Pendahuluan: Gerbang Pemahaman Al-Qur'an dan Kunci Kasih Sayang Ilahi
Surat Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan", adalah surat pertama dalam Al-Qur'an dan merupakan inti serta ringkasan dari seluruh kitab suci ini. Kedudukannya yang agung membuatnya sering disebut sebagai Ummul Kitab (Induk Kitab) atau Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an). Setiap Muslim melafalkannya berkali-kali dalam salat setiap harinya, menjadikannya ayat-ayat yang paling akrab di telinga dan hati umat Islam di seluruh dunia. Namun, di balik keakraban lisan, kedalaman makna yang terkandung dalam setiap ayatnya seringkali luput dari perenungan mendalam, padahal ia adalah gerbang untuk memahami esensi ajaran Islam dan sifat-sifat Allah SWT.
Fokus utama artikel ini adalah pada arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim", yang diterjemahkan sebagai "Maha Pengasih, Maha Penyayang". Dua nama Allah yang agung ini bukan sekadar atribut biasa; melainkan merupakan cerminan paling fundamental dari eksistensi Allah dan bagaimana Dia berinteraksi dengan seluruh ciptaan-Nya. Ayat ini ditempatkan secara strategis dalam susunan Al-Fatihah, tepat setelah pengakuan terhadap Allah sebagai Rabbul 'Alamin (Tuhan Semesta Alam) dan sebelum pengakuan-Nya sebagai Maliki Yawmiddin (Penguasa Hari Pembalasan). Penempatan yang cermat ini sama sekali tidak kebetulan; ia secara tegas menegaskan bahwa rahmat dan kasih sayang Allah adalah fondasi dari segala sesuatu, mulai dari penciptaan alam semesta, pemeliharaan kehidupan, hingga hari penghisaban di akhirat kelak.
Memahami kedua nama ini secara mendalam akan membuka jendela menuju pemahaman yang jauh lebih kaya tentang hakikat Allah SWT, tentang kedudukan kita sebagai hamba-Nya, dan tentang struktur serta tujuan alam semesta. Ini adalah kunci fundamental untuk merasakan ketenangan hati, menumbuhkan harapan yang tak terbatas, dan menemukan motivasi spiritual dalam setiap aspek kehidupan. Dengan menelisik makna Ar-Rahman dan Ar-Rahim, kita diajak untuk melihat dunia dan akhirat dengan kacamata rahmat ilahi yang maha luas. Artikel ini akan mengupas tuntas makna, implikasi teologis, spiritual, dan praktis dari ayat ketiga Surat Al-Fatihah ini dalam kehidupan seorang Muslim, mendorong kita untuk menghayati keagungan dan keindahan sifat-sifat Allah.
Gambar 1: Kaligrafi Arab untuk "Ar-Rahman Ar-Rahim", melambangkan kasih sayang Allah yang tak terbatas.
Ayat Ketiga Surat Al-Fatihah: Lafal dan Terjemah
Untuk memulai pendalaman makna yang lebih komprehensif, mari kita lihat kembali lafal Arab dari ayat ketiga ini, yang merupakan kunci pembuka pemahaman kita:
Ar-Rahman Ar-Rahim
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Ayat yang singkat, ringkas, dan tampak sederhana ini, sesungguhnya mengandung samudera makna yang tak terhingga. Meskipun kedua kata tersebut sama-sama diterjemahkan menjadi "Maha Pengasih" atau "Maha Penyayang" dalam banyak terjemahan bahasa Indonesia, para ulama tafsir telah menjelaskan bahwa kedua nama ini bukanlah pengulangan semata. Sebaliknya, keduanya saling melengkapi, memperkaya, dan memperluas cakupan pemahaman kita tentang rahmat ilahi. Mereka bersama-sama mengungkapkan spektrum yang sangat luas dan mendalam dari sifat rahmat Allah SWT.
Membedah setiap komponen dari ayat ini akan membantu kita mengapresiasi keindahan bahasa Al-Qur'an dan kedalaman pesan yang ingin disampaikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dua nama ini, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, meskipun berasal dari akar kata yang sama, memiliki nuansa makna yang berbeda yang esensial untuk dipahami guna menggapai pemahaman yang utuh tentang kasih sayang dan belas kasihan Allah yang tiada tara.
Menyingkap Makna "Ar-Rahman": Manifestasi Kasih Sayang Universal yang Melimpah
Kata "Ar-Rahman" (الرَّحْمَٰنِ) berasal dari akar kata Arab R-H-M (ر-ح-م) yang secara fundamental berarti "rahmat", "kasih sayang", "belas kasihan", atau "kelembutan". Namun, bentuk gramatikal "Fa'lan" (فعلان) pada "Rahman" secara linguistik menunjukkan intensitas yang sangat tinggi, kelebihan, kelengkapan, dan keluasan yang tak terbatas. Ini bukan sekadar sifat belas kasihan biasa, melainkan sebuah manifestasi belas kasihan yang agung, luas, dan menyeluruh yang tidak ada batasnya. Para ahli bahasa Arab dan ulama tafsir sering mengartikannya sebagai "yang memiliki rahmat yang mencakup segala sesuatu dan semua makhluk".
1. Keuniversalan dan Kemelimpahan Rahmat Ar-Rahman
Sifat Ar-Rahman menggambarkan rahmat Allah yang bersifat universal, umum, dan menyeluruh, yang melingkupi seluruh alam semesta tanpa pandang bulu. Rahmat ini diberikan kepada semua ciptaan-Nya, baik bagi orang beriman maupun kafir, bagi manusia, hewan, tumbuhan, bahkan seluruh entitas yang ada di langit dan di bumi. Rahmat Ar-Rahman adalah dasar dari penciptaan, pemeliharaan, dan keberlangsungan hidup di dunia ini. Ia adalah kasih sayang yang diberikan tanpa syarat awal dari makhluk, murni berasal dari keagungan, kedermawanan, dan kemurahan Allah SWT.
