Pertanyaan "ada berapa surat Al-Fil" mungkin muncul dari rasa ingin tahu atau kekeliruan pemahaman. Penting untuk diketahui bahwa Surah Al-Fil adalah satu-satunya surat dalam Al-Qur'an yang dinamai "Al-Fil" (Gajah). Tidak ada surat Al-Fil lainnya. Nama ini merujuk pada peristiwa monumental yang diceritakan di dalamnya, yaitu penyerangan Ka'bah oleh pasukan bergajah pimpinan Abrahah. Surah ini merupakan salah satu surah pendek dalam juz ke-30 Al-Qur'an, yang dikenal juga sebagai Juz Amma.
Meskipun singkat, Surah Al-Fil mengandung pelajaran yang sangat mendalam dan memiliki signifikansi historis yang luar biasa dalam sejarah Islam. Ia berfungsi sebagai pengingat akan kekuasaan Allah SWT yang mutlak, perlindungan-Nya terhadap rumah suci-Nya, dan kelemahan kesombongan manusia di hadapan kehendak Ilahi.
Surah Al-Fil (سورة الفيل) adalah surah ke-105 dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Terdiri dari lima ayat, surah ini termasuk golongan surah Makkiyah, yang berarti diturunkan di Mekah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Periode penurunannya diperkirakan terjadi pada masa awal kenabian, meskipun peristiwa yang diceritakan di dalamnya mendahului kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Nama "Al-Fil" sendiri berarti "Gajah". Nama ini secara langsung merujuk pada kisah utama yang diceritakan dalam surah ini: upaya Abrahah, seorang penguasa Yaman dari Abyssinia (Ethiopia), untuk menghancurkan Ka'bah di Mekah dengan pasukan yang dilengkapi gajah-gajah besar. Namun, upaya tersebut digagalkan secara ajaib oleh Allah SWT.
Peristiwa yang diceritakan dalam Surah Al-Fil terjadi pada tahun yang dikenal sebagai Aamul-Fil (عام الفيل) atau Tahun Gajah. Ini adalah tahun yang sangat penting dalam sejarah Arab dan Islam karena pada tahun itulah Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Berbagai sejarawan Islam, seperti Ibn Ishaq dan Ath-Thabari, telah meriwayatkan detail peristiwa ini.
Abrahah al-Ashram, gubernur Yaman yang kala itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Aksum (Ethiopia), merasa iri dengan popularitas Ka'bah di Mekah sebagai pusat ziarah dan perdagangan bangsa Arab. Untuk mengalihkan perhatian dan dominasi tersebut, ia membangun sebuah gereja megah yang disebut "Al-Qullais" di Sana'a, Yaman, dengan harapan orang-orang Arab akan berziarah ke sana.
Namun, niat Abrahah ini tidak disambut baik oleh bangsa Arab yang sangat menghormati Ka'bah. Sebagai bentuk protes atau penghinaan, ada seseorang dari Bani Kinanah yang buang air besar di dalam gereja tersebut. Tindakan ini membuat Abrahah sangat murka dan bersumpah akan menghancurkan Ka'bah. Ia memimpin pasukan besar, yang konon berjumlah puluhan ribu, dilengkapi dengan gajah-gajah perang, menuju Mekah.
Ketika pasukan Abrahah tiba di dekat Mekah, mereka menjarah harta benda penduduk, termasuk unta-unta milik kakek Nabi Muhammad SAW, Abdul Muththalib. Abdul Muththalib kemudian menemui Abrahah untuk meminta untanya dikembalikan. Abrahah terkejut karena Abdul Muththalib hanya menuntut untanya dan tidak meminta perlindungan untuk Ka'bah.
Abdul Muththalib dengan tenang menjawab, "Aku adalah pemilik unta-unta itu, dan Ka'bah memiliki Pemiliknya sendiri yang akan melindunginya." Jawaban ini menunjukkan keyakinan Abdul Muththalib pada perlindungan Ilahi terhadap rumah suci tersebut. Setelah untanya dikembalikan, Abdul Muththalib dan penduduk Mekah lainnya menyingkir ke perbukitan sekitar untuk menyaksikan apa yang akan terjadi.
