Kajian Lengkap Surah Al-Kahfi

Penjelasan Mendalam Ayat 1 Sampai 110: Hikmah, Pelajaran, dan Inspirasi untuk Kehidupan Modern

Pengantar Surah Al-Kahfi

Surah Al-Kahfi adalah surah ke-18 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 110 ayat, dan termasuk golongan surah Makkiyah. Nama "Al-Kahfi" berarti "Gua", yang diambil dari kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang luar biasa, salah satu dari empat kisah utama yang menjadi inti surah ini. Surah ini sering dibaca pada hari Jumat karena keutamaannya yang besar, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad ﷺ, yang menjanjikan cahaya atau perlindungan dari fitnah Dajjal.

Icon: Lampu Pengetahuan

Keutamaan Surah Al-Kahfi

Banyak hadis yang menjelaskan keutamaan membaca Surah Al-Kahfi, terutama pada hari Jumat. Salah satu riwayat yang paling terkenal adalah dari Rasulullah ﷺ: "Barangsiapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, niscaya ia akan diterangi cahaya antara dua Jumat." (HR. An-Nasa'i, Al-Baihaqi). Keutamaan lain adalah perlindungan dari fitnah Dajjal, makhluk pembawa fitnah terbesar di akhir zaman. Membaca sepuluh ayat pertama atau sepuluh ayat terakhir surah ini dipercaya dapat melindungi seseorang dari fitnah Dajjal.

Keutamaan ini menunjukkan betapa pentingnya surah Al-Kahfi, tidak hanya sebagai bacaan ibadah tetapi juga sebagai sumber petunjuk dan perlindungan spiritual bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman. Kisah-kisah di dalamnya menjadi cermin bagi kehidupan manusia, mengajarkan tentang ujian keimanan, kekayaan, ilmu, dan kekuasaan.

Empat Kisah Utama dalam Al-Kahfi

Surah Al-Kahfi dikenal karena memuat empat kisah sentral yang saling terkait dengan tema-tema ujian (fitnah) yang akan dihadapi manusia:

  1. Kisah Ashabul Kahfi (Para Pemuda Penghuni Gua): Kisah tentang sekelompok pemuda beriman yang melarikan diri dari penganiayaan raja zalim dan ditidurkan Allah di dalam gua selama berabad-abad. Ini adalah ujian terhadap iman (agama).
  2. Kisah Dua Pemilik Kebun: Kisah tentang seorang kaya raya yang sombong dengan harta bendanya dan seorang miskin yang bertawakal kepada Allah. Ini adalah ujian terhadap kekayaan (harta).
  3. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir: Kisah perjalanan Nabi Musa dalam mencari ilmu dan kesabarannya menghadapi perbuatan Nabi Khidir yang tampaknya tidak logis. Ini adalah ujian terhadap ilmu (pengetahuan).
  4. Kisah Dzulqarnain: Kisah tentang seorang raja yang adil dan perkasa yang berkeliling dunia, membangun benteng untuk melindungi kaum lemah dari gangguan Ya'juj dan Ma'juj. Ini adalah ujian terhadap kekuasaan (jabatan).

Selain empat kisah ini, surah Al-Kahfi juga menyajikan gambaran tentang hari kiamat, hakikat kehidupan dunia, dan perumpamaan yang mendalam tentang kemuliaan Al-Qur'an.

Icon: Kitab Suci

Tafsir Ayat per Ayat: Surah Al-Kahfi (1-110)

Ayat 1-8: Puji Syukur dan Tujuan Al-Qur'an

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيٓ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا ۜ

Al-ḥamdu lillāhillażī anzala ‘alā ‘abdihil-kitāba wa lam yaj‘al lahū ‘iwajā(n).

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok sedikit pun.

قَيِّمًا لِّيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيْدًا مِّنْ لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا حَسَنًا ۙ

Qayyimal liyunżira ba'san syadīdam mil ladunhu wa yubasysyiral-mu'minīnallażīna ya‘malūnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā(n).

Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan (manusia) akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan menggembirakan orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.

مَّاكِثِيْنَ فِيْهِ اَبَدًا ۙ

Mākiṡīna fīhi abadā(n).

Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.

وَّيُنْذِرَ الَّذِيْنَ قَالُوا اتَّخَذَ اللّٰهُ وَلَدًا ۖ

Wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā(n).

Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."

مَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ وَّلَا لِاٰبَاۤىِٕهِمْ ۗ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْ ۗ اِنْ يَّقُوْلُوْنَ اِلَّا كَذِبًا

Mā lahum bihī min ‘ilmiw wa lā li'ābā'ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, in yaqūlūna illā każibā(n).

Mereka sama sekali tidak mempunyai ilmu tentang itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan kecuali dusta.

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا

Fa la‘allaka bākhi‘un nafsaka ‘alā āṡārihim in lam yu'minū bihāżal-ḥadīṡi asafā(n).

Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati mengikuti jejak mereka, jika mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).

اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا

Innā ja‘alnā mā ‘alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu ‘amalā(n).

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.

وَاِنَّا لَجٰعِلُوْنَ مَا عَلَيْهَا صَعِيْدًا جُرُزًا

Wa innā lajā‘ilūna mā ‘alaihā ṣa‘īdan juruzā(n).

Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya sebagai tanah yang tandus lagi kering.

Penjelasan dan Pelajaran

Ayat-ayat pembuka Surah Al-Kahfi ini dimulai dengan pujian kepada Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur'an kepada hamba-Nya, Nabi Muhammad ﷺ. Al-Qur'an digambarkan sebagai kitab yang "tidak bengkok sedikit pun," menunjukkan kesempurnaan, kejelasan, dan kebenarannya yang mutlak. Ia adalah petunjuk yang lurus (qayyiman) bagi umat manusia.