Fenomena alam dan kehidupan sehari-hari adalah bukti nyata dari rahmat Ar-Rahman yang terus-menerus dicurahkan:
- Udara yang kita hirup: Allah menyediakan udara bersih yang esensial untuk kehidupan secara gratis bagi semua makhluk hidup, tanpa sedikit pun memandang keyakinan, status sosial, atau perbuatan mereka. Ini adalah anugerah universal yang tak ternilai harganya.
- Air tawar: Sungai, danau, dan sumber mata air menyediakan kebutuhan dasar bagi kehidupan di seluruh penjuru bumi. Ketersediaan air adalah manifestasi rahmat yang memungkinkan peradaban dan kehidupan terus berjalan.
- Sinar matahari: Memberikan energi, kehangatan, dan memungkinkan fotosintesis untuk pertumbuhan tanaman, yang menjadi dasar rantai makanan. Matahari bersinar untuk semua, tanpa kecuali.
- Tumbuhan dan Buah-buahan: Alam menyediakan sumber makanan yang berlimpah bagi manusia dan hewan, dari biji-bijian hingga buah-buahan yang lezat, yang tumbuh dan berkembang berkat sistem yang Allah ciptakan.
- Sistem tubuh manusia: Fungsi organ-organ tubuh yang bekerja otomatis dan kompleks tanpa kita sadari, seperti jantung yang berdetak tanpa henti, paru-paru yang bernapas secara ritmis, dan sistem pencernaan yang mengolah makanan. Semua ini adalah anugerah Ar-Rahman yang memungkinkan kita hidup dan berfungsi.
- Hewan dan alam: Keseimbangan ekosistem yang rumit, keindahan pemandangan alam yang menakjubkan, dan fungsi setiap makhluk dalam rantai kehidupan yang saling bergantung, semuanya adalah tanda-tanda rahmat Allah yang menyeluruh.
- Akal dan indera: Karunia akal yang memungkinkan manusia berpikir, belajar, dan berkreasi, serta indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa, semuanya adalah rahmat umum yang diberikan kepada semua manusia agar dapat berinteraksi dengan dunia.
Rahmat Ar-Rahman adalah fondasi dari keberadaan kita di alam semesta ini. Tanpa rahmat yang melimpah ini, tidak ada satu pun makhluk yang dapat bertahan hidup. Ia adalah anugerah murni yang memancarkan kebaikan dan kemurahan Allah kepada semua ciptaan-Nya, tidak terbatas pada siapa yang memohonnya atau siapa yang layak menerimanya. Ini dapat diibaratkan seperti hujan yang membasahi tanah yang subur maupun tandus, atau matahari yang menyinari orang saleh maupun durhaka, memberikan kehidupan dan keberkahan tanpa pilih kasih.
2. Penekanan Rahmat Ar-Rahman di Dalam Al-Qur'an
Nama Ar-Rahman disebutkan dalam banyak ayat Al-Qur'an, seringkali menekankan sifat kasih sayang Allah yang meluas dan mendahului segala sesuatu:
- "Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena apa yang mereka kerjakan, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang ditetapkan (untuk menerima azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya." (QS. Al-Kahfi: 58). Ayat ini secara gamblang menunjukkan bagaimana rahmat Allah (Ar-Rahman) menunda hukuman, memberikan kesempatan berharga bagi manusia untuk bertaubat dan memperbaiki diri sebelum datangnya azab yang semestinya.
- "Ar-Rahman. Dia mengajarkan Al-Qur'an." (QS. Ar-Rahman: 1-2). Surat Ar-Rahman diawali dengan penegasan bahwa pengajaran Al-Qur'an itu sendiri adalah manifestasi terbesar dari rahmat Allah kepada manusia. Al-Qur'an adalah petunjuk, cahaya, dan jalan keluar bagi manusia, dan ini adalah rahmat agung yang hanya bisa diberikan oleh Dzat Yang Maha Pengasih.
- "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Ar-Rahman: 13, diulang berkali-kali). Pengulangan pertanyaan retoris ini sepanjang Surat Ar-Rahman adalah penekanan yang kuat pada limpahan rahmat Ar-Rahman yang terus-menerus dicurahkan kepada manusia. Ini adalah pengingat untuk selalu bersyukur atas setiap nikmat yang seringkali kita anggap remeh.
- "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." (QS. Al-A'raf: 156). Ayat ini adalah pernyataan universal tentang cakupan rahmat Allah yang tak terbatas, menguatkan makna Ar-Rahman sebagai rahmat yang mencakup seluruh eksistensi.
Ketika kita merenungkan dan memahami Ar-Rahman, hati kita akan dipenuhi dengan rasa takjub dan syukur yang mendalam. Kita akan merasakan betapa agungnya kasih sayang Allah yang tidak terbatas dan tanpa diskriminasi dalam hal dasar-dasar kehidupan. Ini menumbuhkan rasa syukur yang tak terhingga atas setiap napas, setiap makanan, setiap tetes air, dan setiap kenikmatan duniawi yang kita rasakan, yang semuanya adalah anugerah dari Ar-Rahman.
Menyelami Makna "Ar-Rahim": Kasih Sayang Spesifik, Abadi, dan Berkelanjutan Allah
Jika "Ar-Rahman" mencakup rahmat yang luas dan universal, nama "Ar-Rahim" (الرَّحِيمِ) mengacu pada jenis rahmat yang berbeda, namun esensial dan saling melengkapi. Sama seperti Ar-Rahman, "Ar-Rahim" juga berasal dari akar kata R-H-M (ر-ح-م), tetapi bentuk gramatikal "Fa'il" (فعيل) pada "Rahim" menunjukkan sifat yang terus-menerus, berkelanjutan, dan spesifik. Ini adalah kasih sayang yang diberikan secara istimewa dan akan terus berlangsung, terutama bagi mereka yang beriman, taat, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan kata lain, Ar-Rahim adalah "Yang Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, di dunia dan akhirat".