Mari kita telaah Surah Al-Fil ayat demi ayat untuk memahami makna dan pesan yang terkandung di dalamnya:
"Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?"
Ayat ini dibuka dengan pertanyaan retoris: "Tidakkah engkau melihat?" Meskipun Nabi Muhammad SAW belum lahir saat peristiwa ini terjadi, "melihat" di sini berarti mengetahui atau memahami secara pasti, seolah-olah menyaksikannya sendiri. Pertanyaan ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan melalui beliau, kepada seluruh umat manusia. Ini adalah cara Al-Qur'an untuk menarik perhatian pada keagungan suatu peristiwa yang sangat terkenal di kalangan bangsa Arab saat itu.
Frasa "Tuhanmu telah bertindak" (فَعَلَ رَبُّكَ) menekankan bahwa ini adalah tindakan langsung dari Allah SWT. Bukan kebetulan semata, melainkan intervensi Ilahi yang disengaja. "Pasukan bergajah" (أَصْحَابِ الْفِيلِ) secara jelas merujuk pada pasukan Abrahah yang ambisius.
Pertanyaan ini tidak hanya meminta untuk mengingat peristiwa masa lalu, tetapi juga untuk merenungkan makna di baliknya: sebuah peringatan bagi mereka yang berani menentang kehendak Ilahi dan sebuah jaminan perlindungan bagi hamba-hamba-Nya serta tempat-tempat suci-Nya.
"Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) sia-sia?"
Ayat kedua melanjutkan pertanyaan retoris, menegaskan bahwa Allah SWT telah menggagalkan rencana jahat Abrahah. Kata "kaydahum" (كَيْدَهُمْ) berarti tipu daya, rencana, atau makar jahat. Abrahah datang dengan strategi militer yang matang, dengan pasukan dan senjata lengkap, termasuk gajah-gajah yang belum pernah dilihat bangsa Arab sebelumnya. Ini adalah sebuah "tipu daya" untuk menghancurkan simbol agama dan kehormatan bangsa Arab.
Namun, Allah SWT "menjadikan tipu daya mereka sia-sia" (فِي تَضْلِيلٍ), yang berarti sesat, gagal, atau tidak mencapai tujuan. Rencana mereka tidak hanya gagal, tetapi juga berbalik merugikan mereka sendiri. Ini menunjukkan bahwa sehebat apa pun rencana atau kekuatan manusia, tidak ada yang dapat mengalahkan kehendak dan perlindungan Allah SWT.
"Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong?"
Di sinilah keajaiban itu terjadi. Allah SWT tidak mengalahkan pasukan Abrahah dengan tentara manusia atau bencana alam besar, melainkan dengan sesuatu yang tampaknya tidak berarti: "burung-burung yang berbondong-bondong" (طَيْرًا أَبَابِيلَ). Kata "Ababil" (أَبَابِيلَ) sendiri berarti berkelompok-kelompok, berbondong-bondong, atau dalam jumlah yang sangat banyak dan tidak teratur dari berbagai arah.
Para ulama tafsir memiliki berbagai pandangan tentang jenis burung ini. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah burung-burung yang tidak dikenal, sebagian lagi mengatakan burung-burung biasa namun diutus dengan misi Ilahi. Yang jelas, kemunculan burung-burung ini secara massal dan dengan misi spesifik adalah sebuah mukjizat yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas. Mereka tidak memiliki senjata canggih, tetapi menjadi alat kehancuran atas kehendak-Nya.
"Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah liat yang dibakar (sijjin)?"
Burung-burung Ababil itu tidak datang dengan tangan kosong. Mereka "melempari mereka dengan batu" (تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ). Kata "Sijjiil" (سِجِّيلٍ) dalam konteks ini diartikan sebagai batu dari tanah liat yang dibakar hingga sangat keras. Beberapa ulama menafsirkannya sebagai batu yang bertuliskan nama setiap prajurit yang akan mati karenanya, atau batu yang berasal dari neraka.