Tujuan utama Al-Qur'an adalah dua: memberi peringatan akan azab yang pedih dari Allah bagi mereka yang ingkar, dan memberi kabar gembira bagi orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang baik, yaitu surga, tempat mereka kekal selama-lamanya.

Ayat 4-5 secara khusus menyoroti salah satu bentuk kekufuran terbesar: klaim bahwa Allah memiliki anak. Ini adalah peringatan keras bagi orang-orang Yahudi, Nasrani, dan musyrikin Makkah yang meyakini demikian. Allah menegaskan bahwa mereka tidak memiliki dasar ilmu sedikit pun atas klaim tersebut, dan bahwa perkataan tersebut adalah dusta besar yang sangat keji di sisi-Nya.

Kemudian, Allah menghibur Nabi Muhammad ﷺ (ayat 6) yang merasa sangat sedih dan khawatir melihat penolakan kaumnya terhadap risalah. Allah mengingatkan bahwa tugas Nabi hanyalah menyampaikan, bukan memaksa iman ke dalam hati manusia. Kesusahan Nabi atas ketidakimanan kaumnya ini menunjukkan betapa besar rasa cintanya kepada umat dan betapa besar keinginannya agar mereka mendapatkan petunjuk.

Ayat 7 dan 8 memberikan gambaran tentang hakikat kehidupan dunia. Allah menciptakan segala sesuatu di bumi sebagai "perhiasan" untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya. Ini adalah pengingat bahwa kemewahan dan keindahan dunia adalah sementara dan merupakan alat uji. Setelah ujian ini selesai, segala perhiasan itu akan Kami jadikan tanah yang tandus dan kering, menunjukkan bahwa dunia ini fana dan tidak kekal. Pelajaran penting dari ayat-ayat ini adalah fokus pada amal saleh dan keimanan yang lurus, bukan pada gemerlap dunia yang menipu.

Ayat 9-26: Kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua)

اَمْ حَسِبْتَ اَنَّ اَصْحٰبَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيْمِ كَانُوْا مِنْ اٰيٰتِنَا عَجَبًا

Am ḥasibta anna aṣḥābal-kahfi war-raqīmi kānū min āyātinā ‘ajabā(n).

Apakah engkau mengira bahwa sesungguhnya penghuni gua dan (lembaran-lembaran) Ar-Raqīm itu, termasuk di antara tanda-tanda kebesaran Kami yang menakjubkan?

وَكَذٰلِكَ بَعَثْنٰهُمْ لِيَتَسَاۤءَلُوْا بَيْنَهُمْ ۗ قَالَ قَاۤىِٕلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۗ قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۗ قَالُوْا رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَا بْعَثُوْٓا اَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهٖٓ اِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ اَيُّهَآ اَزْكٰى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ اَحَدًا

Wa każālika ba‘aṡnāhum liyatāsa'alū bainahum. Qāla qā'ilum minhum kam labiṡtum? Qālū labiṡnā yauman au ba‘ḍa yaum(in). Qālū rabbukum a‘lamu bimā labiṡtum. Fa b‘aṡū aḥadakum biwariqikum hāżihī ilal-madīnati falyanẓur ayyuhā azkā ṭa‘āman falya'tikum birizqim minhu walyatalaṭṭaf wa lā yusy‘iranna bikum aḥadā(n).

Demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, "Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Mereka (yang lain) berkata, "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat makanan mana yang lebih baik, lalu membawakan sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.

قُلِ اللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوْا ۗ لَهٗ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ اَبْصِرْ بِهٖ وَاَسْمِعْ ۗ مَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا يُشْرِكُ فِيْ حُكْمِهٖٓ اَحَدًا

Qulillāhu a‘lamu bimā labiṡū. Lahū gaibus-samāwāti wal-arḍi. Abṣir bihī wa asmi‘. Mā lahum min dūnihī min waliyyiw wa lā yusyriku fī ḥukmihī aḥadā(n).

Katakanlah (Muhammad), "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di sana); milik-Nya semua yang gaib di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu dalam menetapkan keputusan."

Penjelasan dan Pelajaran

Icon: Gua

Kisah Ashabul Kahfi adalah inti dari Surah Al-Kahfi, sebuah mukjizat yang menakjubkan dan pelajaran tentang keimanan yang kokoh. Kisah ini dimulai dengan pertanyaan retoris, apakah kisah mereka itu menakjubkan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah yang lain? Tentu tidak, karena semua ciptaan-Nya adalah tanda kebesaran-Nya.

Sekelompok pemuda beriman hidup di tengah masyarakat yang menyembah berhala dan dipimpin oleh raja yang zalim. Mereka menyadari kesesatan kaumnya dan, didorong oleh iman yang kuat, memutuskan untuk menarik diri dari lingkungan tersebut demi menjaga akidah mereka. Mereka berdoa kepada Allah, "Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini." (ayat 10). Doa ini menjadi landasan bagi mereka untuk mencari perlindungan di gua, tempat Allah menidurkan mereka selama 309 tahun.

Selama di gua, Allah menjaga mereka dengan sempurna. Matahari tidak menyinari mereka secara langsung, tubuh mereka dibolak-balikkan, dan anjing mereka menjaga di ambang gua. Ini semua adalah bukti kekuasaan Allah yang mutlak, yang mampu melakukan segala sesuatu di luar nalar manusia.

Ketika mereka terbangun, mereka mengira hanya tertidur sehari atau setengah hari. Ini menunjukkan bagaimana waktu berlalu tanpa terasa bagi mereka yang berada di bawah kekuasaan Allah. Kebingungan mereka tentang durasi tidur dan keputusan untuk mengirim salah satu dari mereka ke kota untuk membeli makanan adalah detail yang realistis dan manusiawi. Mereka tetap berhati-hati agar identitas mereka tidak terungkap, karena takut akan penganiayaan.

