pada azab yang pedih. Ini bukan hanya tentang penolakan lisan, tetapi juga penolakan hati dan perbuatan yang mengindikasikan permusuhan terhadap kebaikan.
Pelajaran ini mendorong setiap individu untuk merenung dan menerima kebenaran dengan hati yang terbuka, serta tidak membiarkan kesombongan, fanatisme buta, atau kepentingan duniawi menghalangi jalan hidayah. Ayat ke 3 surat Al-Lahab adalah sebuah pengingat abadi akan bahaya dari penolakan yang disengaja dan terang-terangan.
3. Dukungan Allah bagi Rasul-Nya
Surat Al-Lahab, termasuk ayat ke 3 surat Al-Lahab, adalah bentuk dukungan langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ di saat beliau menghadapi kesulitan dan permusuhan yang sangat berat. Ketika semua orang meninggalkannya, bahkan keluarga terdekatnya menentangnya, Allah turun tangan untuk membela dan melindungi Rasul-Nya. Ini memberikan penghiburan kepada Nabi dan jaminan bahwa beliau tidak sendirian.
Bagi umat Islam, ini adalah pengingat bahwa Allah selalu bersama hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Ketika menghadapi kesulitan dan penentangan dalam menegakkan kebenaran, seorang Muslim harus yakin bahwa pertolongan dan keadilan Allah pasti akan datang, cepat atau lambat.
4. Pentingnya Kebenaran di Atas Ikatan Darah
Meskipun Abu Lahab adalah paman Nabi, hubungan darah tidak menyelamatkannya dari azab. Ini menunjukkan bahwa ikatan keimanan dan ketakwaan lebih tinggi daripada ikatan darah atau keluarga. Dalam Islam, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah yang utama, dan tidak ada kompromi dalam hal akidah, bahkan jika itu berarti berhadapan dengan kerabat terdekat. Prinsip ini sangat fundamental dalam ajaran Islam, menekankan bahwa kebenaran dan keadilan harus didahulukan.
Pelajaran dari ayat ke 3 surat Al-Lahab ini mengajarkan kita untuk tidak ragu dalam menegakkan kebenaran, bahkan jika itu menimbulkan ketidaknyamanan atau pertentangan dengan orang-orang terdekat yang menolak petunjuk ilahi. Prioritas seorang Muslim harus selalu pada ridha Allah.
5. Ramalan yang Terbukti Kebenarannya
Surat Al-Lahab, termasuk janji azab dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab, adalah salah satu mukjizat Al-Qur'an. Surat ini diturunkan ketika Abu Lahab masih hidup. Dengan jelas disebutkan bahwa ia akan masuk neraka. Hal ini berarti Abu Lahab tidak akan pernah beriman, karena jika ia beriman, ramalan ini tidak akan terpenuhi dan kredibilitas Al-Qur'an akan dipertanyakan.
Namun, Abu Lahab memang meninggal dalam keadaan kafir, sehingga kebenaran firman Allah ini terbukti dengan jelas. Ini adalah bukti konkret atas kenabian Muhammad ﷺ dan kebenaran Al-Qur'an sebagai wahyu ilahi. Ramalan yang tergenapi ini menguatkan iman kaum Muslimin dan menjadi tantangan bagi para penentang. Ini menunjukkan pengetahuan mutlak Allah tentang masa depan dan kebenaran setiap perkataan dalam kitab-Nya.
Analogi dengan Konsep Api Neraka dalam Islam
Penyebutan "api yang bergejolak" (نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ) dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab mengundang kita untuk merenungkan konsep api neraka (Jahannam) dalam ajaran Islam. Al-Qur'an dan Hadis seringkali menggambarkan neraka dengan berbagai tingkatan dan jenis siksaan yang mengerikan, dan api adalah salah satu elemen sentral dalam deskripsi tersebut. Namun, api neraka bukanlah api biasa. Ia memiliki karakteristik khusus yang menjadikannya siksaan yang tak tertahankan.