Yang menarik adalah bahwa batu-batu kecil ini, meskipun ukurannya tidak seberapa, memiliki efek yang mematikan. Diceritakan bahwa setiap batu yang mengenai prajurit Abrahah akan menembus tubuh mereka, menyebabkan luka parah dan kematian. Ini bukan kekuatan fisik dari batu itu sendiri, melainkan kekuatan mukjizat yang Allah SWT berikan kepadanya. Sebuah pelajaran bahwa kekuasaan Allah tidak terbatas pada alat-alat yang besar atau kuat; bahkan yang terkecil pun bisa menjadi sarana kebinasaan bagi yang durhaka.
"Sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)."
Ayat terakhir ini menggambarkan hasil akhir dari intervensi Ilahi tersebut. Allah SWT "menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)" (كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ). Kata "asf" (عَصْفٍ) merujuk pada daun-daun atau jerami kering sisa makanan ternak yang telah diinjak-injak dan hancur, atau seperti daun yang telah dimakan ulat sehingga berlubang-lubang dan tidak berguna lagi.
Perumpamaan ini sangat kuat dan efektif. Pasukan yang tadinya besar, gagah perkasa, dan penuh kesombongan, dihancurkan sedemikian rupa sehingga menjadi tidak berdaya, hancur lebur, dan tidak berarti, seperti sisa-sisa makanan ternak yang telah dibuang. Ini adalah gambaran kehinaan dan kehancuran total yang menimpa mereka. Ini juga menunjukkan betapa mudahnya Allah SWT menghancurkan siapa pun yang berani menantang-Nya, tanpa memerlukan kekuatan yang setara secara fisik.
Surah Al-Fil, dengan kisahnya yang ringkas namun mendalam, menawarkan berbagai pelajaran dan hikmah yang relevan bagi kehidupan setiap Muslim:
Pelajaran paling fundamental dari surah ini adalah demonstrasi nyata kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas. Dia mampu menghancurkan pasukan yang sangat besar dan kuat dengan cara yang tidak terduga dan tidak konvensional (burung kecil dan batu). Ini menegaskan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat menandingi atau mengalahkan kehendak-Nya.
Kisah ini juga menunjukkan perlindungan-Nya terhadap Ka'bah, rumah suci pertama yang dibangun untuk beribadah kepada-Nya. Allah SWT adalah Penjaga rumah-Nya dan akan melindungi apa pun yang Dia kehendaki.
Abrahah adalah simbol kesombongan, keangkuhan, dan ambisi duniawi yang buta. Ia ingin mengalihkan perhatian orang-orang dari Ka'bah ke gereja buatannya sendiri, demi kekuasaan dan prestise. Kisah ini adalah peringatan tegas bahwa kesombongan dan upaya untuk menentang kehendak Ilahi akan berakhir dengan kehinaan dan kehancuran.
Manusia, sekuat dan sekaya apa pun, hanyalah makhluk ciptaan yang fana. Kekuatan sejati hanya milik Allah SWT. Mereka yang mengandalkan kekuatan materi semata akan menemukan diri mereka rapuh di hadapan kuasa-Nya.
Peristiwa Tahun Gajah adalah mukjizat yang jelas. Ini bukanlah hasil dari perang konvensional atau bencana alam yang biasa, melainkan intervensi langsung dari Allah SWT. Mukjizat ini memiliki tujuan ganda: melindungi Ka'bah dan menyiapkan panggung bagi kedatangan Nabi Muhammad SAW, yang lahir pada tahun yang sama.
Kisah ini mengajarkan bahwa Allah SWT dapat berintervensi dalam urusan dunia kapan saja dan dengan cara apa saja yang Dia kehendaki, untuk menegakkan keadilan, melindungi kebenaran, dan menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Perlindungan Ka'bah dalam peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya rumah suci tersebut dalam pandangan Allah SWT. Ka'bah bukan hanya sebuah bangunan, melainkan kiblat umat Islam, simbol persatuan, dan pusat spiritual dunia.
Perlindungan ini juga sekaligus menggarisbawahi status Mekah sebagai kota suci dan aman (Haram), yang kehormatannya dijaga oleh Allah SWT sendiri. Ini mempersiapkan lingkungan yang aman bagi kelahiran dan misi kenabian Muhammad SAW.