Pelajaran-pelajaran dari kisah ini sangat banyak:

  1. Keteguhan Iman: Para pemuda Ashabul Kahfi menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa di hadapan tekanan sosial dan kekuasaan zalim. Mereka rela meninggalkan kenyamanan hidup demi mempertahankan tauhid.
  2. Kekuasaan Allah: Kisah tidur selama berabad-abad dan kebangkitan mereka adalah mukjizat besar yang menegaskan kekuasaan Allah atas segala sesuatu, termasuk hidup dan mati, serta waktu. Ini juga menjadi bukti kebenaran hari kebangkitan.
  3. Perlindungan Allah bagi Hamba-Nya: Allah senantiasa melindungi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertawakal, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
  4. Keadilan Ilahi: Allah tidak akan membiarkan kebatilan terus merajalela. Pada akhirnya, kebenaran akan terungkap dan Allah akan menampakkan kekuasaan-Nya.
  5. Sifat Dunia yang Fana: Kehidupan dan kekuasaan duniawi adalah sementara. Raja yang zalim telah tiada, tetapi keimanan para pemuda tetap hidup dalam sejarah.
  6. Pentingnya Doa: Doa para pemuda di awal kisah menunjukkan ketergantungan penuh mereka kepada Allah, yang kemudian dikabulkan dengan cara yang luar biasa.
  7. Ilmu yang Hakiki Milik Allah: Perdebatan tentang berapa lama mereka tidur diakhiri dengan penegasan bahwa hanya Allah yang mengetahui hal gaib. Manusia harus mengakui keterbatasan ilmunya.

Kisah ini juga merupakan respons terhadap pertanyaan orang-orang musyrik Makkah (yang terinspirasi oleh orang Yahudi) tentang kisah-kisah kuno. Dengan menceritakan kisah ini, Al-Qur'an membuktikan keotentikannya sebagai wahyu dari Allah.

Ayat 27-31: Tegas pada Kebenaran, Sabar dengan Kaum Miskin

وَاتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۗ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِهٖ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُوْنِهٖ مُلْتَحَدًا

Watlu mā ūḥiya ilaika min kitābi rabbik(a), lā mubaddila likalimātihī wa lan tajida min dūnihī multaḥadā(n).

Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan menemukan tempat berlindung selain Dia.

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اِنَّا لَا نُضِيْعُ اَجْرَ مَنْ اَحْسَنَ عَمَلًا

Innallażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti innā lā nuḍī‘u ajra man aḥsana ‘amalā(n).

Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.

اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْاَنْهٰرُ يُحَلَّوْنَ فِيْهَا مِنْ اَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَّيَلْبَسُوْنَ ثِيَابًا خُضْرًا مِّنْ سُنْدُسٍ وَّاِسْتَبْرَقٍ مُّتَّكِـِٕيْنَ فِيْهَا عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِۗ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

Ulā'ika lahum jannātu ‘adnin tajrī min taḥtihimul-anhāru yuḥallauuna fīhā min asāwira min żahabiw wa yalbastūna ṡiyāban khuḍram min sundusiw wa istabraqim muttaki'īna fīhā ‘alal-arā'ik(i), ni‘maṡ-ṡawābu wa ḥasunat murtafaqā(n).

Mereka itulah yang memperoleh surga Adn, mengalir di bawahnya sungai-sungai; di dalam (surga) itu mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah) sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah.

Penjelasan dan Pelajaran

Setelah kisah Ashabul Kahfi, ayat-ayat ini mengembalikan fokus kepada Nabi Muhammad ﷺ dan kewajiban utama beliau: membaca dan menyampaikan wahyu Allah (Al-Qur'an). Penekanan diberikan pada sifat Al-Qur'an yang tidak dapat diubah (lā mubaddila likalimātihī) dan bahwa tidak ada tempat berlindung selain Allah. Ini menegaskan bahwa sumber kebenaran hanyalah dari Allah dan tidak ada yang mampu mengubah kebenaran-Nya.

Kemudian, Allah memerintahkan Nabi ﷺ untuk bersabar dan senantiasa bersama orang-orang yang beriman, yang senantiasa berdoa kepada Tuhan mereka di pagi dan petang, mengharapkan keridaan-Nya (ayat 28). Perintah ini turun ketika para pembesar Quraisy meminta Nabi untuk mengusir kaum fakir miskin di majelisnya agar mereka mau duduk bersama Nabi. Allah melarang hal itu, menekankan bahwa nilai seseorang di sisi Allah bukanlah karena kekayaan atau kedudukannya, melainkan karena keimanan dan ketakwaannya.

Pentingnya kesabaran bersama orang-orang fakir miskin yang ikhlas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang egaliter, tidak memandang status sosial dalam mendekatkan diri kepada Allah. Perintah ini juga menuntut Nabi dan umatnya untuk tidak mengalihkan pandangan dari kaum fakir miskin demi mengejar gemerlap kehidupan dunia. Ini adalah ujian terhadap hati dan prioritas.

Ayat 29 menegaskan kebenaran dari Allah. Siapa pun yang ingin beriman, silakan beriman; siapa pun yang ingin kafir, silakan kafir. Namun, Allah mengancam orang-orang zalim (yang memilih kekafiran) dengan neraka yang apinya meliputi mereka. Minuman mereka adalah air seperti cairan tembaga panas yang menghanguskan wajah. Sebaliknya, bagi orang-orang beriman dan beramal saleh, Allah menjanjikan pahala terbaik: surga Adn yang indah, lengkap dengan perhiasan emas dan pakaian sutra, sebagai tempat istirahat yang nyaman dan kekal. Kontras antara balasan bagi orang kafir dan mukmin sangat tajam, mendorong manusia untuk memilih jalan kebenaran dan kesabaran.

