Al-Kahfi Ayat 25 dan Artinya: Kisah Pemuda Penghuni Gua yang Menginspirasi

Ilustrasi gua dengan matahari terbit, menggambarkan kisah Ashabul Kahfi.

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang memiliki kedudukan istimewa dalam Al-Qur'an. Dikenal dengan empat kisah utamanya yang penuh hikmah, surah ini sering dibaca pada hari Jumat oleh umat Muslim untuk mencari keberkahan dan perlindungan dari fitnah Dajjal. Salah satu ayat yang menjadi titik fokus dalam kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) adalah ayat ke-25, yang berbicara tentang durasi waktu mereka tertidur. Ayat ini, meskipun singkat, mengandung pelajaran mendalam tentang pengetahuan Allah SWT yang mutlak dan misteri alam gaib.

Al-Kahfi Ayat 25 dan Artinya

Mari kita simak terlebih dahulu lafaz Al-Qur'an dari Surah Al-Kahfi ayat ke-25 beserta terjemahannya:

وَلَبِثُوا فِى كَهْفِهِمْ ثَلٰثَ مِا۟ئَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا

"Wa labitsū fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādū tis'ā."

Artinya:

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

Penjelasan Singkat Ayat 25

Ayat ini merupakan kelanjutan dari kisah Ashabul Kahfi, para pemuda yang melarikan diri dari kekejaman raja zalim demi mempertahankan keimanan mereka kepada Allah SWT. Setelah mereka tertidur dalam gua atas kuasa Allah, ayat ini mengungkapkan secara pasti berapa lama mereka berada di sana: tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun. Totalnya adalah 309 tahun. Angka ini adalah angka yang sangat spesifik dan merupakan salah satu mukjizat Al-Qur'an, yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang hidup berabad-abad setelah peristiwa itu, tanpa ada riwayat sejarah yang detail sebelumnya.

Durasi ini menegaskan kuasa Allah SWT dalam mengatur waktu dan kehidupan. Bagi manusia, tidur selama itu adalah hal yang mustahil, namun bagi Allah, itu adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan kemampuan-Nya untuk menghidupkan kembali setelah kematian, yang merupakan salah satu inti dari kisah ini.

Ilustrasi Al-Qur'an terbuka di antara tanaman hijau, melambangkan sumber ilmu dan petunjuk.

Kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua): Konteks dan Pelajaran Utama

Ayat 25 adalah bagian integral dari kisah Ashabul Kahfi yang menakjubkan. Kisah ini diceritakan dalam Surah Al-Kahfi dari ayat 9 hingga 26. Ini adalah kisah tentang beberapa pemuda beriman yang hidup di tengah masyarakat kafir dan zalim. Raja mereka, yang sering diidentifikasi sebagai Raja Decius (Daqyanus), memaksa rakyatnya untuk menyembah berhala dan mengancam siapa pun yang menolak dengan hukuman mati.

Latar Belakang Kisah

Pada zaman itu, keimanan kepada Allah Yang Maha Esa adalah ujian berat. Para pemuda ini, yang jumlahnya disebutkan bervariasi dalam riwayat (Al-Qur'an menyatakan Allah lebih mengetahui jumlah mereka), dengan gigih mempertahankan tauhid mereka. Mereka tidak tahan melihat kemaksiatan dan kekufuran di sekeliling mereka, dan khawatir iman mereka akan goyah jika terus tinggal di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melarikan diri dan mencari tempat perlindungan, memohon petunjuk dari Allah.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Kahfi ayat 10:

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

"Idz awal-fityatu ilal-kahfi fa qālū rabbanā ātinā mil ladunka raḥmataw wa hayyi' lanā min amrinā rasyadā."

Artinya:

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke gua, lalu mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”

Allah mengabulkan doa mereka. Ketika mereka masuk ke dalam gua, Allah menjadikan mereka tertidur pulas dalam keadaan aman dan nyaman. Seekor anjing yang setia, Qithmir, menemani mereka di ambang gua, seolah menjaga mereka. Allah juga mengatur posisi matahari sedemikian rupa sehingga sinarnya tidak langsung mengenai mereka, menjaga tubuh mereka agar tidak rusak.