1. Intensitas yang Tidak Terbayangkan
Berbagai riwayat menyebutkan bahwa api neraka jauh lebih panas dari api dunia. Bahkan, api dunia dikatakan hanya sepersekian dari panasnya api neraka. Ayat ke 3 surat Al-Lahab dengan frasa "dhāta lahabin" menguatkan gambaran intensitas ini, bahwa api tersebut adalah api yang secara inheren memiliki sifat sangat membakar dan berkobar-kobar. Ini bukan api yang dapat dipadamkan atau dikendalikan oleh manusia, melainkan api yang terus-menerus mengganas.
2. Siksaan yang Menyeluruh
Siksaan api neraka bukan hanya membakar kulit, tetapi menembus hingga ke tulang dan organ dalam. Al-Qur'an menyebutkan bahwa kulit orang-orang kafir akan diganti setiap kali terbakar agar mereka merasakan azab secara terus-menerus. Air mendidih dan nanah akan menjadi minuman mereka, dan pakaian mereka terbuat dari api.
Konteks "sayaslā nāran dhāta lahabin" dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab menyiratkan siksaan yang akan dirasakan Abu Lahab bukan hanya sesaat, tetapi sebagai kondisi permanen, di mana api yang berkobar-kobar itu akan merasuk ke dalam dirinya.
3. Simbol Kebinasaan
Api dalam banyak tradisi, termasuk Islam, seringkali menjadi simbol kebinasaan, pemurnian, dan azab. Dalam kasus Abu Lahab, api tersebut melambangkan kebinasaan total atas segala sesuatu yang ia perjuangkan di dunia ini—kekayaan, kedudukan, dan permusuhannya terhadap kebenaran. Semua akan hangus terbakar dalam nyala api yang ia sendiri dikaitkan dengannya.
Relevansi Kontemporer Ayat ke-3 Surat Al-Lahab
Meskipun Surat Al-Lahab diturunkan dalam konteks historis yang spesifik, pesan dan pelajarannya tetap sangat relevan di zaman modern ini. Ayat ke 3 surat Al-Lahab khususnya, memberikan peringatan keras dan prinsip-prinsip penting bagi kita hari ini.
1. Bahaya Kesombongan dan Penolakan Kebenaran
Di era informasi saat ini, di mana kebenaran seringkali dibengkokkan demi kepentingan pribadi atau kelompok, kisah Abu Lahab mengingatkan kita akan bahaya kesombongan intelektual dan spiritual. Banyak orang menolak kebenaran bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena keangkuhan, kepentingan pribadi, atau ketakutan kehilangan status sosial. Ayat ke 3 surat Al-Lahab adalah teguran bagi setiap individu yang menutup mata dan hati terhadap petunjuk yang jelas, memilih untuk tetap dalam kekufuran dan permusuhan.
2. Pentingnya Konsistensi dalam Dakwah
Nabi Muhammad ﷺ menghadapi penentangan yang brutal dari Abu Lahab, tetapi beliau tetap konsisten dalam menyampaikan dakwahnya. Ayat ke 3 surat Al-Lahab dan surat ini secara keseluruhan menegaskan bahwa perjuangan di jalan Allah tidak akan sia-sia, dan pada akhirnya, kebenaran akan menang dan kebatilan akan musnah. Ini menginspirasi para dai dan aktivis Muslim untuk tetap teguh dan sabar dalam menyebarkan nilai-nilai Islam, meskipun menghadapi tantangan dan cemoohan.
3. Peringatan akan Akhirat
Dalam masyarakat yang semakin materialistis dan sekuler, seringkali fokus hanya pada kehidupan duniawi. Ayat ke 3 surat Al-Lahab adalah pengingat yang kuat akan adanya kehidupan akhirat dan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Janji azab neraka adalah sebuah realitas yang menanti mereka yang memilih jalan kekafiran. Ini mendorong kita untuk senantiasa mengingat tujuan akhir keberadaan kita dan mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi.
4. Keadilan Sosial dan Akuntabilitas
Kisah Abu Lahab juga dapat diinterpretasikan dalam konteks keadilan sosial. Orang yang menggunakan kekuasaan, kekayaan, atau pengaruhnya untuk menindas kebenaran dan menyakiti orang lain, pada akhirnya akan menghadapi konsekuensi yang setimpal. Ayat ke 3 surat Al-Lahab adalah pengingat bahwa tidak ada yang bisa lari dari keadilan Allah, dan setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan.