Ayat 32-44: Kisah Dua Pemilik Kebun

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلًا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِاَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ اَعْنَابٍ وَّحَفَفْنٰهُمَا بِنَخْلٍ وَّجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا

Waḍrib lahum maṡalar rajulaini ja‘alnā li'aḥadihimā jannataini min a‘nābiw wa ḥafafnāhumā binakhliw wa ja‘alnā bainahumā zar‘ā(n).

Dan berikanlah (Muhammad) kepada mereka perumpamaan dua orang laki-laki, yang seorang (kafir) Kami beri dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi keduanya dengan pohon-pohon kurma, di antara keduanya (kebun itu) Kami buatkan ladang.

هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلّٰهِ الْحَقِّ ۗ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ عُقْبًا

Hunālikal-walāyatu lillāhil-ḥaqq(i), huwa khairun ṡawābaw wa khairun ‘uqbā(n).

Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah Yang Mahabenar. Dia sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.

Penjelasan dan Pelajaran

Icon: Kebun dan Harta

Kisah dua pemilik kebun adalah perumpamaan yang kuat tentang fitnah kekayaan dan akibat dari kesombongan serta kekufuran. Allah mengilustrasikan dua orang laki-laki: yang satu diberi dua kebun anggur yang subur, dikelilingi kurma, dan dialiri sungai, menunjukkan kemakmuran yang luar biasa. Sementara itu, temannya adalah seorang yang miskin tetapi beriman.

Si kaya, karena kekayaannya, menjadi sombong dan berkata kepada temannya, "Aku lebih banyak hartanya daripadamu dan lebih kuat pengikutku." Ia bahkan berprasangka bahwa kebunnya tidak akan pernah binasa dan mengingkari Hari Kiamat. Ini adalah contoh nyata kekufuran nikmat dan keangkuhan yang melalaikan dari mengingat Allah.

Temannya yang miskin tetapi beriman memberikan nasihat yang bijak. Ia mengingatkan si kaya akan asal-usulnya dari tanah dan air mani, dan bahwa Allah-lah yang memberinya nikmat. Ia menasihati agar si kaya bersyukur dan tidak menganggap enteng kekuasaan Allah. Ia bahkan mengingatkan tentang kemungkinan Allah menghancurkan kebunnya sebagai balasan atas kekufurannya.

Akhirnya, ancaman itu menjadi kenyataan. Kebun-kebun si kaya hancur lebur, rata dengan tanah, dan ia menyesali perbuatannya, "Aduhai, kiranya (dulu) aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." Namun, penyesalan itu datang terlambat. Dia tidak memiliki penolong selain Allah, dan tidak ada yang dapat menolongnya dari azab Allah.

Pelajaran-pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Ujian Kekayaan: Kekayaan adalah ujian. Ia bisa menjadi nikmat jika digunakan untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi bisa menjadi musibah jika menyebabkan kesombongan, kekufuran, dan kelalaian.
  2. Bahaya Kesombongan dan Kekufuran Nikmat: Menganggap segala keberhasilan berasal dari diri sendiri, tanpa mengakui karunia Allah, adalah akar dari kesombongan dan kekufuran. Ini akan berujung pada kehancuran.
  3. Pentingnya Tawakal: Orang yang beriman, meskipun miskin, memiliki ketenangan hati karena bertawakal kepada Allah. Ia memahami bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan bahwa kekayaan sejati adalah iman dan takwa.
  4. Kebenaran Hari Akhir: Kisah ini juga menyiratkan kebenaran Hari Kiamat dan balasan yang adil dari Allah. Kekayaan dunia tidak akan menyelamatkan seseorang dari hisab Allah.
  5. Harta Bukan Ukuran Kemuliaan: Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah bukan ditentukan oleh harta atau kekuasaan, melainkan oleh iman dan takwanya.
  6. Penyesalan yang Terlambat: Kisah ini menjadi peringatan bahwa penyesalan di dunia ini harus segera dilakukan sebelum azab Allah datang. Penyesalan setelah kehancuran tidak akan berguna.

Ayat terakhir bagian ini (44) menyimpulkan bahwa pertolongan sejati hanya datang dari Allah Yang Maha Benar. Dialah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan, menegaskan bahwa kekuasaan mutlak dan segala pertolongan hanya ada di tangan-Nya.

Ayat 45-49: Perumpamaan Kehidupan Dunia dan Hari Kiamat

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا كَمَاۤءٍ اَنْزَلْنٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ فَاخْتَلَطَ بِهٖ نَبَاتُ الْاَرْضِ فَاَصْبَحَ هَشِيْمًا تَذْرُوْهُ الرِّيٰحُ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا

Waḍrib lahum maṡalal-ḥayātiddunyā kamā'in anzalnāhu minas-samā'i fakhtalaṭa bihī nabātul-arḍi fa'aṣbaḥa hasyīman tażrūhur-riyāḥ(u), wa kānallāhu ‘alā kulli syai'im muqtadirā(n).

Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

وَوُضِعَ الْكِتٰبُ فَتَرَى الْمُجْرِمِيْنَ مُشْفِقِيْنَ مِمَّا فِيْهِ وَيَقُوْلُوْنَ يٰوَيْلَتَنَا مَالِ هٰذَا الْكِتٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيْرَةً وَّلَا كَبِيْرَةً اِلَّآ اَحْصٰىهَا ۚ وَوَجَدُوْا مَا عَمِلُوْا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ اَحَدًا

Wa wuḍi‘al-kitābu fataral-mujrimīna musyfiqīna mimmā fīhi wa yaqūlūna yā wailatanā māli hāżal-kitābi lā yugādiru ṣagīrataw wa lā kabīratan illā aḥṣāhā, wa wajadū mā ‘amilū ḥāḍirā(n), wa lā yaẓlimu rabbuka aḥadā(n).

Dan diletakkanlah Kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa (yang tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, baik yang kecil maupun yang besar melainkan tercatat semuanya." Dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan tersimpan. Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.