Tidur Panjang dan Kebangkitan

Ayat 25 inilah yang mengkonfirmasi durasi tidur mereka: 309 tahun. Bayangkan, mereka tertidur selama tiga abad lebih! Ketika mereka terbangun, mereka mengira hanya tertidur sehari atau sebagian hari saja. Kebingungan ini adalah hal yang wajar mengingat lamanya waktu yang telah berlalu tanpa mereka sadari. Mereka kemudian mengutus salah seorang dari mereka, yang bernama Yamlikha, untuk pergi ke kota membeli makanan, dengan pesan agar berhati-hati dan menyembunyikan identitas mereka.

Setibanya Yamlikha di kota, ia mendapati bahwa segala sesuatu telah berubah. Pakaian, bahasa, mata uang, bahkan arsitektur kota tidak lagi sama. Akhirnya, rahasia mereka terbongkar. Namun, kali ini, penduduk kota adalah orang-orang yang beriman, dan raja yang berkuasa adalah raja yang saleh. Mereka menyadari mukjizat yang telah terjadi dan melihat para pemuda itu sebagai tanda kebesaran Allah tentang kebangkitan kembali setelah kematian.

Setelah misi mereka selesai, dan tanda kebesaran Allah telah tampak, para pemuda itu wafat dengan tenang di dalam gua mereka, dan masyarakat yang beriman kemudian membangun masjid di atas gua mereka sebagai penghormatan.

Empat Kisah Utama dalam Surah Al-Kahfi dan Keterkaitannya

Kisah Ashabul Kahfi hanyalah salah satu dari empat kisah inti dalam Surah Al-Kahfi. Tiga kisah lainnya adalah kisah pemilik dua kebun, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, serta kisah Raja Zulkarnain. Keempat kisah ini memiliki benang merah yang sama: memberikan pelajaran tentang berbagai ujian (fitnah) dalam kehidupan dan cara menghadapinya dengan iman dan ketakwaan.

Ilustrasi dua kebun subur dengan buah-buahan, menggambarkan kisah dua pemilik kebun.

1. Kisah Pemilik Dua Kebun (Fitnah Harta)

Kisah ini menceritakan tentang dua orang lelaki, salah satunya diberi kekayaan melimpah berupa dua kebun anggur yang indah dan subur, sementara yang lain adalah seorang fakir yang beriman. Pemilik kebun yang kaya raya menjadi sombong dan kufur nikmat. Ia mengira hartanya tidak akan pernah binasa dan bahkan meragukan Hari Kiamat. Dengan angkuhnya ia berkata:

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Kahfi ayat 35-36:

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦ أَبَدًا

"Wa dakhala jannatahu wa huwa ẓālimul li nafsihī qāla mā aẓunnu an tabīda hāżihī abadā."

Artinya:

Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,"

وَمَآ أَظُنُّ السَّاعَةَ قَآئِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّى لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنقَلَبًا

"Wa mā aẓunnus-sā'ata qā`imataw wa la`ir rudittu ilā rabbī la`ajidanna khairam minhā munqalabā."

Artinya:

dan aku kira hari Kiamat itu tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari itu.”

Temannya yang miskin berusaha menasihatinya, mengingatkannya tentang kekuasaan Allah dan akhirat. Namun, nasihat itu ditolak mentah-mentah. Akhirnya, Allah menimpakan azab kepada kebun itu, menghancurkannya hingga tiada tersisa apa pun. Lelaki sombong itu pun menyesalinya, namun penyesalan di kala itu sudah terlambat. Pelajaran dari kisah ini adalah tentang fitnah harta dan pentingnya bersyukur, rendah hati, dan tidak melupakan akhirat ketika diberi kekayaan.

2. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir (Fitnah Ilmu)

Kisah ini menceritakan perjalanan Nabi Musa AS untuk mencari ilmu dari seorang hamba Allah yang saleh, yaitu Nabi Khidir AS. Nabi Musa diperintahkan untuk sabar dan tidak banyak bertanya selama perjalanan. Namun, Nabi Musa, dengan pengetahuannya yang terbatas dan cara pandang manusiawi, tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya atas tiga tindakan Nabi Khidir yang tampak tidak masuk akal dan bahkan salah secara lahiriah:

  1. Melubangi kapal milik orang-orang miskin.
  2. Membunuh seorang anak muda.
  3. Mendirikan kembali dinding yang hampir roboh di sebuah negeri yang penduduknya kikir.

Setiap kali Nabi Musa bertanya, Nabi Khidir mengingatkan janjinya untuk bersabar. Pada akhirnya, Nabi Khidir menjelaskan hikmah di balik setiap tindakannya. Melubangi kapal agar tidak diambil oleh raja zalim yang suka merampas kapal yang baik. Membunuh anak muda karena anak itu akan menjadi kafir dan menyengsarakan kedua orang tuanya yang beriman. Mendirikan dinding karena di bawahnya terdapat harta karun milik dua anak yatim yang harus dilindungi hingga mereka dewasa, dan ayah mereka adalah orang yang saleh.