1. Kekhususan dan Keberlanjutan Rahmat Ar-Rahim
Sifat Ar-Rahim menggambarkan rahmat Allah yang bersifat spesifik, mendalam, abadi, dan kekal, yang diberikan secara khusus kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di dunia ini, dan puncaknya akan dirasakan di akhirat. Ini adalah rahmat yang diperoleh melalui usaha, ketaatan, ketulusan hati, dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Rahmat Ar-Rahim adalah janji Allah bagi mereka yang memilih jalan kebaikan, bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan amal saleh.
Contoh nyata dari rahmat Ar-Rahim dalam kehidupan seorang Muslim meliputi:
- Petunjuk dan Hidayah: Allah memberikan petunjuk melalui para nabi, rasul, dan kitab suci-Nya kepada mereka yang mencari kebenaran dengan hati yang terbuka. Hidayah ini adalah rahmat yang memungkinkan manusia mengenal tujuan hidupnya, membedakan antara yang hak dan batil, dan menemukan jalan menuju kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
- Ampunan Dosa: Bagi mereka yang bertaubat dengan sungguh-sungguh dan bertekad tidak mengulangi dosa, Allah menjanjikan ampunan atas dosa-dosa mereka. Ini adalah manifestasi Ar-Rahim yang membersihkan hati, menghapus kesalahan, dan membuka lembaran baru kehidupan yang lebih baik.
- Pertolongan di Dunia: Allah menolong hamba-hamba-Nya yang beriman dalam kesulitan, memberikan jalan keluar dari masalah yang tak terduga, melapangkan rezeki mereka, dan memberikan kekuatan di saat lemah, sebagai bentuk dukungan dan rahmat-Nya yang spesifik.
- Ketenangan Hati: Orang yang beriman seringkali merasakan ketenangan, kedamaian, dan ketabahan batin meskipun menghadapi cobaan hidup yang berat, karena keyakinan teguh akan pertolongan dan rahmat Allah. Ini adalah anugerah yang tak ternilai harganya.
- Ganjaran dan Balasan Terbaik di Akhirat: Puncak dari rahmat Ar-Rahim adalah Surga (Jannah), kehidupan abadi yang penuh kenikmatan, kebahagiaan, dan kedekatan dengan Allah SWT. Surga diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang taat dan bertakwa, sebagai balasan atas amal kebaikan mereka.
- Kemudahan dalam Ibadah: Kemudahan untuk beribadah, merasakan manisnya iman, dan istiqamah dalam ketaatan, semuanya adalah rahmat spesifik dari Allah kepada hamba-Nya yang Dia cintai.
Rahmat Ar-Rahim adalah rahmat yang memotivasi kita untuk berbuat baik dan terus meningkatkan kualitas ibadah kita, karena kita tahu bahwa setiap usaha kecil pun tidak akan luput dari perhatian Allah dan akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah harapan yang mendorong kita untuk terus memperbaiki diri, tidak berputus asa dari rahmat-Nya, dan senantiasa berprasangka baik kepada Sang Pencipta.
2. Penekanan Rahmat Ar-Rahim di Dalam Al-Qur'an
Nama Ar-Rahim juga sering disebut dalam Al-Qur'an, baik secara bersamaan dengan Ar-Rahman maupun dalam konteks pengampunan, penerimaan taubat, dan balasan yang spesifik bagi orang beriman:
- "Dan Rabbmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yunus: 107). Ayat ini secara eksplisit menegaskan sifat pengampunan Allah sebagai bagian integral dari sifat Ar-Rahim, yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang memohon ampunan.
- "Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Lembut lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al-Hajj: 65). Ayat ini menunjukkan kelembutan (Rauf) dan perhatian spesifik Allah (Rahim) kepada hamba-Nya yang beriman, yang menunjukkan kedekatan dan keistimewaan hubungan.
- "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 18). Ayat ini menghubungkan nikmat yang tak terhitung, yang banyak di antaranya adalah rahmat Ar-Rahman, dengan pengampunan dan kasih sayang Ar-Rahim, menunjukkan bahwa bahkan dalam kelimpahan nikmat umum, ada juga rahmat spesifik bagi yang bersyukur dan bertaubat.
- "Sesungguhnya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." (QS. At-Taubah: 104). Meskipun tidak menyebut 'Rahim' secara langsung, konsep penerimaan taubat adalah inti dari rahmat Ar-Rahim, yang memberikan kesempatan kedua bagi hamba untuk kembali kepada-Nya.
Melalui Ar-Rahim, seorang mukmin merasakan kedekatan khusus dan personal dengan Sang Pencipta. Ia menyadari bahwa Allah tidak hanya memberi tanpa pamrih (Ar-Rahman), tetapi juga membalas setiap kebaikan dengan kebaikan yang lebih besar (Ar-Rahim), dan mengampuni setiap kesalahan bagi yang bertaubat dengan tulus. Ini adalah sumber motivasi spiritual yang tak terbatas, mendorong kita untuk terus beramal saleh dan berharap pada anugerah-Nya yang abadi.
Mengapa "Ar-Rahman Ar-Rahim" Selalu Bersama? Harmoni Kesempurnaan Rahmat
Sebuah pertanyaan mendasar yang sering muncul ketika mengkaji arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim" adalah: jika keduanya sama-sama bermakna "Maha Pengasih" atau "Maha Penyayang", mengapa Allah mengulanginya? Apakah ada perbedaan signifikan, ataukah ini hanya sekadar penekanan? Para ulama tafsir terkemuka telah menjelaskan secara luas bahwa kedua nama ini, meskipun memiliki akar kata yang sama dan sama-sama merujuk pada sifat rahmat Allah, membawa nuansa makna yang berbeda namun saling melengkapi. Ketika digabungkan, mereka membentuk gambaran yang utuh dan sempurna tentang spektrum luas dari rahmat Allah yang tak terbatas.