Kedalaman Retorika dan Mukjizat Al-Qur'an
Surat Al-Lahab secara keseluruhan, dan ayat ke 3 surat Al-Lahab secara khusus, merupakan contoh nyata dari keindahan dan mukjizat retorika Al-Qur'an. Penggunaan kata "lahab" yang sangat pas dengan nama panggilan Abu Lahab bukan hanya kebetulan, melainkan sebuah desain ilahi yang menunjukkan kedalaman makna dan kekayaan bahasa Arab dalam Al-Qur'an.
1. Ijaz Al-Qur'an (Kemukjizatan Al-Qur'an)
Kemukjizatan surat ini terletak pada beberapa aspek: pertama, pada prediksinya yang akurat tentang nasib Abu Lahab; kedua, pada keselarasan linguistik dan maknanya. Penamaan surat ini dengan Al-Lahab (Gejolak Api) dan penggunaan kata "lahab" dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab yang secara langsung merujuk pada azab yang akan menimpa "Abu Lahab" (Ayah Api) adalah sebuah sintesis yang sempurna antara nama, sifat, dan takdir.
Ini adalah bukti bahwa Al-Qur'an bukanlah karangan manusia, melainkan wahyu dari Zat Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk nama dan takdir hamba-Nya. Kemampuan Al-Qur'an untuk menggunakan nama seseorang sebagai cerminan nasibnya adalah puncak dari keindahan sastra dan kebenaran ilahi.
2. Kekuatan Peringatan
Peringatan dalam ayat ke 3 surat Al-Lahab adalah sebuah peringatan yang sangat kuat dan langsung. Bahasa yang digunakan tidak bertele-tele, tidak metaforis secara berlebihan, melainkan langsung pada inti permasalahan: ancaman azab api neraka. Kekuatan ini dimaksudkan untuk menggugah hati, menakut-nakuti mereka yang membangkang, dan memperingatkan konsekuensi dari perbuatan mereka.
Peringatan yang eksplisit ini bertujuan agar tidak ada alasan bagi siapapun untuk berdalih bahwa mereka tidak mengetahui atau tidak diperingatkan. Allah SWT telah menyampaikan peringatan-Nya dengan cara yang paling jelas dan tegas, terutama kepada Abu Lahab yang berada di garis depan penentangan.
Kesimpulan Mendalam tentang Ayat ke-3 Surat Al-Lahab
Ayat ke 3 surat Al-Lahab, "سيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ", adalah lebih dari sekadar kalimat pendek dalam Al-Qur'an. Ia adalah manifestasi keadilan ilahi, sebuah nubuat yang terbukti, dan pelajaran abadi bagi umat manusia. Ayat ini secara gamblang menggambarkan nasib tragis seorang penentang kebenaran yang bahkan memiliki hubungan darah dengan Nabi Muhammad ﷺ.
Dari analisis linguistiknya, kita melihat kepastian azab dengan penggunaan 'س' (sa) dan intensitas api neraka dengan frasa "نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ". Dari konteks historis, kita memahami betapa besar penolakan dan permusuhan Abu Lahab sehingga ia layak mendapatkan teguran langsung dari Allah. Dan dari ironi nama "Abu Lahab" yang berarti "Ayah Api" dengan nasibnya yang akan masuk ke dalam "api yang berkobar-kobar", kita menyaksikan keagungan retorika Al-Qur'an yang tiada tanding.
Pelajaran yang bisa kita petik dari ayat ke 3 surat Al-Lahab sangatlah banyak: pentingnya menerima kebenaran tanpa kesombongan, konsekuensi dari penentangan terhadap ajaran ilahi, dukungan Allah kepada para utusan-Nya, dan keadilan mutlak yang tidak memandang status sosial atau hubungan kekerabatan. Ayat ini adalah pengingat bahwa dunia ini hanyalah persinggahan sementara, dan setiap perbuatan akan mendapatkan balasannya di akhirat kelak.
Semoga dengan memahami lebih dalam makna dari ayat ke 3 surat Al-Lahab ini, kita semua dapat mengambil hikmah, meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta senantiasa berusaha menjadi hamba Allah yang taat dan menyebarkan kebaikan di muka bumi.