Pelajaran dari kisah ini adalah tentang fitnah ilmu. Bahwa pengetahuan manusia itu terbatas, dan ada ilmu-ilmu gaib serta hikmah di balik kejadian yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Kisah ini mengajarkan kesabaran, kerendahan hati dalam menuntut ilmu, dan pengakuan bahwa Allah adalah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.

Ilustrasi gua dengan jam besar di pintu masuknya, melambangkan perjalanan waktu Ashabul Kahfi.

3. Kisah Zulkarnain (Fitnah Kekuasaan)

Kisah terakhir menceritakan tentang seorang raja yang saleh dan berkuasa, Zulkarnain. Allah memberinya kekuatan dan kekuasaan untuk melakukan perjalanan ke ujung timur dan barat bumi. Ia menaklukkan berbagai wilayah, menegakkan keadilan, dan membantu kaum yang tertindas. Di salah satu perjalanannya, ia bertemu dengan kaum yang mengeluh tentang kerusakan yang ditimbulkan oleh Ya'juj dan Ma'juj, dan meminta Zulkarnain untuk membangun dinding pembatas.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Kahfi ayat 95:

قَالَ مَا مَكَّنِّى فِيهِ رَبِّى خَيْرٌ فَأَعِينُونِى بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَـهُمْ رَدْمًا

"Qāla mā makkanī fīhi rabbī khayrun fa a'īnūnī bi quwwatin aj'al baynakum wa baynahum radmā."

Artinya:

Dia (Zulkarnain) berkata, “Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada harta kalian), maka bantulah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka.”

Zulkarnain kemudian membangun dinding raksasa dari besi dan tembaga, yang hingga kini belum diketahui lokasinya. Yang terpenting dari kisah ini adalah bagaimana Zulkarnain, meskipun memiliki kekuasaan dan kekuatan yang tak terbatas, senantiasa bersyukur kepada Allah dan mengakui bahwa semua kekuasaannya berasal dari-Nya. Ia tidak sombong dan tidak mengklaim kehebatan itu sebagai miliknya.

Pelajaran dari kisah ini adalah tentang fitnah kekuasaan. Bagaimana seorang pemimpin harus menggunakan kekuasaannya untuk menegakkan keadilan, membantu yang lemah, dan senantiasa tunduk kepada perintah Allah, serta menyadari bahwa kekuasaan hanyalah amanah dan ujian dari-Nya.

Benang Merah Empat Kisah: Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

Keempat kisah dalam Surah Al-Kahfi ini, termasuk Ashabul Kahfi, merupakan persiapan mental dan spiritual bagi umat Muslim untuk menghadapi berbagai fitnah (ujian) kehidupan, terutama di akhir zaman. Para ulama sering menghubungkan empat kisah ini dengan empat fitnah besar yang disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW sebagai ujian menjelang hari kiamat dan kemunculan Dajjal:

  1. Fitnah Agama (Ad-Din): Diwakili oleh kisah Ashabul Kahfi. Mereka melarikan diri dari penguasa yang memaksa mereka murtad, menunjukkan pentingnya mempertahankan akidah dan iman di tengah ancaman.
  2. Fitnah Harta (Ad-Dunya): Diwakili oleh kisah Pemilik Dua Kebun. Kisah ini mengajarkan bahaya kesombongan, kufur nikmat, dan ketergantungan pada harta duniawi yang fana.
  3. Fitnah Ilmu (Al-Ilm): Diwakili oleh kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir. Menunjukkan bahwa ilmu manusia terbatas, dan pentingnya kesabaran serta kerendahan hati dalam mencari dan menerima hikmah dari Allah.
  4. Fitnah Kekuasaan (Al-Mulk): Diwakili oleh kisah Zulkarnain. Mengajarkan bagaimana seorang pemimpin harus menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan, keadilan, dan tidak sombong, serta mengakui bahwa semua kekuasaan adalah milik Allah.

Kisah-kisah ini, ketika direnungkan secara mendalam, memberikan bekal spiritual yang kuat untuk menghadapi berbagai godaan dan tantangan hidup, terutama fitnah Dajjal yang akan membawa empat fitnah di atas secara ekstrem. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk membaca Surah Al-Kahfi setiap hari Jumat.