1. Sinergi Rahmat yang Luas dan Rahmat yang Khusus
Perbedaan utama dan yang paling banyak disepakati oleh para ulama adalah sebagai berikut:
- Ar-Rahman: Rahmat Dunia yang Universal. Ini adalah rahmat yang meluas kepada seluruh makhluk di dunia ini, tanpa memandang iman atau amal perbuatan mereka. Ini adalah rahmat umum yang meliputi segala sesuatu—manusia, jin, hewan, tumbuhan, bahkan batu dan gunung—yang memungkinkan mereka untuk eksis, bernapas, mendapatkan rezeki, dan hidup di bumi. Rahmat ini bersifat sementara dan akan berakhir dengan berakhirnya kehidupan dunia.
- Ar-Rahim: Rahmat Akhirat yang Spesifik dan Kekal. Ini adalah rahmat yang spesifik, mendalam, dan kekal, yang diberikan secara istimewa kepada orang-orang beriman dan taat di dunia ini dan akan mencapai puncaknya di akhirat kelak dalam bentuk surga, pengampunan dosa, dan keridhaan Allah. Rahmat ini adalah balasan atas usaha, ketaatan, dan ketulusan hati seorang hamba.
Untuk memudahkan pemahaman, kita dapat menggunakan analogi. Ar-Rahman adalah ibarat hujan yang turun membasahi seluruh bumi, baik tanah yang subur maupun tandus, baik sawah maupun gurun pasir. Hujan memberikan kehidupan dan potensi bagi semua. Sedangkan Ar-Rahim adalah ibarat suburnya tanaman di tanah yang dipupuk, dirawat dengan baik, dan diusahakan, yang kemudian menghasilkan buah yang manis, panen melimpah, dan berkah yang berkelanjutan. Keduanya adalah rahmat, namun satu bersifat universal dan satu lagi bersifat khusus, sebagai hasil dari interaksi positif dan usaha seorang hamba.
Penggabungan kedua nama ini menegaskan bahwa Allah adalah sumber segala rahmat, baik yang umum dan melimpah ruah di dunia ini (Ar-Rahman), yang menopang kehidupan seluruh ciptaan, maupun yang khusus dan abadi bagi orang-orang beriman di akhirat kelak (Ar-Rahim), sebagai wujud keadilan dan janji-Nya. Ini memberikan gambaran yang lengkap tentang sifat kasih sayang Allah yang tak terbatas, multifaset, dan mencakup setiap aspek eksistensi.
2. Keseimbangan Sempurna Antara Harapan dan Motivasi
Kehadiran Ar-Rahman dan Ar-Rahim secara bersamaan menciptakan keseimbangan psikologis dan spiritual yang sempurna dalam hati seorang Muslim:
- Ar-Rahman Menumbuhkan Harapan: Ketika seseorang mendengar dan merenungkan "Ar-Rahman", hatinya akan dipenuhi dengan harapan, ketenangan, dan rasa aman. Ia tahu bahwa Allah menyediakan segala kebutuhannya, bahkan sebelum ia memintanya, tanpa memandang kelayakannya. Kesadaran akan nikmat umum yang tanpa henti ini secara otomatis memicu rasa syukur yang mendalam atas keberadaan dan rezeki yang diberikan. Ini adalah penawar keputusasaan yang paling ampuh.
- Ar-Rahim Membangkitkan Motivasi: Ketika seseorang mendengar dan memahami "Ar-Rahim", motivasinya untuk berbuat baik, beribadah, dan bertaat semakin kuat. Ia tahu bahwa setiap usaha dan kebaikan yang ia lakukan tidak akan sia-sia, dan bahwa Allah akan memberikan balasan yang terbaik dan abadi bagi amal perbuatannya. Ini mendorongnya untuk beribadah dengan lebih khusyuk, berbuat baik kepada sesama, menjauhi maksiat, dan memperbanyak amal saleh, demi mendapatkan rahmat khusus di akhirat.
Dengan demikian, Ar-Rahman dan Ar-Rahim bersama-sama membangun fondasi iman yang kokoh: harapan tak terbatas pada rahmat Allah (Ar-Rahman) dan motivasi untuk meraih rahmat-Nya yang spesifik melalui ketaatan (Ar-Rahim). Ini adalah keseimbangan yang sempurna antara tawakkal (bergantung sepenuhnya kepada Allah) dan ikhtiar (melakukan usaha terbaik).
3. Penekanan dan Penguatan Makna dalam Konteks Ilahi
Penggabungan dua nama ini juga berfungsi sebagai penekanan dan penguatan makna yang luar biasa. Seolah-olah Allah ingin menegaskan berulang kali bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga tidak ada keraguan sedikit pun dalam hati hamba-Nya tentang sifat utama-Nya ini. Pengulangan ini membangun fondasi kepercayaan, cinta, dan ketergantungan seorang hamba kepada Rabb-nya, menjamin bahwa sifat rahmat adalah yang paling menonjol dari semua sifat-sifat-Nya.
Dalam konteks Al-Fatihah, penempatan kedua nama ini setelah "Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin" (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) dan sebelum "Maliki Yawmiddin" (Pemilik hari pembalasan) sangatlah strategis dan penuh hikmah. Ia menetapkan bahwa hubungan Allah dengan ciptaan-Nya didasari oleh rahmat yang agung dan menyeluruh. Bahkan pada Hari Pembalasan sekalipun, rahmat-Nya akan tetap menjadi penentu bagi banyak hal. Rahmat-Nya akan mendahului murka-Nya, memberikan kesempatan bagi hamba-hamba-Nya untuk mendapatkan ampunan dan syafaat, bahkan bagi sebagian hamba yang secara zahir berhak dihukum. Ini adalah bukti nyata bahwa rahmat Allah adalah payung besar yang meliputi segala sesuatu.