Penjelasan dan Pelajaran

Ayat-ayat ini melanjutkan tema tentang kefanaan dunia dan urgensi mempersiapkan diri untuk akhirat, mengakhiri pembahasan perumpamaan kekayaan yang telah dibahas sebelumnya. Kehidupan dunia diumpamakan seperti air hujan yang turun dari langit, menyuburkan tanaman, kemudian tanaman itu menjadi kering dan hancur diterbangkan angin. Ini adalah metafora yang indah untuk menunjukkan betapa cepatnya kehidupan dunia berlalu, dari kemegahan menjadi kehancuran, dan bahwa segala kemegahan itu bersifat sementara. Allah menegaskan bahwa Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk mengakhiri dan membangkitkan kembali.

Kemudian, disebutkan bahwa harta dan anak-anak hanyalah perhiasan kehidupan dunia (ayat 46). Meskipun demikian, amal saleh yang kekal – seperti salat, sedekah, zikir, dan perbuatan baik lainnya – jauh lebih baik pahalanya di sisi Allah dan lebih baik untuk diharapkan di masa depan. Ini adalah penegasan kembali nilai-nilai yang sejati: bukan pada apa yang bersifat materi, melainkan pada apa yang bersifat spiritual dan abadi.

Puncak dari bagian ini adalah gambaran Hari Kiamat. Gunung-gunung akan dihancurkan dan bumi akan menjadi datar. Manusia akan dihimpun di hadapan Allah tanpa satu pun yang terlewatkan. Kemudian, "kitab" catatan amal akan diletakkan. Orang-orang berdosa akan melihatnya dengan ketakutan dan menyesal, karena tidak ada satu pun perbuatan, baik kecil maupun besar, yang tidak tercatat di dalamnya. Mereka akan mendapati semua yang telah mereka kerjakan hadir di hadapan mereka.

Pelajaran-pelajaran penting:

  1. Kefanaan Dunia: Dunia ini hanya sementara, seperti tanaman yang tumbuh subur lalu mengering. Jangan terlena dengan kemegahannya.
  2. Nilai Abadi Amal Saleh: Harta dan anak adalah perhiasan sementara, tetapi amal saleh adalah investasi abadi yang pahalanya kekal di sisi Allah.
  3. Kiamat dan Hisab: Hari Kiamat adalah kenyataan. Setiap jiwa akan dibangkitkan dan dihisab atas segala perbuatannya.
  4. Catatan Amal yang Sempurna: Tidak ada perbuatan, sekecil apa pun, yang luput dari catatan Allah. Ini menuntut kehati-hatian dalam setiap tindakan.
  5. Keadilan Mutlak Allah: Allah tidak akan menzalimi seorang pun. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya, tanpa dikurangi atau ditambahi.

Bagian ini berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kisah-kisah sebelumnya (yang semuanya tentang ujian di dunia) dengan realitas akhirat. Ini mengingatkan kita bahwa tujuan akhir kehidupan bukanlah mengumpulkan kekayaan atau kekuasaan, melainkan menyiapkan bekal amal saleh untuk kehidupan yang kekal.

Ayat 50-59: Pengingat tentang Iblis dan Manusia yang Suka Berdebat

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ اَفَتَتَّخِذُوْنَهٗ وَذُرِّيَّتَهٗٓ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِيْ وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۗ بِئْسَ لِلظّٰلِمِيْنَ بَدَلًا

Wa iż qulnā lil-malā'ikatisjudū li'ādama fa sajadū illā iblīs(a), kāna minal-jinni fafasaqa ‘an amri rabbihī, afatattakhiżūnahū wa żurriyyatahū auliyā'a min dūnī wa hum lakum ‘aduww(un), bi'sa liẓ-ẓālimīna badalā(n).

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu sebagai) pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.

وَتِلْكَ الْقُرٰىٓ اَهْلَكْنٰهُمْ لَمَّا ظَلَمُوْا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَّوْعِدًا

Wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamū wa ja‘alnā limahlikihim mau‘idā(n).

Dan penduduk negeri-negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu untuk kebinasaan mereka.

Penjelasan dan Pelajaran

Bagian ini berfungsi sebagai peringatan keras tentang bahaya mengikuti hawa nafsu dan bisikan setan, serta sifat dasar manusia yang suka membantah. Dimulai dengan pengingat kisah Iblis yang menolak sujud kepada Adam karena kesombongan, meskipun semua malaikat tunduk. Allah menjelaskan bahwa Iblis adalah dari golongan jin yang durhaka. Ayat ini mengecam manusia yang memilih menjadikan Iblis dan keturunannya sebagai pelindung, padahal mereka adalah musuh nyata manusia. Ini adalah pilihan yang sangat buruk bagi orang-orang zalim.

Kisah Iblis ini adalah landasan penting untuk memahami sumber utama fitnah dan kesesatan yang akan dihadapi manusia. Iblis adalah musuh yang nyata, yang senantiasa berusaha menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.

Kemudian, Allah menegaskan bahwa Dia tidak menghadirkan Iblis dan keturunannya untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi, maupun penciptaan diri mereka sendiri. Ini menekankan bahwa Iblis tidak memiliki peran atau kekuasaan dalam penciptaan, sehingga menjadikannya pelindung adalah kesesatan yang nyata.

Pada Hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan manusia dan musyrikin yang menyembah selain Allah. Mereka akan memanggil sekutu-sekutu mereka, tetapi para sekutu itu tidak akan menjawab dan bahkan akan menyalahkan mereka yang menyembah. Ini adalah gambaran kehampaan dan kekecewaan para musyrikin di akhirat.

Ayat 54 menyoroti sifat manusia yang suka membantah. Allah telah menjelaskan segala macam perumpamaan dalam Al-Qur'an, tetapi manusia seringkali mendebatnya. Ini adalah cerminan dari kesombongan dan keengganan untuk menerima kebenaran. Manusia di sini bisa berarti kaum musyrikin yang menolak Al-Qur'an dan berdebat dengan Nabi.