Bagi orang beriman, Surah Al-Fil adalah sumber harapan dan keyakinan. Ketika menghadapi musuh yang tampak lebih kuat atau menghadapi kesulitan yang luar biasa, surah ini mengingatkan bahwa pertolongan Allah SWT dapat datang dari arah yang tidak terduga. Yang penting adalah bertawakal kepada-Nya dan meyakini bahwa Dia akan selalu melindungi orang-orang yang berpegang teguh pada kebenaran.
Kisah ini mengajarkan bahwa kuantitas pasukan atau kecanggihan senjata tidak selalu menjamin kemenangan. Kemenangan sejati datang dari Allah SWT.
Surah ini juga mengajak kita merenungkan hakikat kehidupan, kekuasaan, dan kelemahan manusia. Pada akhirnya, semua akan kembali kepada Allah SWT. Ambisi duniawi, kesombongan, dan kezaliman tidak akan membawa kebahagiaan sejati, melainkan kehancuran. Sebaliknya, ketulusan, kerendahan hati, dan ketaatan kepada Allah SWT adalah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan abadi.
Meskipun peristiwa Tahun Gajah terjadi ribuan tahun yang lalu, pelajaran dari Surah Al-Fil tetap sangat relevan di era modern ini. Kita masih menyaksikan konflik, kesombongan, dan upaya penindasan di berbagai belahan dunia.
Al-Qur'an dikenal dengan keindahan bahasanya yang tak tertandingi, dan Surah Al-Fil bukanlah pengecualian. Meskipun singkat, surah ini menunjukkan kemukjizatan bahasa Arab:
Peristiwa Tahun Gajah bukan hanya disebutkan dalam Al-Qur'an, tetapi juga dijelaskan secara lebih rinci dalam berbagai kitab sejarah Islam dan sirah nabawiyah. Para sejarawan Muslim seperti Ibnu Ishaq, Ibnu Hisyam, dan Imam Ath-Thabari, mencatat kisah ini dengan berbagai detail tambahan yang memperkaya pemahaman kita:
Kisah-kisah ini, meskipun tidak semua detailnya disebutkan dalam Al-Qur'an, memberikan konteks yang lebih kaya dan menunjukkan betapa peristiwa Tahun Gajah merupakan fakta sejarah yang diakui dan diceritakan secara luas di kalangan bangsa Arab.
Fakta bahwa peristiwa gajah terjadi pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW bukanlah suatu kebetulan. Ini adalah bagian dari rencana Ilahi untuk menyiapkan dunia bagi kedatangan kenabian terakhir:
Dengan demikian, Surah Al-Fil tidak hanya sekadar cerita masa lalu. Ia adalah cerminan dari prinsip-prinsip Ilahi yang abadi: keadilan, perlindungan, dan kemenangan bagi kebenaran, serta kehinaan bagi kesombongan dan kezaliman.
Surah Al-Fil adalah salah satu mutiara Al-Qur'an yang meskipun singkat, sarat makna dan pelajaran. Ia menjawab pertanyaan tentang ada berapa surat Al-Fil dengan menegaskan bahwa hanya ada satu, namun satu surat ini sudah cukup untuk menunjukkan kebesaran Allah yang tak terbatas.
Kisah Abrahah dan pasukan gajahnya bukan hanya narasi sejarah, melainkan sebuah metafora abadi tentang pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara kesombongan manusia dan kemahakuasaan Tuhan. Allah SWT menunjukkan bahwa Dia tidak membutuhkan kekuatan fisik yang seimbang untuk mengalahkan musuh-musuh-Nya. Cukuplah dengan "burung-burung Ababil" dan "batu-batu dari Sijjiil" untuk mengubah pasukan yang digdaya menjadi "daun-daun yang dimakan ulat".
Bagi umat Islam, Surah Al-Fil adalah sumber inspirasi, ketenangan, dan keyakinan. Ia mengajarkan kita untuk selalu bertawakal kepada Allah, yakin akan pertolongan-Nya, dan menghindari kesombongan dalam segala bentuk. Ia mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, semua kekuatan tunduk kepada Yang Maha Kuasa, dan bahwa Dia akan selalu melindungi rumah-Nya serta hamba-hamba-Nya yang tulus.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari Surah Al-Fil ini dan menjadikannya pedoman dalam menjalani kehidupan, selalu mengingat bahwa Allah SWT adalah Penjaga terbaik dan sebaik-baik Pelindung.