Kedudukan Ayat Ini dalam Struktur Surat Al-Fatihah: Sebuah Desain Ilahi
Surat Al-Fatihah, meskipun sangat singkat dengan hanya tujuh ayat, adalah masterpiece yang terstruktur secara sempurna dan memiliki kepadatan makna yang luar biasa. Ayat ketiga, "Ar-Rahman Ar-Rahim", menempati posisi sentral dan krusial dalam membangun gambaran utuh tentang Allah SWT serta hubungan-Nya dengan makhluk-Nya. Penempatan ayat ini bukanlah kebetulan, melainkan desain ilahi yang penuh hikmah.
1. Mengikuti Pengakuan atas Ketuhanan Semesta Alam
Surat Al-Fatihah dimulai dengan "Bismillahirrahmanirrahim" (Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang), yang berfungsi sebagai pembukaan, keberkahan, dan pernyataan niat untuk memulai segala sesuatu dengan nama Allah. Ayat kedua kemudian mengukuhkan pondasi tauhid: "Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin" (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam). Ayat ini menyatakan kekuasaan mutlak Allah, kepemilikan-Nya atas segala sesuatu, dan peran-Nya sebagai Penguasa, Pemelihara, dan Pendidik seluruh alam.
Setelah mengakui Allah sebagai Rabb (Penguasa, Pemelihara, Pendidik) seluruh alam, sangatlah logis dan esensial bagi ayat berikutnya untuk menjelaskan sifat utama dan paling menonjol dari Rabb tersebut: "Ar-Rahman Ar-Rahim". Penempatan ini menunjukkan bahwa kekuasaan, pengaturan, dan pemeliharaan Allah tidak didasari oleh tirani, kezaliman, atau kekejaman, melainkan oleh kasih sayang yang mendalam, universal, dan tak terbatas. Ini menanamkan rasa aman, damai, dan kepercayaan yang kokoh dalam hati hamba-Nya. Hamba yang memahami ini tidak akan merasa takut akan kekuatan Tuhannya, melainkan akan mencintai dan bergantung pada-Nya karena rahmat-Nya yang melimpah.
2. Mendahului Pengakuan atas Hari Pembalasan: Rahmat Mendahului Keadilan
Ayat keempat dari Al-Fatihah adalah "Maliki Yawmiddin" (Pemilik hari Pembalasan). Penempatan "Ar-Rahman Ar-Rahim" sebelum "Maliki Yawmiddin" adalah sangat krusial dan memberikan pelajaran mendalam. Ini mengingatkan kita bahwa bahkan di Hari Kiamat, hari di mana keadilan mutlak akan ditegakkan dan balasan akan diberikan sesuai dengan amal perbuatan, rahmat Allah tetap akan menjadi faktor utama dan penentu bagi banyak hal. Allah akan mengadili dengan keadilan-Nya yang sempurna, namun rahmat-Nya akan mendominasi dan mendahului murka-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman: "Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan adanya "Ar-Rahman Ar-Rahim" di antara pengakuan akan Rabbul 'Alamin dan Maliki Yawmiddin, ia memberikan harapan besar bagi orang-orang beriman yang mungkin merasa takut akan dahsyatnya penghisaban dan balasan. Rahmat Allah memberikan celah untuk ampunan, pengampunan, dan keringanan, bahkan ketika dosa-dosa terasa menumpuk. Tanpa Ar-Rahman Ar-Rahim, Hari Pembalasan akan terasa menakutkan, tanpa harapan, dan penuh kengerian. Namun, dengan adanya kedua nama agung ini, ketakutan akan keadilan Ilahi diimbangi dengan harapan yang tak terbatas akan ampunan dan kasih sayang ilahi, menjadikan seorang hamba optimis dan berani mendekat kepada-Nya.
3. Fondasi Hubungan Antara Hamba dan Tuhan: Cinta dan Kebergantungan
Secara keseluruhan, arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim" berfungsi sebagai jembatan spiritual yang kokoh, menghubungkan pengakuan akan keagungan dan kekuasaan Allah dengan permohonan hamba kepada-Nya. Ayat ini membangun fondasi hubungan yang didasari oleh rasa cinta yang mendalam, syukur yang tulus, dan harapan yang tak terbatas. Hamba dapat datang kepada Tuhannya dengan keyakinan penuh bahwa ia akan disambut dengan rahmat dan belas kasihan, bukan semata-mata dengan hukuman atau tuntutan.
Dalam setiap salat, ketika seorang Muslim membaca Al-Fatihah, ia memulai dengan memuji Allah sebagai Tuhan semesta alam, kemudian langsung mengingat sifat-Nya yang paling utama: kasih sayang yang tak terbatas, baik yang umum maupun yang khusus. Urutan ini secara psikologis dan spiritual menyiapkan hati untuk beralih ke ayat berikutnya, yaitu "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Hamba memohon petunjuk (ayat 6-7) dengan penuh keyakinan bahwa permohonannya akan dikabulkan oleh Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah formulasi doa yang sempurna, dimulai dengan pengakuan dan pujian yang diiringi dengan kesadaran akan rahmat Allah, sebelum mengajukan permohonan, sehingga doa tersebut memiliki landasan yang kuat dan penuh harapan.
Implikasi Spiritual dan Praktis dari Memahami "Ar-Rahman Ar-Rahim" dalam Kehidupan
Pemahaman yang mendalam tentang arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim" memiliki dampak yang transformatif, fundamental, dan berkelanjutan pada kehidupan seorang Muslim. Ini bukan sekadar pengetahuan teoretis semata, melainkan landasan esensial untuk membangun karakter yang mulia, spiritualitas yang kokoh, dan interaksi yang lebih baik dengan diri sendiri, sesama manusia, seluruh makhluk, dan tentu saja, dengan Sang Pencipta.