Ayat-ayat berikutnya menjelaskan mengapa manusia sering menolak iman. Itu karena mereka menunggu azab yang menimpa umat-umat terdahulu atau datangnya Hari Kiamat secara langsung. Mereka tidak mengambil pelajaran dari sejarah kehancuran kaum-kaum sebelumnya yang menzalimi diri sendiri. Allah menegaskan bahwa Dia tidak pernah menzalimi penduduk negeri, tetapi merekalah yang menzalimi diri sendiri, dan Allah telah menetapkan waktu bagi kebinasaan mereka.

Pelajaran-pelajaran penting:

  1. Iblis adalah Musuh Nyata: Jangan pernah menjadikan Iblis atau pengikutnya sebagai pelindung. Mereka adalah musuh yang jelas bagi manusia.
  2. Bahaya Kesombongan: Kesombongan Iblis menyebabkan kekafiran dan penolakannya terhadap perintah Allah. Ini adalah penyakit hati yang berbahaya.
  3. Keterbatasan Pengetahuan Manusia: Manusia tidak mengetahui hal gaib, termasuk penciptaan. Maka, tidak pantas baginya untuk menyembah selain Allah.
  4. Sifat Manusia yang Suka Berdebat: Manusia cenderung suka membantah dan menolak kebenaran, bahkan setelah bukti-bukti yang jelas ditunjukkan.
  5. Pelajaran dari Sejarah: Umat-umat terdahulu dihancurkan karena kezaliman mereka sendiri. Umat Islam harus mengambil pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Bagian ini adalah pengingat akan pentingnya ketaatan kepada Allah, menjauhi bisikan setan, dan menerima kebenaran yang disampaikan melalui Al-Qur'an tanpa perdebatan yang sia-sia.

Ayat 60-82: Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِفَتٰىهُ لَآ اَبْرَحُ حَتّٰٓى اَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ اَوْ اَمْضِيَ حُقُبًا

Wa iż qāla mūsa lifatāhu lā abraḥu ḥattā abluġa majma‘al-baḥraini au amḍiya ḥuqubā(n).

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun."

وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ اَمْرِيْ ۗ ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

Wa mā fa‘altuhū ‘an amrī, żālika ta'wīlu mā lam tasṭi‘ ‘alaihi ṣabrā(n).

Itu bukanlah yang aku lakukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."

Penjelasan dan Pelajaran

Icon: Ombak Pengetahuan

Kisah Musa dan Khidir adalah salah satu narasi paling kaya makna dalam Al-Qur'an, mengajarkan tentang batas pengetahuan manusia, pentingnya kesabaran, dan adanya hikmah di balik setiap takdir Allah yang mungkin tampak tidak adil di mata manusia.

Kisah ini bermula ketika Nabi Musa ditanya oleh kaumnya, siapa orang yang paling berilmu di bumi. Musa menjawab, "Aku." Allah kemudian menegur Musa dan mengarahkan dia untuk menemui seorang hamba Allah yang lebih berilmu, yaitu Khidir, di pertemuan dua lautan. Musa pun bertekad untuk mencarinya, bahkan jika harus berjalan bertahun-tahun.

Musa pergi bersama pembantunya (Yusya' bin Nun). Di perjalanan, mereka kehilangan ikan yang telah dibakar yang seharusnya menjadi tanda pertemuan mereka dengan Khidir. Ini adalah ujian pertama bagi kesabaran dan ketelitian Musa. Setelah menyadari kesalahan mereka, mereka kembali ke tempat hilangnya ikan dan bertemu dengan Khidir.

Khidir, seorang hamba Allah yang dianugerahi ilmu khusus dari sisi-Nya (ilmu laduni), awalnya enggan menerima Musa sebagai murid karena mengetahui Musa tidak akan sabar. Namun, Musa berjanji akan bersabar dan tidak akan bertanya sebelum diizinkan. Ini menjadi syarat utama perjalanan mereka.

Sepanjang perjalanan, terjadi tiga peristiwa yang menguji kesabaran Musa:

  1. Melubangi Perahu: Khidir melubangi perahu orang-orang miskin yang baru saja mengangkut mereka secara gratis. Musa sangat marah dan bertanya, "Mengapa engkau melubangi perahu itu untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan besar!" (ayat 71). Khidir mengingatkan janji Musa untuk tidak bertanya.
  2. Membunuh Anak Muda: Khidir membunuh seorang anak muda yang tidak bersalah. Musa semakin marah dan berkata, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar." (ayat 74). Lagi-lagi, Khidir mengingatkan janji Musa.
  3. Mendirikan Dinding: Mereka tiba di sebuah negeri yang penduduknya kikir dan tidak mau menjamu mereka. Khidir melihat sebuah dinding yang hampir roboh, lalu dia memperbaikinya tanpa meminta upah. Musa berkata, "Sekiranya engkau mau, tentu engkau dapat meminta imbalan untuk itu." (ayat 77). Khidir kembali mengingatkan janji Musa.

Setelah ketiga peristiwa tersebut, Khidir menyatakan bahwa perpisahan mereka telah tiba dan menjelaskan hikmah di balik setiap perbuatannya:

Khidir menegaskan bahwa semua perbuatannya itu bukanlah atas kemauannya sendiri, melainkan atas perintah Allah. Inilah tafsir (takwil) dari hal-hal yang tidak dapat disabari oleh Musa.