Hikmah dan Pelajaran dari Al-Kahfi Ayat 25 dan Keseluruhan Kisah Ashabul Kahfi

Ayat 25 Surah Al-Kahfi, bersama dengan keseluruhan kisah Ashabul Kahfi, menyimpan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Islam. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Kekuasaan dan Pengetahuan Allah yang Mutlak

Ayat ini secara eksplisit menyebutkan durasi tidur mereka: 309 tahun. Ini adalah bukti nyata bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang gaib. Manusia mungkin berdebat tentang berapa lama mereka tidur, tetapi Allah memberikan jawaban yang pasti. Tidur selama berabad-abad tanpa kerusakan tubuh adalah mukjizat yang hanya mungkin terjadi atas kehendak Allah. Ini menunjukkan kekuasaan-Nya yang tak terbatas atas alam semesta, termasuk waktu dan kehidupan.

Pelajaran penting di sini adalah untuk senantiasa bersandar hanya kepada Allah SWT, mengakui bahwa pengetahuan kita sangat terbatas, dan segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah dalam genggaman dan pengetahuan-Nya.

2. Pembuktian Hari Kebangkitan (Ba'ats)

Salah satu tujuan utama kisah Ashabul Kahfi adalah untuk menunjukkan kemampuan Allah dalam menghidupkan kembali makhluk setelah kematian. Pada zaman itu, banyak orang yang meragukan atau mengingkari adanya hari kebangkitan. Allah menghadirkan kisah ini sebagai bukti konkret. Pemuda-pemuda yang tidur selama 309 tahun dan kemudian terbangun seolah baru tertidur sebentar adalah analogi yang sempurna untuk kebangkitan di hari kiamat. Sama seperti mereka dibangunkan dari "tidur panjang", manusia pun akan dibangkitkan dari kematian mereka pada hari penghisaban.

3. Pentingnya Mempertahankan Keimanan

Para pemuda Ashabul Kahfi rela meninggalkan segala kemewahan dunia, keluarga, dan kampung halaman demi mempertahankan akidah tauhid mereka. Mereka memilih keselamatan iman daripada kehidupan yang nyaman tetapi penuh dengan kemusyrikan. Kisah ini mengajarkan kita tentang prioritas tertinggi dalam hidup seorang Muslim: iman kepada Allah SWT. Betapa pun beratnya cobaan, keimanan harus dipertahankan dengan sekuat tenaga.

4. Tawakal dan Doa kepada Allah

Ketika para pemuda itu memutuskan untuk melarikan diri, mereka tidak memiliki rencana pasti selain berlindung kepada Allah. Doa mereka: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)," menunjukkan tawakal penuh dan keyakinan bahwa Allah akan membimbing mereka. Allah pun mengabulkan doa mereka dengan cara yang tidak terduga, yaitu dengan menidurkan mereka dalam gua selama berabad-abad dan melindungi mereka dari musuh.

Hal ini mengajarkan kita bahwa ketika menghadapi kesulitan atau keputusan besar, setelah berusaha semaksimal mungkin, kita harus menyerahkan segala urusan kepada Allah dan memperbanyak doa.

5. Perlindungan Allah bagi Hamba-Nya yang Saleh

Kisah ini adalah contoh nyata bagaimana Allah melindungi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Allah tidak hanya menidurkan mereka, tetapi juga melindungi tubuh mereka dari kerusakan, mengatur posisi matahari, dan bahkan menyediakan anjing penjaga. Ini adalah janji Allah bagi siapa saja yang berpegang teguh pada agama-Nya.

6. Tanda-tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta

Fenomena tidur panjang Ashabul Kahfi, pergerakan matahari, anjing yang menjaga, dan perubahan zaman tanpa mereka sadari, semuanya adalah ayat-ayat (tanda-tanda) kebesaran Allah. Ini seharusnya mendorong kita untuk merenungi alam sekitar dan melihat setiap kejadian sebagai manifestasi kekuasaan dan kebijaksanaan Ilahi.

7. Hikmah di Balik Ujian

Hidup ini penuh dengan ujian. Ashabul Kahfi diuji dengan keimanan mereka, dan mereka lulus dengan gemilang. Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap ujian memiliki hikmah di baliknya. Terkadang, kita tidak memahami mengapa suatu musibah atau kesulitan menimpa kita, tetapi dengan kesabaran dan tawakal, Allah akan menunjukkan jalan keluar dan hikmah di balik itu.