1. Menumbuhkan Harapan Tak Terbatas dan Menjauhkan Keputusasaan
Kesadaran akan Ar-Rahman Ar-Rahim adalah penawar paling ampuh untuk penyakit keputusasaan (ya's) yang dapat merusak iman. Sekalipun seseorang merasa telah berbuat banyak dosa, melakukan kesalahan besar, atau menghadapi kesulitan yang teramat berat dan tak berkesudahan, ia tahu bahwa rahmat Allah jauh lebih besar, lebih luas, dan lebih mendahului dari segala dosa dan masalah yang ada. Ayat ini adalah pengingat abadi bahwa pintu taubat selalu terbuka lebar, dan Allah selalu siap mengampuni hamba-Nya yang kembali kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan penyesalan yang mendalam.
Dalam kondisi terpuruk, baik secara personal (misalnya, kegagalan hidup, kehilangan orang tercinta, penyakit), sosial (konflik, ketidakadilan), maupun global (bencana, krisis), mengingat bahwa Allah adalah Ar-Rahman (Maha Pengasih kepada semua) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang kepada yang beriman) akan memberikan kekuatan batin yang luar biasa, optimisme yang membara, dan keyakinan teguh bahwa selalu ada jalan keluar dan pertolongan dari-Nya pasti akan datang. Ini mencegah jiwa dari terperosok ke dalam lubang keputusasaan yang gelap dan tanpa cahaya.
2. Meningkatkan Rasa Syukur yang Mendalam dan Berkelanjutan
Ketika seseorang merenungkan dan menghayati makna "Ar-Rahman", ia akan secara otomatis menyadari betapa tak terhitungnya nikmat universal yang telah Allah berikan tanpa ia minta atau usahakan: udara yang kita hirup, air yang kita minum, kesehatan fisik, anugerah akal, keluarga, keindahan alam, dan lain-lain. Kesadaran mendalam ini akan memicu rasa syukur yang tulus dan berkelanjutan dari lubuk hati yang paling dalam. Syukur bukan hanya diucapkan di lisan, tetapi juga diwujudkan di hati dengan mengakui bahwa segala nikmat tersebut berasal murni dari Allah, dan di perbuatan dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak dan ridha-Nya, serta memanfaatkannya untuk kebaikan.
Rasa syukur yang tumbuh dari pemahaman ini akan mengubah cara pandang kita terhadap seluruh aspek kehidupan. Setiap hal kecil menjadi sumber kebaikan dan apresiasi, setiap masalah menjadi peluang untuk melatih kesabaran dan introspeksi, dan setiap keberhasilan menjadi tanda rahmat Allah yang harus dijaga dan disyukuri, bukan semata-mata hasil kerja keras diri sendiri.
3. Memotivasi untuk Berbuat Kebaikan, Ketaatan, dan Istiqamah
Pemahaman tentang "Ar-Rahim" mendorong seorang Muslim untuk secara aktif mencari dan meraih rahmat Allah yang spesifik. Ia tahu bahwa ketaatan, ibadah yang tulus, dan amal saleh yang konsisten adalah "investasi" yang tidak akan pernah merugi, melainkan akan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Ini memotivasi individu untuk:
- Menegakkan salat lima waktu dengan khusyuk: Sebagai bentuk komunikasi langsung, syukur, dan pengabdian kepada Allah.
- Membaca dan merenungkan Al-Qur'an serta mengamalkannya: Karena Al-Qur'an adalah petunjuk ilahi yang diturunkan oleh Ar-Rahman Ar-Rahim untuk kebahagiaan manusia.
- Bersedekah, berinfak, dan membantu sesama: Untuk menyalurkan rahmat Allah kepada makhluk lain yang membutuhkan, dengan harapan rahmat itu akan kembali kepadanya.
- Menjauhi segala bentuk maksiat dan dosa: Karena takut akan menjauhkan diri dari rahmat khusus-Nya dan menggugurkan pahala.
- Bertaubat dengan segera dan tulus: Dengan segera memohon ampunan ketika tergelincir dalam dosa, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
- Menjaga lisan dan perilaku: Dengan senantiasa berucap dan bertindak yang baik, mencerminkan akhlak terpuji yang disukai Allah.
Rahmat Ar-Rahim bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, melainkan seringkali melalui usaha, pilihan, dan kehendak bebas kita untuk berbuat baik. Ini menjadikan kehidupan seorang Muslim sebagai perjalanan aktif yang dinamis menuju kebaikan dan kesempurnaan, bukan sekadar pasif menerima takdir tanpa upaya.
4. Mendorong Empati, Kasih Sayang, dan Keadilan Terhadap Sesama
Jika Allah adalah Ar-Rahman Ar-Rahim, maka sebagai hamba-Nya, kita juga diajarkan untuk meneladani sifat-sifat-Nya sesuai dengan kapasitas kemanusiaan kita. Kita harus berusaha menjadi pribadi yang penuh kasih sayang, empati, dan belas kasihan kepada sesama makhluk, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Ini adalah perintah ilahi dan akhlak kenabian.
Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman (Allah). Sayangilah siapa yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu." (HR. Tirmidzi). Hadis yang agung ini secara langsung menghubungkan perbuatan rahmat di dunia dengan rahmat Allah di akhirat. Ini mendorong kita untuk:
- Berbelas kasih dan membantu orang yang lemah, miskin, yatim, dan membutuhkan, tanpa memandang latar belakang mereka.
- Memaafkan kesalahan orang lain dengan lapang dada dan berlapang dada dalam menghadapi kekurangan mereka.
- Menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, karena alam adalah ciptaan Allah yang harus kita rawat sebagai amanah.
- Menyebarkan kedamaian, kebaikan, dan keadilan di masyarakat, serta mencegah kemungkaran.
- Berbicara dengan lemah lembut dan menghindari perkataan kasar atau menyakiti hati.