Pelajaran-pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Keterbatasan Ilmu Manusia: Ilmu Allah sangat luas, dan manusia hanya diberi sedikit. Bahkan Nabi Musa, salah satu rasul ulul azmi, harus belajar bahwa ada ilmu yang tidak ia ketahui.
  2. Pentingnya Kerendahan Hati dalam Menuntut Ilmu: Nabi Musa menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa dengan bersedia menjadi murid Khidir. Ini pelajaran bagi kita untuk tidak sombong dengan ilmu yang dimiliki.
  3. Kesabaran dalam Menghadapi Takdir: Banyak peristiwa dalam hidup yang kita anggap buruk, tetapi di baliknya ada hikmah dan kebaikan yang tidak kita ketahui. Kesabaran adalah kunci untuk menerima takdir Allah.
  4. Tindakan yang Terlihat Buruk Mungkin Memiliki Hikmah Baik: Kita tidak boleh menghakimi sesuatu dari penampakan luarnya saja. Ada banyak hal yang terjadi atas izin Allah yang mengandung kebaikan di masa depan.
  5. Adanya Ilmu Laduni: Allah dapat memberikan ilmu secara langsung kepada hamba-Nya yang dikehendaki, di luar jalur pembelajaran biasa.
  6. Keadilan Allah yang Menyeluruh: Meskipun terkadang tampak kejam di mata manusia, keputusan Allah selalu adil dan bijaksana, bahkan jika itu berarti mengorbankan sesuatu untuk kebaikan yang lebih besar.
  7. Peran Ilmu dalam Memahami Agama: Kisah ini mengajarkan bahwa pemahaman agama yang benar memerlukan ilmu yang mendalam, tidak hanya berdasarkan logika atau akal semata.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa manusia harus senantiasa bertawakal, bersabar, dan yakin akan hikmah Allah di balik setiap kejadian, bahkan yang paling membingungkan sekalipun.

Ayat 83-101: Kisah Dzulqarnain dan Ya'juj Ma'juj

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِۗ قُلْ سَاَتْلُوْا عَلَيْكُمْ مِّنْهُ ذِكْرًا

Wa yas'alūnaka ‘an żil-qarnain(i), qul sa'atlū ‘alaikum minhu żikrā(n).

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah, "Aku akan bacakan kepadamu kisahnya."

الَّذِيْنَ كَانَتْ اَعْيُنُهُمْ فِيْ غِطَاۤءٍ عَنْ ذِكْرِيْ وَكَانُوْا لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ سَمْعًا

Allażīna kānat a‘yunuhum fī giṭā'in ‘an żikrī wa kānū lā yastaṭī‘ūna sam‘ā(n).

(Yaitu) orang-orang yang mata (hati) mereka tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar.

Penjelasan dan Pelajaran

Icon: Benteng dan Kekuatan

Kisah Dzulqarnain adalah kisah tentang seorang raja yang saleh dan perkasa yang diberi kekuasaan besar oleh Allah untuk berbuat kebaikan di bumi. Kisah ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin yang terinspirasi oleh orang Yahudi tentang Dzulqarnain. Allah menggambarkan tiga perjalanannya ke berbagai penjuru dunia:

  1. Perjalanan ke Barat: Dzulqarnain sampai ke tempat matahari terbenam (diperumpamakan seperti terbenam di air berlumpur hitam, sebuah gambaran visual yang realistis dari pandangan manusia). Di sana ia bertemu dengan suatu kaum, dan Allah memberinya pilihan untuk menyiksa atau berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain memilih untuk berlaku adil: orang yang berbuat zalim akan dihukum, sedangkan orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan balasan yang baik.
  2. Perjalanan ke Timur: Ia kemudian menempuh jalan ke timur hingga sampai ke tempat matahari terbit. Di sana ia bertemu dengan kaum yang tidak memiliki penutup dari cahaya matahari (kemungkinan karena tempat tinggal mereka yang terbuka atau pakaian mereka yang minim). Dzulqarnain memperlakukan mereka dengan kebijaksanaan dan keadilan yang sama.
  3. Perjalanan antara Dua Gunung: Perjalanan ketiga membawanya ke suatu tempat di antara dua gunung (dua benteng alam). Di sana ia bertemu dengan suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataan. Kaum ini mengeluh tentang gangguan Ya'juj dan Ma'juj (Gog dan Magog), makhluk perusak yang senantiasa membuat kerusakan di bumi. Mereka meminta Dzulqarnain untuk membangun benteng pelindung dengan imbalan upah.

Dzulqarnain menolak upah, menyatakan bahwa karunia Allah kepadanya sudah lebih baik. Namun, ia meminta bantuan fisik dari mereka untuk membangun benteng tersebut. Dengan kekuatan dan pengetahuannya yang diberikan Allah, ia membangun benteng yang sangat kokoh dari besi dan tembaga panas, yang tidak dapat ditembus oleh Ya'juj dan Ma'juj.

Setelah selesai, Dzulqarnain dengan rendah hati berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku. Apabila janji Tuhanku tiba, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu benar." (ayat 98). Ini menunjukkan bahwa segala kekuatan dan kekuasaan berasal dari Allah, dan benteng itu hanyalah sarana, yang pada akhirnya akan dihancurkan sesuai kehendak Allah menjelang Hari Kiamat, sebagai tanda datangnya akhir zaman.

Pelajaran-pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Ujian Kekuasaan: Kekuasaan yang besar adalah ujian. Dzulqarnain adalah contoh pemimpin yang saleh yang menggunakan kekuasaannya untuk menegakkan keadilan, membantu kaum lemah, dan berbuat baik di muka bumi.
  2. Kepemimpinan Adil: Seorang pemimpin sejati harus adil, bijaksana, dan menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk kemaslahatan rakyatnya, bukan untuk kepentingan pribadi.
  3. Kebaikan tanpa Pamrih: Dzulqarnain menolak upah dalam membangun benteng, menunjukkan keikhlasan dalam beramal dan keyakinan bahwa pahala sejati berasal dari Allah.
  4. Rendah Hati dan Mengembalikan Kekuasaan kepada Allah: Meskipun memiliki kekuatan besar, Dzulqarnain senantiasa merendah diri dan mengakui bahwa semua kekuasaannya adalah rahmat dari Allah. Ia tidak sombong seperti pemilik kebun.
  5. Ya'juj dan Ma'juj sebagai Tanda Kiamat: Kisah ini juga menegaskan keberadaan Ya'juj dan Ma'juj, serta kehancuran benteng mereka sebagai salah satu tanda besar menjelang Hari Kiamat.
  6. Ilmu dan Strategi: Dzulqarnain menggunakan ilmu dan strategi dalam membangun benteng yang tidak dapat ditembus, menunjukkan pentingnya memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk kebaikan.