8. Kesempurnaan Al-Qur'an sebagai Petunjuk

Fakta bahwa Al-Qur'an memberikan detail yang akurat tentang durasi tidur mereka (309 tahun) adalah bukti kemukjizatan Al-Qur'an dan kebenarannya sebagai wahyu dari Allah. Ini adalah informasi yang tidak mungkin diketahui oleh Nabi Muhammad SAW melalui sumber-sumber manusia biasa pada zamannya.

Ilustrasi pohon dengan akar yang kuat dan cabang yang menjulang, melambangkan pertumbuhan ilmu dan hikmah.

Penerapan Kisah Ashabul Kahfi dalam Kehidupan Modern

Meskipun kisah Ashabul Kahfi terjadi ribuan tahun yang lalu, pelajaran di dalamnya tetap relevan dan bisa diterapkan dalam kehidupan kita saat ini. Bagaimana kisah ini membentuk pola pikir dan tindakan kita?

1. Keteguhan Iman di Tengah Godaan

Di era modern, godaan terhadap iman tidak datang dalam bentuk raja zalim yang memaksa menyembah berhala, melainkan dalam bentuk ideologi-ideologi sekular, materialisme, hedonisme, dan gaya hidup yang jauh dari nilai-nilai agama. Kisah Ashabul Kahfi mengingatkan kita untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam, bahkan jika kita harus berbeda dari mayoritas. Mempertahankan identitas Muslim di tengah arus yang berlawanan adalah bentuk "hijrah" modern.

2. Bersikap Waspada Terhadap Fitnah Dunia

Kita hidup di zaman informasi yang serba cepat, di mana fitnah dan hoaks mudah tersebar. Kisah Ashabul Kahfi mengajarkan kita untuk waspada, tidak mudah terpengaruh, dan selalu merujuk pada kebenaran dari Al-Qur'an dan Sunnah. Selain itu, kisah dua kebun mengajarkan kita untuk tidak silau dengan harta dan kekayaan, melainkan menggunakannya di jalan Allah dan tidak lupa akan tujuan akhirat.

3. Kerendahan Hati dalam Ilmu dan Pengetahuan

Era digital memberikan akses ilmu yang tak terbatas, namun juga memunculkan bahaya kesombongan ilmu. Kisah Nabi Musa dan Khidir mengajarkan kita bahwa di atas setiap orang yang berilmu, ada yang lebih berilmu, dan ilmu Allah itu tak terhingga. Ini mendorong kita untuk selalu rendah hati, terus belajar, dan menyadari keterbatasan akal kita.

4. Penggunaan Kekuasaan dan Pengaruh dengan Bijak

Tidak semua dari kita adalah raja atau pemimpin negara, tetapi setiap orang memiliki tingkat kekuasaan atau pengaruh tertentu, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun komunitas. Kisah Zulkarnain memberikan teladan bagaimana menggunakan kekuasaan, sekecil apa pun, untuk kebaikan, keadilan, dan membantu sesama, bukan untuk kesombongan atau penindasan.

5. Optimisme dan Harapan kepada Allah

Para pemuda Ashabul Kahfi, di tengah ancaman kematian, memilih untuk lari dan berlindung kepada Allah. Mereka tidak putus asa. Ini mengajarkan kita untuk senantiasa optimis dan memiliki harapan besar kepada pertolongan Allah, tidak peduli seberapa berat situasi yang kita hadapi.

6. Pentingnya Lingkungan yang Baik (Hijrah Sosial)

Pilihan para pemuda untuk meninggalkan kota yang zalim menunjukkan pentingnya mencari lingkungan yang mendukung keimanan. Jika lingkungan sekitar kita membawa dampak negatif pada spiritualitas kita, terkadang "hijrah" atau berpindah ke lingkungan yang lebih baik menjadi sebuah keharusan demi menjaga iman dan ketakwaan.

Penutup

Surah Al-Kahfi ayat 25 dan seluruh kisah Ashabul Kahfi adalah permata berharga dalam Al-Qur'an yang mengajarkan kita tentang keimanan, tawakal, kekuatan Allah, dan pentingnya mempersiapkan diri menghadapi berbagai fitnah kehidupan. Kisah ini adalah pengingat abadi bahwa kekuasaan Allah tak terbatas, pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan pertolongan-Nya akan selalu datang kepada hamba-hamba-Nya yang teguh dalam iman.

Marilah kita merenungi dan mengambil pelajaran dari kisah ini, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar kita senantiasa berada dalam lindungan dan petunjuk Allah SWT, terutama di tengah arus deras tantangan zaman.

🏠 Homepage