Dengan demikian, memahami arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim" tidak hanya memperbaiki hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah, tetapi juga hubungan horizontal dengan seluruh makhluk. Ini membentuk fondasi masyarakat yang penuh kasih sayang, toleransi, dan keadilan.
5. Sumber Ketenangan, Kedamaian Batin, dan Ketabahan dalam Ujian
Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang seringkali penuh tekanan, kecemasan, dan ketidakpastian, kesadaran akan rahmat Allah adalah jangkar yang kokoh bagi jiwa yang gelisah. Mengetahui bahwa ada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang senantiasa memperhatikan, memelihara, dan menyayangi kita, memberikan ketenangan dan kedamaian batin yang tak tergantikan. Ini membantu mengurangi kecemasan berlebihan, stres, dan ketakutan akan masa depan, karena segala sesuatu berada dalam genggaman dan kendali Ar-Rahman Ar-Rahim yang penuh hikmah.
Setiap kali kita membaca Al-Fatihah, kita diingatkan tentang sifat agung ini, dan hal itu berulang kali menenangkan hati kita, menegaskan bahwa kita tidak sendiri dan tidak pernah dilupakan oleh Pencipta kita. Dalam setiap ujian, seorang mukmin akan bersabar dan bertawakkal, yakin bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan, dan rahmat Allah selalu menyertai hamba-Nya yang beriman dan bersabar. Keyakinan ini adalah kekuatan spiritual yang tak tertandingi.
Refleksi Mendalam: Membedah Lebih Jauh Nuansa "Rahmat" Ilahi dan Implikasinya
Untuk benar-benar menghayati dan menginternalisasi arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim", kita perlu melakukan refleksi yang lebih mendalam mengenai konsep 'rahmat' itu sendiri dalam ajaran Islam dan bagaimana ia diwujudkan secara sempurna melalui nama-nama agung Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ini adalah perjalanan intelektual dan spiritual yang akan memperkaya iman kita.
1. Rahmat sebagai Sifat Dzatiah Allah yang Abadi
Dalam akidah Islam, rahmat bukanlah sesuatu yang Allah peroleh atau ciptakan di luar Dzat-Nya. Sebaliknya, rahmat adalah sifat intrinsik Allah (sifat dzatiah), bagian tak terpisahkan dari esensi-Nya yang Maha Sempurna. Allah tidak membutuhkan alasan eksternal untuk menjadi Ar-Rahman atau Ar-Rahim; Dia adalah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sejak azali (tak berawal) dan akan selalu abadi (tak berakhir).
Hal ini adalah poin teologis yang sangat penting karena menempatkan rahmat pada posisi yang fundamental dalam pemahaman kita tentang Allah. Itu bukan sifat yang bisa diaktifkan atau dinonaktifkan sesuai kehendak semata, melainkan sifat yang selalu aktif, selalu memancar, dan selalu mewujud dalam berbagai bentuk kepada seluruh ciptaan-Nya. Al-Qur'an dengan jelas menyatakan bahwa "Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu" (QS. Al-A'raf: 156), sebuah deklarasi universal yang menegaskan cakupan rahmat-Nya yang tak terbatas dan tak terhalang.
Memahami bahwa rahmat adalah bagian dari esensi Allah menghilangkan segala keraguan akan kemurahan dan kebaikan-Nya. Ini berarti bahwa kebaikan dan belas kasihan adalah sifat bawaan Allah, bukan sesuatu yang Dia peroleh atau yang bergantung pada tindakan makhluk-Nya. Ini adalah sumber ketenangan abadi bagi jiwa yang merenungkannya.
2. Harmoni Antara Rahmat dan Keadilan Ilahi
Kadang kala, muncul pertanyaan di benak manusia tentang bagaimana rahmat Allah dapat sejalan dengan keadilan-Nya, terutama dalam konteks hukuman dan azab bagi para pelanggar. Penting untuk diingat bahwa rahmat Allah tidak berarti mengesampingkan keadilan-Nya. Sebaliknya, rahmat-Nya seringkali diwujudkan melalui keadilan-Nya yang sempurna dan bijaksana.
- Ar-Rahman dalam Keadilan: Pemberian kehidupan, akal, fitrah, dan petunjuk (melalui kitab dan rasul) kepada setiap makhluk adalah bentuk rahmat yang sekaligus adil, karena setiap makhluk diberi kesempatan yang sama untuk eksis, memilih, dan bertanggung jawab atas pilihan mereka. Allah tidak pernah membebani seseorang melebihi kemampuannya, dan ini adalah rahmat sekaligus keadilan.
- Ar-Rahim dalam Keadilan: Memberi balasan surga bagi yang beriman dan beramal saleh adalah rahmat yang adil, karena itu adalah ganjaran setimpal atas usaha dan ketaatan mereka. Memberi hukuman bagi yang ingkar dan durhaka adalah keadilan, namun seringkali diselimuti rahmat berupa penundaan azab, pemberian kesempatan bertaubat, atau keringanan hukuman di dunia.
Ayat yang menyatakan bahwa "Allah tidak menganiaya seseorang walau sebesar dzarrah pun" (QS. An-Nisa: 40) dengan tegas menunjukkan bahwa keadilan-Nya adalah sempurna dan mutlak. Rahmat-Nya selalu hadir, bahkan dalam proses penegakan keadilan, baik berupa peringatan dini, kesempatan untuk berubah, atau keringanan. Rahmat-Nya mendahului murka-Nya, bukan meniadakannya. Ini mengajarkan kita untuk tidak meremehkan dosa namun juga tidak berputus asa dari ampunan, karena Allah adil dalam menghukum dan berlimpah rahmat dalam mengampuni.
3. Rahmat sebagai Sumber Motivasi Utama untuk Taubat dan Perubahan Diri
Salah satu manifestasi terbesar dan paling mengharukan dari sifat Ar-Rahman Ar-Rahim adalah janji Allah untuk mengampuni dosa-dosa, bahkan dosa syirik (selain syirik besar yang tidak ditaubati) jika seseorang bertaubat dengan tulus sebelum ajalnya tiba. Allah berfirman, "Katakanlah (Muhammad), 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.'" (QS. Az-Zumar: 53).