Bagian ini diakhiri dengan gambaran Hari Kiamat, di mana Allah akan mengumpulkan orang-orang kafir. Mereka yang matanya (hati) tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah dan tidak sanggup mendengar kebenaran akan menerima balasan yang setimpal. Ini adalah penutup yang kuat, menghubungkan kembali kisah Dzulqarnain dengan tema inti surah tentang peringatan akan akhirat dan pentingnya iman serta amal saleh.

Ayat 102-110: Penutup dan Ringkasan Ajaran

اَفَحَسِبَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنْ يَّتَّخِذُوْا عِبَادِيْ مِنْ دُوْنِيْٓ اَوْلِيَاۤءَ ۗ اِنَّآ اَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكٰفِرِيْنَ نُزُلًا

A fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżū ‘ibādī min dūnī auliyā'(a), innā a‘tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā(n).

Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan neraka Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ ۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا

Qul innamā ana basyarum miṡlukum yūḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhuw wāḥid(un), faman kāna yarjū liqā'a rabbihī falya‘mal ‘amalan ṣāliḥaw wa lā yusyrik bi‘ibādati rabbihī aḥadā(n).

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Barangsiapa berharap bertemu Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."

Penjelasan dan Pelajaran

Ayat-ayat penutup Surah Al-Kahfi ini memberikan ringkasan yang kuat dari semua tema yang telah dibahas, mengokohkan fondasi tauhid, pentingnya amal saleh, dan peringatan akan Hari Akhir.

Ayat 102 membuka dengan kecaman terhadap orang-orang kafir yang menyangka dapat menjadikan selain Allah sebagai pelindung atau sesembahan. Allah menegaskan bahwa Neraka Jahanam telah disediakan sebagai tempat tinggal bagi mereka. Ini adalah peringatan keras tentang kesesatan syirik dan konsekuensinya.

Kemudian, Allah memberikan perumpamaan tentang siapa orang yang paling merugi amal perbuatannya (ayat 103-104). Mereka adalah orang-orang yang sia-sia usahanya dalam kehidupan dunia, padahal mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya. Ini merujuk pada orang-orang kafir atau pelaku bid'ah yang melakukan banyak hal di dunia, tetapi karena tidak didasari iman yang benar atau karena syirik, amal mereka tidak diterima Allah. Mata hati mereka tertutup dari kebenaran, dan mereka tidak mampu mendengar petunjuk (ayat 101, 105).

Kontrasnya, balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh disebutkan. Bagi mereka, surga Firdaus adalah tempat tinggal (ayat 107). Mereka kekal di dalamnya, tanpa ingin pindah (ayat 108). Ini menekankan keabadian nikmat surga dan kebahagiaan para penghuninya, yang jauh berbeda dengan kefanaan dunia.

Puncak dari surah ini ada pada ayat terakhir, ayat 110. Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk menyatakan bahwa beliau hanyalah seorang manusia seperti manusia lainnya, yang mendapatkan wahyu bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan Yang Maha Esa. Ini adalah penegasan kembali tauhid yang murni, bahwa tidak ada ilah (sembahan) selain Allah.

Akhir ayat ini memberikan kunci utama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat: "Barangsiapa berharap bertemu Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." Ini adalah ringkasan dari seluruh ajaran Islam:

  1. Tauhid: Mengimani Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Ini adalah inti dari "janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
  2. Amal Saleh: Melakukan perbuatan baik sesuai syariat Islam, ikhlas karena Allah. Ini adalah inti dari "maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh."
  3. Harapan akan Akhirat: Hidup dengan kesadaran akan pertemuan dengan Allah di akhirat ("barangsiapa berharap bertemu Tuhannya"). Ini mendorong manusia untuk beramal dan menjauhi maksiat.

Pelajaran-pelajaran penting dari bagian penutup ini:

  1. Syirik adalah Dosa Terbesar: Mengambil selain Allah sebagai pelindung atau sesembahan adalah kezaliman terbesar yang berujung pada azab Jahanam.
  2. Pentingnya Niat dan Keikhlasan: Amal perbuatan harus didasari niat yang benar dan keikhlasan hanya untuk Allah, agar tidak termasuk orang yang merugi.
  3. Sifat Nabi Muhammad ﷺ: Beliau adalah manusia, bukan tuhan atau ilah, namun beliau adalah utusan Allah yang menyampaikan wahyu kebenaran.
  4. Dua Pilar Keislaman: Seluruh ajaran Islam dapat diringkas menjadi dua pilar: tauhid (mengesakan Allah dalam ibadah) dan amal saleh (melakukan kebaikan sesuai syariat).
  5. Mengingat Pertemuan dengan Allah: Kesadaran akan Hari Kiamat dan pertemuan dengan Allah adalah motivasi terbesar untuk beramal saleh dan menjauhi syirik.

Dengan demikian, Surah Al-Kahfi menutup dengan pesan yang sangat jelas: dunia ini adalah tempat ujian, kehidupan adalah fana, dan hanya iman yang benar serta amal saleh yang ikhlas kepada Allah Yang Maha Esa yang akan membawa kebahagiaan abadi di sisi-Nya. Kisah-kisah di dalamnya adalah perumpamaan nyata dari berbagai fitnah dan bagaimana menghadapinya dengan keyakinan dan kesabaran.

🏠 Homepage