Ayat ini adalah salah satu ayat paling inspiratif dan penuh harapan dalam Al-Qur'an, yang secara gamblang menjelaskan betapa luasnya rahmat Allah. Ini memberikan dorongan spiritual yang tak ternilai bagi siapa pun yang merasa terbebani oleh dosa-dosa masa lalu untuk kembali kepada Allah, tanpa rasa malu, takut, atau putus asa. Dengan memahami Ar-Rahman Ar-Rahim, taubat menjadi sebuah perjalanan pulang yang penuh harapan dan kasih sayang, bukan perjalanan yang penuh ketakutan dan penghakiman. Ini adalah undangan terbuka dari Allah untuk selalu memperbaiki diri dan kembali kepada fitrah yang suci.
4. Melihat Rahmat dalam Setiap Takdir dan Ujian Kehidupan
Bagi seorang mukmin yang mendalami arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim", ia akan senantiasa melihat rahmat Allah dalam setiap takdir dan setiap kondisi, baik dalam kelapangan maupun kesempitan, dalam kebahagiaan maupun musibah. Kelapangan adalah rahmat yang harus disyukuri dengan sepenuh hati. Kesempitan, cobaan, dan ujian hidup adalah bentuk rahmat berupa kesempatan untuk meningkatkan derajat di sisi Allah, menghapus dosa-dosa, atau membersihkan hati, dan juga merupakan peluang emas untuk lebih mendekat kepada-Nya dengan doa dan kesabaran.
Pemahaman ini secara fundamental menghasilkan sikap ridha (lapang dada dan ikhlas menerima) terhadap setiap ketetapan Allah. Seseorang tidak lagi bertanya dengan nada protes "mengapa saya harus mengalami ini?", tetapi akan bertanya dengan hati yang lapang, "apa yang bisa saya pelajari dari ini, dan bagaimana saya bisa mendekat kepada Ar-Rahman Ar-Rahim melalui ujian ini?". Sikap ini adalah puncak dari penyerahan diri dan kepercayaan penuh kepada kebijaksanaan dan kasih sayang Allah yang tak terbatas, bahkan di balik hal-hal yang tampak buruk di mata manusia.
Kesimpulan: Cahaya Harapan Abadi dari Ayat Ketiga Al-Fatihah
Memahami arti surat Al-Fatihah ayat ke 3 adalah "Ar-Rahman Ar-Rahim" membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam, hubungan yang lebih intim, dan spiritualitas yang lebih kaya dengan Allah SWT. Dua nama agung ini bukan sekadar frasa yang diulang-ulang secara mekanis, melainkan inti dari identitas Ilahi yang paling mendasar, mempesona, dan menghibur. Ar-Rahman mencerminkan kasih sayang universal Allah yang tak terbatas, meliputi seluruh ciptaan-Nya tanpa terkecuali, menjamin keberlangsungan hidup dan rezeki bagi setiap entitas, dari yang terkecil hingga yang terbesar, di seluruh alam semesta.
Di sisi lain, Ar-Rahim menyoroti kasih sayang Allah yang spesifik, mendalam, dan abadi, yang secara istimewa diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bertakwa, dan taat. Rahmat ini terwujud baik di dunia ini dalam bentuk hidayah, pertolongan, kemudahan, dan ketenangan hati, maupun di akhirat dalam bentuk ampunan dosa, ganjaran surga yang kekal, dan keridhaan-Nya yang mutlak. Bersama-sama, kedua nama ini membentuk gambaran yang utuh, lengkap, dan sempurna tentang rahmat Allah yang meliputi segala aspek eksistensi, dari proses penciptaan hingga Hari Pembalasan.
Penempatan ayat ini dalam Surat Al-Fatihah, di antara pengakuan atas Allah sebagai Tuhan semesta alam (Rabbul 'Alamin) dan Pemilik Hari Pembalasan (Maliki Yawmiddin), secara strategis dan bijaksana menegaskan bahwa rahmat adalah fondasi utama dari segala interaksi Ilahi dengan ciptaan-Nya. Ini adalah jaminan tak tergoyahkan bahwa kekuasaan Allah yang maha dahsyat tidaklah sewenang-wenang, melainkan senantiasa diliputi oleh kasih sayang, kelembutan, dan kebijaksanaan yang mendalam, menciptakan harmoni sempurna antara keagungan dan kebaikan.
Bagi seorang Muslim, menghayati dan menginternalisasi makna "Ar-Rahman Ar-Rahim" membawa implikasi spiritual dan praktis yang tak ternilai harganya. Ini menumbuhkan harapan yang tak berkesudahan di tengah kesulitan, menghilangkan keputusasaan dari hati, menguatkan rasa syukur yang tulus atas setiap nikmat, memotivasi untuk terus berbuat kebaikan dan meningkatkan ketaatan, serta mendorong untuk meneladani sifat kasih sayang dan empati dalam interaksi dengan sesama makhluk. Pada akhirnya, ini adalah sumber ketenangan batin yang tak tergantikan, kekuatan spiritual yang membimbing, dan pondasi untuk membangun kehidupan yang penuh makna, keberkahan, dan kedamaian di bawah naungan rahmat Allah SWT yang Maha Luas.
Semoga dengan perenungan yang mendalam terhadap ayat yang agung ini, yang merupakan salah satu inti dari Al-Fatihah dan seluruh Al-Qur'an, kita semua dapat semakin merasakan kedekatan dengan Allah, semakin bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya yang tak terhingga, dan semakin termotivasi untuk menjadi hamba yang lebih baik, yang senantiasa berada dalam lingkaran kasih sayang Ar-Rahman Ar-Rahim. Amin Ya Rabbal 'Alamin.